LBH-YLBHI memandang situasi akhir-akhir ini adalah saat genting bagi seluruh rakyat Indonesia terkait upaya pemberantasan korupsi. Turunnya Soeharto dan reformasi 1998 adalah tonggak perlawanan terhadap korupsi. Tetapi saat ini upaya pemberantasan korupsi yang diperjuangankan lebih dari 21 tahun terancam dirampas.
Pelemahan itu terindikasi berjalan melalui dua jalur secara bersamaan yaitu memilih calon pimpinan KPK yang visi-misinya memperlemah pemberantasan korupsi dan revisi UU KPK. Secara diam-diam revisi UU KPK dilakukan meskipun tidak masuk dalam daftar prioritas legislasi dan rencana pembahasan revisi UU KPK ini tidak pernah terdengar sebelumnya.
Keselarasan pelemahan di antara dua jalur ini terindikasi pada hal-hal berikut:
- Pelemahan fungsi penyidikan KPK, termasuk di dalamnya penghentian penyidikan sewaktu-waktu dan membuat penggeledahan, penyadapan, dan operasi tangkap tangan ditentukan oleh pihak lain di luar KPK yaitu Dewan Pengawas.
- Mengontrol pimpinan KPK karena pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Hal ini dilakukan baik dengan berupaya menaruh capim yang rekam jejaknya melemahkan pemberantasan korupsi maupun membuat dewan pengawas untuk mengontrol pimpinan KPK.
Atas hal-hal tersebut kami menyatakan:
- Meminta Presiden untuk tidak menerbitkan Supres agar revisi terhadap UU KPK yang bertendensi melemahkan pemberantasan korupsi oleh KPK.
- Meminta DPR, sebagai wakil rakyat, untuk mendengar rakyat dan menghentikan tindakan-tindakan pelemahan pemberantasan korupsi termasuk di dalamnya pelemahan KPK.
- Mengajak masyarakat luas untuk bersuara meminta Presiden dan DPR berhenti melakukan pelemahan pemberantasan korupsi termasuk didalamnya pelemahan KPK. Korupsi yang menyebabkan pemiskinan dan perenggutan hak-hak kita.
Jakarta, 5 September 2019
LBH Papua, LBH Manado, LBH Makassar, LBH Bali, LBH Palangka Raya, LBH Surabaya, LBH Semarang, LBH Yogyakarta, LBH Bandung, LBH Jakarta, LBH Lampung, LBH Pekanbaru, LBH Padang, LBH Palembang, LBH Medan, LBH Banda Aceh