Sampai pada hari ini, kemiskinan masih menjadi masalah besar yang belum terselesaikan dan menghantui masyarakat Indonesia. Berbagai macam kebijakan dan tindakan yang dilahirkan oleh pemerintah yang berujung pada bertambahnya jumlah kemiskinan dan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Penggusuran merupakan salah satu bentuk dari kemiskinan struktural, bagaikan penyakit kronis yang menggerogoti manusia, terasa begitu menyakitkan dan sangat sulit untuk disembuhkan.
Pada 30 Nopember 2018, sekitar pukul 05.00 Wita, puluhan anggota kepolisian dari Polsek Rappocini Makassar melakukan upaya penggusuran secara paksa para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di Jalan A. P. Pettarani (depan hotel La Macca), Kota Makassar, yang sehari sebelumnya mendapatkan informasi bahwa mereka (PKL) akan digusur oleh Satpol PP yang akan dibantu dengan pihak kepolisian.. Namun, upaya tersebut menuai kegagalan karena mereka dihalangi oleh massa PKL yang didampingi oleh Massa Solidaritas Tolak Penggusuran PK5 yang jumlahnya begitu banyak. Tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polsek Rappocini merupakan sebuah pelanggaran karena kepolisoan tidak memiliki wewenang dalam hal gusur – menggusur, karena tugas pokok Kepolisian sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut merupakan bukti bahwa tidak adanya perhatian Pemerintah dalam hal ini Walikota Makassar dalam memperhatikan rakyatnya. Seharusnya Pemerintah Kota Makassar bertindak tegas terhadap apa yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian.
Jika sekiranya tidak ada tindakan tegas dari Pemerinta, artinya mereka mendukung pelanggaran tersebut dan Pro terhadap penggusuran, serta melakukan pembiaran terjadinya pelanggaran HAM, yang melanggar Undang – undang Dasar (UUD) 1945 pada pasal 27 ayat (2), UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 11 tahun 2005 pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) yang berdampak pada hilangnya pekerjaan para PKL, hilangnya akses terhadap pendidikan anak-anak mereka, sehingga akan membuat mereka kesulitan merasakan kehidupan yang layak. Selain itu, berdasarkan hasil investigasi Solidaritas Tolak Penggusuran PK5, terdapat sejumlah kaum perempuan yang merupakan pemilik lapak PKL dan juga beberapa diantaranya memiliki anak. Artinya, pemerintah juga melanggar Konvensi Tentang Penghapusan Segala Jenis Diskriminasi Terhadap Perempuan Pasal 14 ayat (2) huruf g dan h, Konvensi Hak Anak Pasal 27 Ayat 3, di mana kedua kelompok tersebut merupakan kelompok rentan yang berhadapan dengan hukum. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah dalam hal ini Walikota Makassar tidak memiliki keberpihakan terhadap masyarakat miskin padahal mereka adalah warga negara Indonesia yang harus dijamin Hak-haknya.
Oleh karena itu, Solidaritas Tolak Penggusuran PK5 dan Para PKL menyatakan:
1. Berikan jaminan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi para PKL
2. Hentikan segala bentuk intimidasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan Satpol PP terhadap para PKL.
3. Tolak relokasi PK5 Center.
Makassar, 07 Desember 2018
Narahubung:
Salman Azis/LBH Makassar (0853 9759 2420)
Nopri/ Fosis UMI (+62 813 41459365)
Tuty/ Srikandi (+62 821 89820531)