Sidang Pemeriksaan Saksi Pertama Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai 2014: Nihil Profesionalitas dan Keberpihakan Kejaksaan

Sidang kedua Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai 2014 digelar di Pengadilan Negeri Makassar pada Rabu, 28 September 2022. Agenda sidang kali ini ialah pemeriksaan saksi, namun berjalan dengan tidak optimal. Dari 12 saksi yang diminta oleh Tim Jaksa Penuntut Umum untuk diperiksa. Hanya 4 saksi dengan latar belakang Anggota Kepolisian yang hadir serta tak ada satu pun saksi dengan latar belakang warga sipil yang dihadirkan. Persidangan yang mengalami keterlambatan juga sempat terhambat sebab salinan berkas perkara termasuk Berita Acara Pemeriksaan terhadap para saksi belum diterima oleh pihak terdakwa dan tim penasehat hukumnya. Fakta ini semakin menunjukkan tingkat keseriusan Kejaksaan Agung yang patut dipertanyakan.

Setelah menyampaikan dakwaan yang kabur dari konteks peristiwa dan konsep pelanggaran HAM berat di hadapan terdakwa tunggal dan Penasehat Hukumnya pada sidang perdana. Kami menilai Tim Jaksa Penuntut Umum tidak berupaya dengan optimal untuk membuktikan unsur sistematis atau meluas yang menjadi unsur penting dari pasal mengenai kejahatan kemanusiaan yg diatur di Pasal 9 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Baik dari dakwaan dan pemeriksaan saksi di sidang kedua tidak ada pembahasan komprehensif mengenai Operasi Aman Matoa V yang menjadi salah satu latar belakang peristiwa dalam Laporan Penyelidikan Komnas HAM.

Identitas saksi yang dihadirkan yang kesemuanya adalah Anggota Kepolisian dan gagalnya Tim Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi warga sipil juga menyebabkan sidang kedua ini didominasi narasi aparat. Narasi yang juga menjadi bagian cukup kentara dari dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum ini pun bisa menunjukkan posisi dan keberpihakan Pemerintah mengenai pelanggaran HAM berat. Bahwa pelanggaran HAM mensyaratkan adanya keterlibatan atau setidaknya pembiaran dari negara menyebabkan upaya koreksi dan evaluasi suatu instansi negara oleh Kejaksaan Agung (yang juga representasi Negara lewat salah satu cara yang sah yakni penyidikan hingga penuntutan di pengadilan) tidak berjalan dengan maksimal. Padahal ini bukan soal ajang melucuti kekuatan Negara, melainkan menuntut pertanggungjawaban individu para pelanggar HAM berat. Sehingga justru akan muncul kesan Negara begitu lemah dan gagal memenuhi hak publik atas rasa aman jika lewat serangkaian proses hukum, Negara tidak menuntaskan pelanggaran HAM berat.

Jika di sidang berikutnya hingga kesempatan pemeriksaan saksi terakhir unsur warga sipil tidak kunjung dihadirkan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum, dakwaan dan keterangan saksi yang bertentangan dengan saksi korban selama ini akan menjadi ketidakadilan berikutnya bagi para penyintas dan keluarga korban. Dakwaan dan keterangan saksi dari Kepolisian menyudutkan massa aksi di Lapangan Karel Gobay 8 Desember 2014 yang ingin menuntut pertanggungjawaban atas penganiayaan yang terjadi di Pondok Natal pada 7 Desember 2014. Persidangan juga belum banyak mengeksplorasi actus reus yang dilakukan oleh terdakwa dan TNI serta Polri di kedua peristiwa.

Dari sidang pemeriksaan saksi ini, terungkap kesaksian 2 aktor pelaku langsung di Peristiwa Paniai 2014. Kesaksian ini muncul dari saksi pertama yakni Briptu Andi Ridho Amir yang menyebutkan nama yakni Gatot (Anggota Provost) yang menembak korban di depan Koramil Paniai hingga tewas dan Jusman (Anggota TNI) yang menikam korban hingga tewas. Dengan bekal kesaksian ini dan juga identifikasi pelaku oleh Komnas HAM yakni pelaku lapangan, komando pembuat kebijakan, komando efektif di lapangan, dan pelaku pembiaran, semakin kuat alasan Kejaksaan Agung dan Pengadilan untuk tidak hanya memproses satu orang sebagai pelaku.

Oleh sebab temuan dan catatan kami di atas, Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Paniai 2014 menyatakan:

  1. Kejaksaan Agung tidak serius dan tidak menunjukkan keberpihakan kepada korban dan juga publik atas pelanggaran HAM berat yang terjadi di Peristiwa Paniai 2014.
  2. Pengadilan HAM wajib menggali fakta dari pihak selain narasi yang dikembangkan dari saksi yang dihadirkan oleh Tim Penuntut Umum.
  3. Pengadilan HAM wajib menindaklanjuti kesaksian yang menyebutkan sejumlah nama terduga pelaku lain untuk turut diperiksa dan dimintai pertanggungjawabannya.

28 September 2022

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

Foto: LBH Makassar
Permohonan Praperadilan Buruh PT. GNI Korban Kriminalisasi Ditolak, Hakim Jauhkan Korban dari Keadilan
Foto: LBH Makassar
UIN Alauddin Makassar Darurat Demokrasi dan Ruang Aman
WhatsApp Image 2024-10-01 at 12.32
WARGA TOROBULU MENANG! 2 PEJUANG LINGKUNGAN DIPUTUS LEPAS PN ANDOOLO
Skip to content