Dalam perspektif hukum dan HAM, Kewajiban negara yang dijalankan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pemenuhan hak atas kesehatan harusnya dioptimalkan – termasuk alokasi “sumber daya maksimum yang tersedia” dimanfaatkan secara progresif untuk mencegah dan menanggulangi Epidemi Covid-19.
Bentuk konkrit tanggungjawab negara pemenuhan Hak atas Kesehatan dalam kondisi Epidemi Pandemi Global Covid-19 dan Bencana Nasional NonAlam telah diatur dalam berbagai aturan hukum baik Internasional maupun Nasional, yang meliputi:
- Pasal 25 (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM),
- Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945
- Pasal 12 UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Kovenan EKOSOB),
- Pasal 54, Pasal 152, dan Pasal UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
- Pasal 5 dan Pasal 26 UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Semua aturan hukum di atas mengatur Tanggungjawab Pemerintah (pusat dan daerah) untuk menjamin pengakuan, pemenuhan, dan perlindungan Hak Atas Kesehatan setiap orang di wilayah negara RI termasuk di Provinsi Sulawesi Selatan, yang mencakup jaminan ketersediaan Fasilitas Layanan Barang dan Jasa serta Informasi Kesehatan yang harus memenuhi prinsip-prinsip :
- Aksesibilitas, yakni fasilitas, barang, dan jasa layanan kesehatan harus dapat diakses oleh semua orang. Aksesibilitas memiliki empat dimensi yang saling menopang, yaitu : tanpa diskriminasi, aksesibilitas fisik, aksesibilitas ekonomis (keterjangkauan), aksesibilitas informasi terkhusus kelompok rentan penyandang disabilitas;
- Penerimaan, yaitu penghormatan terhadap etika medis, kesesuaian budaya, dan kepekaan terhadap gender. Penerimaan mensyaratkan bahwa fasilitas kesehatan, barang, layanan, dan program berpusat pada orang dan melayani kebutuhan spesifik berbagai kelompok populasi dan sesuai dengan standar internasional etika medis untuk kerahasiaan dan persetujuan berdasarkan informasi.
- Kualitas, yaitu fasilitas barang, dan jasa harus disetujui secara ilmiah dan medis yang merupakan komponen kunci dari cakupan Kesehatan Universal, termasuk pengalaman serta persepsi perawatan kesehatan dengan persyaratan mengahruskan : Aman, Efektif, Tepat waktu (tidak mengurangi waktu tunggu dan terkadang penundaan yang berbahaya), Pemerataan, Terintegrasi, dan Efisien. (lihat Komentar Umum No. 14, Komite hak-hak ekonomi , sosial dan budaya. Sidang ke: 22, Genewa 25 april – 12 mei 2000)
Sehubungan dengan berbagai ketentuan hukum di atas terkait dengan wabah Covid-19 yang telah ditetapkan secara resmi oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (Public Health Emergency of International Concern, PHEIC) sejak tanggal 30 Januari 2020 dan dinyatakan sebagai Pandemi Global sejak tanggal 11 Maret 2020, namun sangat lamban direspon oleh Pemerintah Indonesia yang baru menyatakan sebagai darurat Nasional Non-Alam pada hari Sabtu Sore tanggal 14/03/2020. Demikian halnya dengan Pemerintah Daerah Khususnya Pemerintah Provinsi Sulsel turut lamban dalam merespon pandemi Covid-19 yang mengeluarkan Surat Edaran pada tanggal 16 Maret 2020.
Dampaknya ternyata seorang 2 warga Makassar masing-masing dengan identitas samaran Pasien Covid 285 dan Covid 286 ternyata positif terinfeksi Covid-19 yang terlambat diidentikasi dan diumumkan. Pun Identitas lokasi tempat tinggal dan tempat bekerja serta tempat-tempat pernah dikunjungi juga tidak dipublikasikan padahal sikap tersebut hanya memberikan efek kekhwatiran berlebih kepada publik,
informasi mengenai identitas lokasi berbasis kelurahan tempat tinggal dan pekerjaan serta lokasi/ tempat-tempat yang terakhir dikunjungi oleh Pasien sangat penting diketahui publik agar memberikan efek sensitif yang tepat khususnya bagi warga berada di wilayah sekitar untuk segera memeriksakan dirinya bahkan secara disiplin mengisolasi diri dan tentunya harus didukung oleh ketersediaan alat deteksi Covid-19. Hal ini tentu cukup efektif mencegah perluasan penyebaran Covid-19, dengan pertimbangan informasi tersebut tidak melanggar Hak privasi Pasien, meskipun sebenarnya perlindungan hak privasi dapat dibatasi dalam kondisi darurat dan untuk kepentingan masyarakat yang jauh lebih besar (lihat ketentuan Pasal 57 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).
Apa nyana identitas lengkap Pasien Covid 285 terlanjur tersebar di berbagai media sosial dan berbagai media-online tanpa kontrol tentu mengejutkan masyarakat. Betapa tidak, berdasarkan informasi yang beredar Pasien Covid 285 adalah jamaah Umroh yang berangkat pada tanggal 25 Februari 2020 dan tiba kembali di Makassar pada tanggal 3 Maret 2020. Masuk Rumah Sakit Siloam pada tanggal 15 Maret 2020 Pukul 06.42 Wita dan meninggal pada hari yang sama pada sekitar Pukul 17.13 Wita lalu dipulangkan ke rumah kediamannya. Jenazahnya sempat disemayamkan dan dimandikan selayaknya jenazah pada umumnya. Pengambilan sampel darah dilakukan saat pasien telah meninggal dunia dan hasilnya dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 (terbit pada hari Kamis tanggal 19 Maret 2020).
Jika ternyata Pasien Covid 285 terinfeksi saat melaksanakan ibadah Umroh di Arab Saudi maka besar kemungkinan Almarhumah telah menjalin kontak dengan banyak orang yakni sejak di Bandar Udara di Arab Saudi, dalam pesawat yang ditumpanginya dan saat tiba di Bandara Hasanuddin di Makassar pada tanggal 3 Maret 2020. Belum termasuk aktifitas interaksi sejak tanggal 3 Maret 2020 hingga akhirnya masuk ke R.S. Siloam pada tanggal 15 Maret 2020. Keterlambatan terjadi karena alat pendeteksi Covid-19 belum tersedia di Sulsel sehingga data pasien harus dikirimkan di Jakarta untuk diperiksa. Alat yang digunakan pun ternyata masih PCR yang membutuhkan waktu pemeriksaan jauh lebih lama dari RAPID TEST sehingga memakan waktu sekitar 3 hari untuk diketahui hasilnya.
Kelambanan ini dapat dikategorikan sebagai bentuk ancaman gagalnya Pemerintah baik pusat dan daerah tidak terkecuali Pemerintah Provinsi Sulsel dan Kota Makassar dalam melindungi dan memenuhi hak warganya dari ancaman penyebaran dan pengobatan wabah penyakit virus Corona, yang harus dibayar mahal dengan upaya pencegahan dan penanggulangan yang secepat-cepatnya secara efektif dan seoptimal mungkin. Jika tidak, maka Covid-19 ini akan menyebar secara ganas di Sulsel yang tentu akan berdampak terhadap terganggunya stabilitas sosial, ekonomi dan politik.
Untuk itu, LBH Makassar dengan ini menyampaikan Pernyataan Sikap sebagai berikut kepada Pemerintah Provinsi Sulsel dan Kota/ Kabupaten untuk segera mengambil tindakan-tindakan sebagai berikut :
- Pemerintah Provinsi Sulsel segera mengumumkan identitas (lokasi kelurahan tempat tinggal dari Pasien Covid 259 dan Pasien 258) serta kronologis berbasis lokasi tempat-tempat perjalanan/ aktivitas masing-masing pasien sejak melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi Covid-19;
- Pemerintah Provinsi Sulsel bersama Pemerintah Kota/ Kabupaten saling koordinasi secara efektif untuk segera menyediakan kanal-kanal informasi yang mudah diakses oleh siapapun termasuk penyandang Disabilitas dengan berbagai ragam – yang menyediakan informasi lengkap dan akurat terkait fasilitas barang dan jasa layanan ksehatan yang terdekat dan mudah dijangkau, termasuk infomrasi Peta Sebaran Visrus Corona berbasis kelurahan tempat tinggal dan kronologis perjalanan/ aktivitas Orang Dalam Pemantauan (OPD), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) terlebih lagi yang Positif. Kanal informasi yang disediakan oleh Pemprov. Sulsel saat ini melalui situs https://covid19.sulselprov.go.id/ belum menyediakan data yang lengkap dan akurat karena hanya menyediakan peta sebaran corona berbais kota/Kabupaten, itupun belum akses untuk penyandang disabilitas tertentu;
- Pemerintah Provinsi Sulsel bersama Pemerintah Kota/ Kabupaten saling koordinasi secara efektif untuk mempercepat pengadaan alat pendeteksi dini yang cepat dan akurat (Rapid Test) sebanyak-banyaknya yang dapat memenuhi kebutuhan di setiap Kota/ Kabupaten di Provinsi Sulsel tanpa menunggu pengadaan dari Pemerintah Pusat yang tentunya akan lebih mendahulukan untuk wilayah Jakarta dan Jawa;
- Pemerintah Provinsi Sulsel bersama Pemerintah Kota/ Kabupaten saling koordinasi secara efektif untuk segera menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) dan segala perlengkapan lainnya dengan jumlah yang memadai dan proporsional guna menjamin keamanan, perlindungan dan menjaga stamina para petugas medis yang menangani para pasien Covid-19, mengingat pertanggal tanggal 20 Maret, ada 25 petugas medis di Jakarta positif terinfeksi Covid-19, satu diantaranya meninggal dunia;
- Pemerintah Provinsi Sulsel bersama Pemerintah Kota/ Kabupaten dengan koordinasi yang efektif – mengendalikan ketersediaan kebutuhan/ bahan makanan pokok dengan harga yang tetap terjangkau;
- Upaya lainnya untuk menjamin kondisi sosial yang tetap aman dan kondusif serta terjaminnya hak-hak dasar warga lainnya tetap dapat terpenuhi.
Demikian untuk disebarluaskan. Atas perhatian dan kerjasama semua pihak diharurkan ucapan banyak terima kasih.
Makassar, 21 Maret 2020
Hormat kami,
LBH Makassar
Haswandy Andy Mas
(Direktur)