Dua orang massa aksi Tolak Perppu Cipta Kerja yang berasal dari kampus UNM dan UMI korban penangkapan brutal dan penahanan unprocedural yang dilakukan aparat keamanan saat aksi demonstrasi Tolak Perppu Cipta Kerja di depan gedung Phinisi Kampus UNM pada 06 April 2023 lalu, akhirnya ditangguhkan pada 15 April 2023.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan LBH Makassar kerusuhan terjadi tidak terlepas dari tindakan Aparat Kepolisian yang membiarkan aksi saling serang yang dilakukan sekelompok orang tidak dikenal terhadap Mahasiswa. Hal ini tentu menjadi kritik keras sekaligus patut untuk dikecam secara bersama. Jelas, hal ini merupakan tindak pidana dalam hal ini penyerangan terhadap massa aksi di depan Gedung Phinisi Kampus UNM terjadi di depan mata Aparat Kepolisian, namun mereka membiarkan hal tersebut.
Pembiaran ini jelas bertujuan untuk meredam aksi massa, membungkam demokrasi dan ingin menghentikan upaya perlawanan terhadap penolakan Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam konteks demokrasi dan HAM, tindakan pembiaran (by omission) yang dilakukan aparat kepolisian atas terjadinya peristiwa kerusuhan antara mahasiswa dan orang tidak dikenal, jelas merupakan kejahatan terhadap demokrasi dan HAM.
Ketentuan dalam upaya pengendalian massa aksi yang berujung kerusuhan tentu hanya sebatas melakukan pengamanan bukan penangkapan. Karena aksi massa bukan merupakan satu bentuk tindak pidana melainkan hak yang dijamin oleh Konstitusi bagi setiap warga Indonesia.
Tindakan penangkapan secara acak ini merupakan praktek inkonstitusional yang dilakukan jajaran Aparat Kepolisian, dan berdasarkan Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Pasal 11 telah jelas disebutkan bahwa setiap anggota Polri dilarang menangkap dan menahan secara sewenang-wenang, menyiksa tahanan atau orang yang disangka terlibat kejahatan, dan menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan.
Tim Hukum LBH Makassar bersama dengan Aliansi Protes Rakyat Indonesia terus melakukan pendampingan dan mendesak atas penangkapan terhadap massa aksi dengan ditetapkan 3 (tiga) mahasiswa sebagai tersangka dengan dugaan tindak pidana 160 jo 170 ayat (1). Berdasarkan keterangan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat pemeriksaan, tidak ada hal yang mengindikasikan ketiga mahasiswa ini telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituduhkan aparat keamanan kepada mereka, ketiga Mahasiswa dikaitkan dengan pengrusakan satu unit Mobil berwarna putih yang berada di sekitar Jalan Pendidikan. Puncak kerusuhan berujung pada penangkapan secara acak.
Melalui desakan aksi massa yang dilakukan oleh Protes Rakyat Indonesia Sulawesi Selatan, yang didukung oleh upaya hukum yang dilakukan LBH Makassar berhasil menangguhkan tahanan. Namun upaya hukum ini tentu bukan akhir dari upaya advokasi terhadap tiga mahasiswa. Dengan ditetapkan sebagai tersangka, artinya kasus ini tetap akan dalam proses penyidikan.
Untuk itu, LBH Makassar mendesak kepada:
- Kapolrestabes Kota Makassar dan Jajarannya segera mencabut status tersangka seluruh peserta aksi yang ditetapkan sebagai tersangka;
- Kapolrestabes Kota Makassar menetapkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus, berdasarkan laporan polisi No. LP/714/IV/2023/POLDA SULSEL RESTABES, tertanggal 6 April 2023
- Kapolri agar mengevaluasi dan menindak tegas Jajaran Anggota kepolisian Polda Sulsel yang melakukan penangkapan dan tindakan brutal, tidak terukur dalam penanganan peserta aksi demonstrasi;
- Komnas HAM agar melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh Anggota Kepolisian Polda Sulsel yang melakukan kekerasan, penangkapan sewenang-wenang, dan penghalangan pemenuhan hak bantuan hukum terhadap mahasiswa yang ditangkap.