Makassar, 29 November 2023. Sebanyak 2 Kepala Keluarga di sekitar Pemakaman Islam Beroangin, Kelurahan Suangga, Kecamatan Tallo terancam rumahnya dibongkar paksa oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar. Pada Rabu, 29 November 2023 DLH Kota Makassar mulai melakukan pembongkaran sebuah bangunan di sekitar rumah warga.
Dalam Surat Himbauan yang diterima, DLH Kota Makassar menyampaikan bahwa akan dibangun pagar pembatas area Pemakaman. Lebih lanjut DLH Kota Makassar memberikan ultimatum kepada warga agar kiranya segera melakukan pengosongan lahan terhitung selama 7 (tujuh) mulai tanggal 14 November sampai dengan 18 November 2023. DLH Kota Makassar mengklaim 2 rumah warga merupakan bagian dari lahan pemakaman dan meminta agar mengosongkannya.
Sementara itu 2 Kepala Keluarga yang menerima Surat Himbauan, telah bermukim di atas lahan seluas 11 x 3 meter tersebut sejak tahun 1981, tepatnya di Jalan Pannampu, Lorong 2 Stapak 1. Dimana dihuni oleh 5 orang dewasa serta 3 orang anak yang akan terancam tidak memiliki tempat hunian, jika DLH Kota Makassar melakukan penggusuran.
Wati salah seorang warga yang menempati lahan telah mendapatkan surat himbauan pada tanggal 1 November 2023, merasa terkejut dengan himbauan yang dikeluarkan DLH Kota Makassar, sebab dia telah tinggal disana selama lebih 40 (empat puluh) tahun.
“Kuburan yang ada tidak dibongkar akan dipertahankan. Kenapa kuburan bisa dipertahankan, sedangkan orang hidup tidak diperjuangkan” tegas Wati
Pengosongan rumah secara sewenang-wenang sejatinya merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia utamanya hak atas tempat tinggal sebagaimana amanat Pasal 28H Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
Tindakan sewenang ini direspon oleh Tim Hukum YLBHI – LBH Makassar dengan mengajukan surat keberatan pada tanggal 27 November 2023 terhadap DLH Kota Makassar. Dalam hal ini patut untuk digaris bawahi terkhusus kepada DLH Kota Makassar adalah berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 (dua puluh) tahun secara terus-menerus berhak menjadi pemegang atas tanah tersebut.
Selanjutnya, Pasal 40 UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Komisi HAM PBB sendiri dalam Resolusi 1993/77 tentang Forced Eviction (penggusuran secara paksa) menyebutkan penggusuran (pengosongan) secara paksa merupakan pelanggaran HAM, terutama hak akan tempat tinggal yang memadai.
Wati mengatakan bahwa tidak ada upaya mediasi dari pihak DLH Kota Makassar melainkan hanya memfasilitasi mobil untuk mengantar barang-barang Wati, namun tidak mengganti kerugian yang dikeluarkan oleh Wati terkait hak properti dalam hal ini bangunan rumah, serta tidak menjamin hak akan tempat tinggal yang memadai sesuai dengan mandat UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Kami tegaskan bahwa upaya pemaksaan pengosongan lahan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar, bukanlah tindakan yang tepat dan perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) dan Pemerintah telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB),” ujar Melisa Koordinator Bidang Hak Ekosob YLBHI LBH Makassar.
Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) adalah meliputi asas: kepastian hukum, kemanfaatan, Ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik. Hal ini dikarenakan, warga sudah menempati rumah tersebut sejak tahun 1981 dan Wati sekeluarga bekerja sebagai penjual bunga dan membersihkan makam, bahkan secara sukarela.
Narahubung:
+62 85255102796 Wati (Warga Terdampak)
+62 81242529770 Melisa (Korbid Hak EKOSOB YLBHI LBH Makassar)