Pada 14 November 2018 terjadi pemukulan yang dilakukan oleh 2 (dua) oknum PD Parkir Makassar terhadap Dona (Juru Parkir di depan Toko Agung) Jl.Ratulangi. Awalnya DISHUB dan PD Parkir mendatanginya di lahan parkir untuk melakukan penertiban kendaraan yang parker di tepi jalan, Dona menjelaskan bahwa perparkiran di tepi jalan telah diatur dalam PERDA No 17 2006, selama ini ia membayar retribusi kepada PD Parkir untuk lahan parker tepi jalan, sementara pajak parkir di front toko bukan kewenangan PD Parkir dan menyebut apabila PD Parkir memungut setoran di front toko maka itu merupakan Pungutan Liar.
Apa yang dilakukan pihak PD Parkir tersebut merupakan tindakan kekerasan terhadap JUKIR dan mencerminkan tindakan premanisme sesungguhnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa PD Parkir sendiri tidak memahami aturan perparkiran di Makassar terkait pembagian lokasi lahan parkir yang telah dijelaskan sang Juru Parkir (JUKIR). Secara umum ada dua pembagian lahan parker yakni tepi jalan umum yang diatur dalam PERDA Kota Makassar No 17 tahun 2006 dan depan toko (front toko) yang diatur dalam PERDA No. 13 tahun 2002. PD Parkir memang hanya berwenang menarik setoran kepada JUKIR di tepi jalan sementara lahan parker toko/badan usaha bukan merupakan wewenangnya, sehingga tidak salah perkataan Dona apabila ia menyebut PUNGLI apabila PD Parkir memungut setoran di area parker toko.
Negara menjamin hakwarga Negara atas pekerjaan untuk penghidupan yang layak, tak terkecuali juru parkir, hal tersebut dipertegas dalam pasal 27 ayat (2) UUD Tahun 1945, yang berbunyi“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Perlu diketahui selama ini Juru parker telah berjasa mengelola lahan yang tadinya tidak bernilai menjadi lahan parker dan menjadi salah satu sumber pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Makassar berupa retribusi. Pada tahun 2016 sektor perparkiran menyumbang Rp. 13,6 Milyar.
Juru Parkir yang berjasa atas pemasukan PAD seharusnya dilindungi dan mendapatkan jaminan kesejahteraan oleh Pemerintah Daerah Kota Makassar, namun hingga hari ini PEMKOT belum mampu menjamin hak-hak JUKIR, justru sangat rentan dirugikan oleh kebijakan-kebijakan baru yang dikeluarkan Pemerintah Kota Makassar. Selain masalah kekerasan yang dialami JUKIR, masalah lain seperti kenaikan setoran yang dibebankan kepada JUKIR sangat memberatkan JUKIR, hak memperoleh jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja yang belum maksimal, serta adanya penanaman stigma di masyarakat yang memposisikan JUKIR sebagai preman.
Maka Serikat Juru Parkir Makassar (SJPM) menuntut agar:
- MENUNTUT PIHAK PD PARKIR UNTUK MENIDAK TEGAS ANGGOTA PD PARKIR YANG MELAKUKAN TINDAK KEKERASAN TERHADAP JUKIR
- MENDESAK PIHAK KEPOLISIAN SEGERA MEMPROSES SECARA HUKUM PELAKU KEKERASAN TERHADAP JUKIR
- PENUHI HAK-HAK JURU PARKIR
- BERIKAN JAMINAN KEAMANAN TERHADAP JUKIR
- MENOLAK KENAIKAN SETORAN
Makassar, 27 November 2018
SERIKAT JURU PARKIR MAKASSAR
(SJPM, FOSIS, FIK ORNOP, KPA SULSEL, ACC SULSEL, LBH MAKASSAR)