
Proyek reklamasi CPI adalah sebuah bentuk arogansi dan kesewenang-wenangan Pemerintah Propinsi dalam hal ini Gubernur Sulawesi Selatan yang menimbulkan dampak luarbiasa terhadap penurunan kualitas ekosistem kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil serta kehidupan masyarakat khususnya nelayan. Proyek reklamasi CPI yang dilaksanakan oleh PT. Yasmin Bumi Asri dan Ciputra Surya TBK seluas 157 ha, dimana setelah pekerjaan reklamasi dan bangunan selesai, lahan seluas 57 ha (Wisma Negara) akan di serahkan kepada pemerintah provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya, Ciputra akan menguasai lahan seluas 100 Ha yang diperuntukkan untuk kawasan bisnis, perhotelan, dan pemukiman mewah. Proyek ini jelas merupakan bentuk nyata dari pelanggaran konstitusi Hukum Indonesia. Aturan hukum ditabrak dan dieliminir untuk mewujudkan proyek ambisius yang hanya menguntungkan Korporasi dalam hal ini PT. Ciputra Surya TBK dan PT. Yasmin Bumi Asri sebagai pemodal usaha property. Dalam konteks penegakan hukum, WALHI mengajukan gugatan perdata ke PTUN Makassar dan menggugat:
- Surat Izin Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 644 /6272 / Tarkim tentang Izin Lokasi Reklamasi pada Kawasan Pusat Bisnis Terpadu Indonesia di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Kawasan Strategis Provinsi, atas nama PT. Yasmin Bumi Asri tertanggal 1 November 2013.
- Surat Izin Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Nomor : 644/6273/Tarkim tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi pada Kawasan Pusat Bisnis Terpadu Indonesia di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Kawasan Strategis Provinsi, atas nama PT. Yasmin Bumi Asri tertanggal 1 November 2013.
Pada tanggal 28 Juli 2016 pihak Pengadilan TUN Makassar menyatakan tidak menerima Gugatan WALHI meskipun terdapat kondisi dissenting opinion dalam keputusan ketiga hakim PTUN. Dalam persidangan yang memakan waktu 7 bulan, fakta bahwa Proyek reklamasi CPI terbukti secara nyata melanggar aturan perundang-undangan yang diamanatkan oleh Konstitusi. Bahwa dalam persidangan tidak ditemukan fakta maupun bukti surat terkait adanya Izin Lingkungan sebagai syarat yang wajib dilengkapi dalam menerbitkan izin kegiatan. Tidak adanya Peraturan Daerah (PERDA) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil (RZWP3K) sebagai perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil yang wajib dipenuhi oleh pemerintah daerah. Serta AMDAL masih berupa/bersifat addendum. Selain itu tidak adanya rekomendasi dan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan- KKP, semakin menambah fakta bahwa proyek CPI sangat tergesa-gesa dan menafikan azas kehati-hatian.
Adapun beberapa aturan yang terbukti selama persidangan dilanggar adalah Pasal 50 Ayat 2 dan Ayat (3) Undang – Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. Pasal 16 Ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil.Pasal 16 Ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. Pasal 7 huruf (a) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 17/PERMEN-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. Pasal 22 dan Pasal 25 huruf (c) Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Saat ini menyikapi putusan PTUN Makassar, WALHI bersama Tim Hukum telah mengajukan dan merampungkan memori banding yang telah diserahkan ke PT-TUN Makassar. Oleh sebab itu WALHI bersama Tim Hukum yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar menyatakan bahwa:
- Proyek CPI adalah proyek illegal karena secara nyata dilakukan diatas sejumlah pelanggaran Konstitusi Hukum Indonesia;
- Proyek CPI tidak lebih dari sebuah rekayasa dan Konspirasi Pemerintah Propinsi bersama Korporasi dalam hal ini Ciputra Surya TBK dan PT. Yasmin Bumi Asri untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan property dalam Jargon Waterfront City;
- Proyek CPI sarat dengan pelanggaran konstitusional warga pesisir dan pulau-pulau kecil Makassar. Masyarakat tidak dilibatkan secara aktif dalam pelaksanaan proyek ini. Partisipasi yang ada adalah partisipasi semu dan manipulatif.
- Proyek CPI berdampak pada hancurnya fisik perairan pantai, ekosistem pesisir, dan sumber-sumber penghidupan sosial-ekonomi masyarakat. Reklamasi akan memberikan potensi dampak lingkungan yang massif terhadap pulau-pulau kecil yang berada dalam wilayah kota Makassar.
- Proyek CPI akan semakin melanggengkan proyek-proyek penjualan pesisir selanjutnya.
Dengan berbagai persoalan dan fakta tersebut, Aliansi Selamatkan Pesisir menyatakan, mengajukan dan mendesak Pemerintah:
- Menghentikan seluruh aktivitas proyek CPI karena sarat dengan pelanggaran Hukum sehingga bersifat Ilega;
- Mendesak kepada KLHK dan KKP untuk segera menyegel proyek CPI;
- Melakukan pengkajian ulang proyek CPI serta audit Lingkungan dan perizinan ;
- Melakukan pemulihan- rehabilitasi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil;
- Menghormati penegakan hukum lingkungan hidup, tata ruang serta kelautan dan perikanan terhadap aktifitas reklamasi proyek CPI yang sedang berjalan
Makassar, 21 September 2016
WALHI Sulsel, LBH Makassar,Blue Forest, SolidaritasPerempuan AM, ACC Sulawesi, LAPAR Sulsel, FIK Ornop, YayasanKonservasiLaut, AMAN Sulsel, KN Katalassang,BEM Fakultas Kelautan UH, BEM Mipa Unhas, FOSIS UMI, PKBI, KMP3, FMN Makassar, PEMBEBASAN Makassar, Komunal, PBHI, DEMA FEBI UIN ALAUDDIN, DEMA ADAB DAN HUMANIORA UIN ALAUDDIN MAKASSAR,BEM EKONOMI UNHAS, BEM FIS UNM, BEM FE UNM, BEM MIPA UNHAS, BEM MIPA UNM, HIMAHI UH, BEM FAI UMI, SMI, Gerakan Mahasiswa Pemuda Aru-GMPA, SIMPOSIUM UIN, Senat FIKP UH, Mapala UMI, Masy. Lae-Lae.
Comments
No comment yet.