Hari Ini “Keadilan” Berpihak Pada Petani Yang Tinggal Dalam Kawasan Hutan Kab. Soppeng
Majelis Hakim menjatuhkan vonis bebas (vrijspraak) terhadap 3 (tiga) petani dalam kasus perusakan Kawasan Hutan Laposo Niniconang, Kab. Soppeng. Mereka bernama Jamadi (41 tahun), Sukardi (39 tahun) dan Sahidin (45 tahun). Putusan ini dibacakan pada 21 Maret 2018 di Pengadilan Negeri Watansoppeng, dipimpin langsung oleh Hakim Ketua bernama Irianto Prijatna Utama, S.H., M.Hum. Hakim Anggota I bernama Ahmad Ismail, S.H., M.H. dan Hakim Anggota II bernama Fitrianah, S.H. M.H.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum KELIRU menerapkan UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Harusnya JPU menerapkan undang – undang yang lebih relevan tehadap perbuatan ketiga Terdakwa. Sebab secara filosofis UU P3H ditujukan khusus pada kejahatan perusakan hutan yang dilakukan secara terorganisir sebagaimana tercantum dalam konsiderans UU P3H. Sementara itu, fakta yang terungkap pada persidangan membuktikan bahwa ketiga Terdakwa hanyalah petani tradisional yang menebang pohon dan berkebun hanya semata – mata untuk keperluan sandang, pangan dan papan.
Adapun makna “setiap orang” yang dimaksud UU P3H sebagaimana yang didakwa kepada ketiga Terdakwa adalah orang perseorangan secara terorganisir. Sedangkan perbuatan dari ketiga Terdakwa tidak dilakukan secara terorganisir. Untuk itu, unsur “setiap orang” yang didakwa kepada ketiga Terdakwa tidak terpenuhi, karena perbuatannya termasuk kualifikasi dalam ketentuan umum Pasal 1 UU P3H, yaitu Pasal 1 angka 6 yang mengandung impunitas bagi petani yang hidup secara turun – temurun di dalam atau di sekitar Kawasan hutan yang menebang pohon atau berkebun secara tradisional, tidak untuk kepentingan komersial.
Lebih lanjut, Majelis Hakim menyatakan sependapat dengan pembelaan Penasehat Hukum ketiga Terdakwa yang menyatakan bahwa terdapat ALASAN PENGHAPUS PIDANA bagi ketiga Terdakwa. Kemudian menjatuhkan putusan bahwa perbuatan ketiga Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dan membebaskan ketiga Terdakwa dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Menanggapi putusan tersebut di atas, Penasehat Hukum Terdakwa dari LBH Makassar, Edy K. Wahid, mengatakan bahwa putusan hakim mencerminkan keadilan substansial, karena putusannya bersandar pada fakta hukum persidangan, dan yang paling substansial dalam perkara ini, Majelis Hakim dengan sungguh – sungguh menggali nilai filosofis dan prinsip dasar UU P3H. Putusan ini tidak hanya memberikan keadilan bagi ketiga petani, tapi juga pada 23.428 (dua puluh tiga ribu empat ratus dua puluh delapan) jiwa yang saat ini bertempat tinggal dan mengelola lahan di dalam Kawasan hutan Laposo Niniconang.
Rizki Anggriana Arimbi, Staf WALHI Sulsel sekaligus Korwil Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sul-sel, mengatakan bahwa putusan hakim tersebut di atas menjadi tonggak utama penegakan hukum dalam kasus – kasus kehutanan, sekaligus menjadi pelajaran penting bagi aparat penegak hukum agar tidak lagi melakukan kriminalisasi petani di tengah upaya pemerintah mendorong Reforma Agraria.
Lebih lanjut, Sekjend Front Mahasiswa Nasional (FMN) Makassar, Usman Ali, dan Mensospol Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Makassar, Andi Alauddin, mengatakan bahwa kemenangan ini adalah kemenangan semua kaum tani yang dihasilkan dari sebuah perjuangan kolektif. Dalam hal ini terdapat 30 (tiga puluh) organisasi yang bergabung dalam solidaritas perjuangan petani Latemmamala. Organisasi yang tergabung kemudian mengambil peran non-litigasi berupa kampanye dan pengorganisasian petani untuk menopang perjuangan litigasi yang dilakukan LBH Makassar.
Soppeng, 21 Maret 2018
Narahubung :
0853 9512 2233
(Edy Kurniawan/Kepala Divisi Tanah & Lingkungan LBH Makassar/Penasehat Hukum ketiga Terdakwa)
0813 4210 0642
(Rizki Anggriana Arimbi/WALHI-SS/Korwil KPA Sul-sel)
0853 4377 0009
(Lasalama/Ketua Forbes Petani Latemmamala)