
Rakyat Bersatu, Rebut Kemenangan….!!!
Negara memiliki tanggungjawab memberikan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Segala bentuk kebijakan Indonesia sebagai Negara Hukum harus mengarahkan untuk memenuhi tanggung jawab HAM.
21 tahun usia reformasi, Indonesia bukannya menunjukkan arah kemajuan Demokrasi, tegaknya supremasi Hukum dan HAM, justru yang terjadi malah sebaliknya. Dibawah Rezim Pemerintahan Jokowi, Negara semakin refresif terhadap rakyat.
Dipenghujung kepemimpinan Jokowi pada periode pertama, rakyat dihebohkan dengan berbagai paket Rancangan Undang-Undang yang tidak berpihak pada rakyat, utamanya dalam hal pemenuhan HAM. Lembaga anti rasuah – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang selama ini dipercaya Publik dalam menyelamatkan uang rakyat, dikebiri sedemikian rupa melalui revisi Undang-Undang KPK dan proses seleksi pimpinan KPK yang penuh dengan masalah.
Upaya pemberantasan Korupsi di Indonesia sudah berada di titik nadir, Jokowi enggan menerima usul rakyat untuk menerbitkan Perrpu KPK. Hal ini menunjukkan tidak adanya komitmen Negara untuk membatat habis koruptor di Indonesia, yang selama ini memberi dampak sistemik terhadap pemiskinan.
Janji kampanye Jokowi pada tahun 2014, akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, hanya tinggal kenangan. Selama periode pertama kepemimpinannya, praktek perampasan lahan begitu massif, untuk kepentingan membangun mega proyek infrastruktur seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, pembukaan lahan lahan perkebunan baru dan kawasan industri strategis, serta perkotaan. Semua itu demi percepatan pertumbuhan ekonomi Nasional dan mendukung akumulasi modal Korporasi.
Pada sisi yang lain, kebebasan sipil dan Demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Rakyat yang melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah seringkali harus berhadapan dengan moncong senjata serdadu Negara. Setidaknya dalam 4 tahun terakhir laporan Komnas HAM menempatkan aktor Negara dalam hal ini Institusi Kepolisian sebagai urutan pertama pelaku pelanggar HAM.
Pelibatan aparat keamanan dalam menangani gerakan rakyat yang juga kerap berakhir pada praktik kriminalisasi terhadap petani dan buruh yang menuntut haknya serta aktivis HAM. Mahasiswa dan pelajar yang melangsungkan demonstrasi tak jarang harus direfresif oleh Polisi dengan pengerahan kekuatan secara berlebihan. Kepolisian dalam beberapa kasus penanganan tindak pidana mengabaikan standar HAM dan tahapan Prosedur, sering kali menggunakan senjata api dalam penegakan hukum.
Pemerintah juga belum mampu menyelesaikan persoalan Papua. Aktivis Papua terus ditangkapi, rakyat Papua bahkan harus meregang nyawa akibat popor senjata dari pengerahan pasukan TNI-Polri dengan dalih keamanan dan pertahan Negara.
Pada aspek yang lain, Negara masih melakukan pembiaran terhadap diskriminasi dan persekusi tehadap kelompok minorotas agama, suku, keberagaman SOGIESC, bahkan sering kali menjadi pelaku.
Praktek ekonomi Indonesia yang didikte oleh kepentingan Oligarki, mengakibatkan kemandulan Negara dalam memastikan perlindungan dan pemenuhan HAM. Komnas HAM menempatkan Korporasi pada urutan kedua pelaku pelanggar HAM. Pembakaran hutan untuk perluasan perkebunan, perampasan lahan petani, politik upah murah bagi buruh, pencemaran lingkungan dari industri ekstraktif, reklamasi pantai yang merusak keseimbangan lingkungan dan merampas wilayah kelolah nelayan, menjadi sederetan gambaran kasus dengan pelaku utama Korporasi, melalui izin Negara.
Kontekstasi politik 2019 berakhir dengan kemenangan telak kelompok Oligarki. Periode Kedua rezim Jokowi, akan fokus menarik sebesar-besarnya investasi dengan mempermudah izin bagi investor. Berbagai paket kebijakan dan RUU yang jelas berpotensi merampas hak-hak rakyat kembali akan dibahas DPR RI bersama Pemerintah dalam Prolegnas 2020-2024. Sementara itu tidak ada komitmen tegas Negara untuk menyelesaikan persoalan yang telah terjadi.
Kita bisa membayangkan betapa besar ancaman didepan. Sikap Negara yang cenderung anti rakyat, dan lebih memihak pada kepentingan para oligarki bisnis, tentu menjadi tantangan bagi jalannya Demokrasi dan tegaknya HAM di Indonesia. Dampaknya akan menambah kemiskinan dan penderitaan rakyat semakin meluas.
Melihat situasi semacam ini, tidak ada jalan lain, selain membangun kekuatan Solidaritas Rakyat demi merebut dan memperoleh penghidupan yang layak. Bagi Negara dan Oligarki, mereka akan terus mengakumulasi kekuasaan dan Kapital dengan memeras keringat rakyat dan sumberdaya alam Indonesia. Kita harus nyalakan tanda bahaya…!!!
Berdasarkan gambaran diatas, menyambut peringatan Hari HAM Internasional, RAKYAT MELAWAN OLIGARKI, mendesak :
- Tuntaskan Pelanggaran HAM Masa lalu dan Adili Penjahat HAM; Pulihkan Hak Hak Korban Segera !;
- Hentikan Perampasan Hak Rakyat, Hentikan Kriminalisasi Rakyat dan Aktivis HAM,
- Hentikan Diskriminasi dan persekusi terhadap kelompok minoritas dan keberagaman SOGIESC;
- Jalankan Supremasi Sipil, Tolak TNI & Polri Menempati Jabatan Sipil;
- Stop Militerisme Di Papua dan Daerah Lain, Bebaskan Tahanan Politik Papua Segera Tanpa Syarat !
- Menolak Paket Kebijakan Yang tidak Pro Rakyat – RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan; Mendesak Disahkannya RUU PKS dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga;
- Hentikan Pembakaran Hutan Di Kalimantan & Sumatera Yang Dilakukan Oleh Korporasi, dan Pidanakan Korporasi Pembakar Hutan, Serta Cabut Izinnya;
- Hentikan pemberian Grasi terhadapt terpidana Koruptor.
- Cabut PP 78 dan Hentikan Politik Upah Murah;
- Hentikan Tambang Bermasalah Di Sulawesi Selatan;
- Stop Perampasan dan Penggusuran Tanah Rakyat (Bara-Baraya, Kakatua, Petani Polongbangkeng Vs PTPN XIV);
- Stop Pelarangan Jam Malam di Kampus ( UINAM, UNHAS, UMI, UNIFA, STIEM BONGAYYA).
Makassar, 10 Desember 2019
Rakyat Melawan Oligarki
Comments
No comment yet.