Pemerintah Provinis Sul – sel maupun PT. Yasmin Bumu Asri dan PT. CIPUTRA selaku pihak pengembang reklamasi CPI telah melakukan pembohongan public dengan mengatakan bahwa sumber material pasir putih untuk urugan reklamasi Centre Point of Indonesia (CPI) berasal dari daerah. Kenyataannya, sumber material pasir putih tersebut diambil dari pulau Gusung Tangngayya yang terletak di sebelah utara Pulau Lae – Lea. Aktivitas penambangan pasir putih sudah berlangsung sejak 2 (dua) bulan yang lalu. Pasir putih diangkut menggunakan kapal tongkang LCT MERANTI 703 Balikpapan. Sedangkan proses pengerukan pasir di pantai gusung menggunakan 2 (dua) eskapator dibantu 3 (tiga) mobil track yang mengangkut dari pantai ke atas kapal.
Pada awalnya, kapal melakukan pengangkutan sebanyak dua kali dalam sehari yakni di waktu pagi dan sore, aktivitas tersebut telah meresahkan warga lae – lae. Pada tanggal 16 Januari 2017 warga lae – lae menegur aktivitas tersebut dan kemudian memeriksa semua surat – surat kapal. Setelah diperiksa, ternyata kapal yang mengangkut pasir tidak memiliki izin pengangkutan pasir melainkan hanya izin pengangkut limbah. Akhirnya warga lae – lae meminta nahkoda kapal untuk menghentikan aktivitas. Namun, keesokan harinya kapal kembali melakukan aktivitas pengangkutan pasir putih hingga sekarang.
Anehnya, sejak ditegur oleh warga, aktivitas pengerukan pasir mulai dilakukan secara diam – diam yakni pada malam hari sekitar pukul 22.00 wita. Setelah kapal terisi material pasir kemudian melakukan pengangkutan pada waktu subuh sekitar pukul 04.00 wita sampai jam 06.00 wita. Material pasir putih diangkut ke lokasi reklamsi CPI dan melakukan pengurugan saat pagi hari sekitar pukul 08.00 wita.
Sebelum adanya aktivitas penambangan pasir putih, pihak PT. Pelindo melakukan pengerjaan rehabilitasi tanggul pemecah ombak di Pulau Gusung Tangngayya, pihak Pelindo melakukn pengerukan pasir di bibir tanggul untuk pemasangan fondasi tanggul yang akan diperluas. Kemudian pasir yang di keruk dibiarkan bertumpuk di pantai dan tidak dikembalikan pada keadaan semula. Pasir yang bertumpuk kemudian diangkut oleh kapal LCT MERANTI 703 Balikpapan untuk digunakan sebagai material urugan lokasi reklamasi CPI. Namun, setelah semua tumpukan pasir habis terangkut, maka pihak pengembang Reklamasi CPI melakukan pengerukan pasir putih di bibir pantai Pulau Gusung Tangngayya.
Penambangan Pasir Putih Meresahkan Nelayan
Pulau Gusung Tangngayya seluas ± 4 ha dihuni oleh sekitar 30 (tiga puluh) nelayan yang berasal dari Galesong Kab. Takalar dan dari Pulau Lae – Lae. Selama ini Pulau Gusung berfungsi sebagai penahan ombak (break water) untuk melindungi pelabuhan Soekarno Hatta. Beberapa diantara mereka telah tinggal sejak tahun 1974. Mereka membangun gubuk kecil di pantai gusung sebelah timur dengan jumlah 15 (lima belas) gubuk. Rata – rata satu gubuk dihuni 2 – 3 orang nelayan. Sebelum dilakukan pengerukan, gubuk nelayan berjarak ± 10 (sepuluh) meter dari bibir pantai. Namun setelah dilakukan pengerukan, pantai yang ditempati gubuk berubah menjadi lautan akibat bekas pengerukan, maka terpaksa nelayan membongkar gubuknya dan memindahkan ke lokasi tepat di samping tanggul pemecah ombak. Meski demikian, jarak gubuk yang baru dibangun sisa ± 1,5 meter dari bibir pantai. Jika terjadi air pasang besar maka air laut menggenangi gubuk mereka setinggi mata kaki orang dewasa. Para nelayan kwatir jika nanti memasuki musim barat sekitar pertengahan bulan februari, gubuk yang mereka tempati tidak akan sanggup membendung terpaan ombak besar beserta angin barat. Selain gubuknya, mereka juga kwatir dengan perahu mereka karena wilayah tambatan perahu sudah hilang akibat pengerukan.
Pelanggaran Hukum
Pengerukan pasir putih di pantai gusung harus memilik Izin Lingkungan, akan tetapi kapal pengangkut maupun pihak pengembang reklamasi CPI tidak memiliki Izin Lingkungan di pulau Gusung Tangngayya. Di sisi lain, lokasi pengambilan pasir untuk urugan reklamasi CPI berdasarkan AMDAL CPI terletak di pulau sandrobenge Galesong Kab. Takalar. Namun kenyataannya pihak pengembang mengambil pasir urugan di Pantai Gusung Tangngayya. Sehingga perbuatan ini merupakan pelanggaran hukum karena pelaksanaan reklamasi tidak sesuai dengan ketentuan dalam AMDAL CPI.
Berdasarkan fakta yang kami uraikan di atas, ASP Makassar meyatakan sikap sebagai berikut:
-
Mendesak pihak pengembang reklamasi CPI untuk menghentikan aktivitas penambangan pasir putih di Pulau Gusung Tangngayya;
-
Mendesak Kapolda Sul-sel agar segera mengambil tindakan tegas kepada pihak pengembang reklamasi CPI yang telah melanggar ketentuan dalam AMDAL CPI;
-
Mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan R.I. dan Kementerian Kelautan dan Perikanan R.I. untuk segara mengambil tindakan berupa penyegelan seluruh aktivitas reklamasi CPI karena telah melanggar ketentuan dalam AMDAL CPI;
-
Mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan pengkajian ulang proyek reklamasi CPI serta audit Lingkungan dan perizinan.
Makassar, 9 Februari 2017
ALIANSI SELAMATKAN PESISIR (ASP) MAKASSAR
WALHI Sulsel, LBH Makassar, Blue Forest, Solidaritas Perempuan AM, ACC Sulawesi, PBHI, LAPAR Sulsel, FIK Ornop, Yayasan Konservasi Laut, AMAN Sulsel, KN Katalassang, BEM Fakultas Kelautan UH, BEM Mipa Unhas, FOSIS UMI, PKBI, KMP3, FMN Makassar, PEMBEBASAN Makassar, Komunal, DEMA FEBI UIN ALAUDDIN, DEMA ADAB DAN HUMANIORA UIN ALAUDDIN MAKASSAR, BEM EKONOMI UNHAS, BEM FIS UNM, BEM FE UNM, BEM MIPA UNHAS, BEM MIPA UNM, HIMAHI UH, BEM FAI UMI, SMI, Gerakan Mahasiswa Pemuda Aru-GMPA, SIMPOSIUM UIN, Senat FIKP UH, Mapala UMI, Masyarakat Lae-Lae
Comments
No comment yet.