Press Release Aliansi Bantuan Hukum Makassar: “Mengutuk Keras Kekerasan Aparat terhadap Aksi Demonstrasi dan Penghalangan Akses Bantuan Hukum”

Kekerasan terhadap aksi demonstrasi kembali terjadi di Makassar. Sepanjang tahun 2019 hingga tahun 2020 represi demi represi terhadap aksi damai yang dilakukan oleh masyarakat sipil terus dilakukan. Pada September 2019 misalnya, kepolisian membubarkan dan menangkap massa aksi #ReformasiDikorupsi di Makassar bahkan di seluruh Indonesia dengan tindak kekerasan. Aksi kekerasan aparat terhadap massa aksi damai kembali terjadi pada aksi demonstrasi pada bulan Juli yang lalu, tidak sampai di situ, aksi kekerasan aparat kembali terjadi terhadap massa aksi pada Peringatan Hari Tani Nasional 24 September 2020.

Pembubaran aksi Hari Tani Nasional di Makassar terjadi tak lama setelah ratusan peserta aksi “Aliansi Gerakan Rakyat Makassar” bergabung dengan peserta aksi Aliansi lainnya yang datang dari atas jembatan layang. Setelah bergabung, ratusan peserta aksi bergeser tepat dihadapan gedung DPRD Sulsel. Peserta aksi yang jumlahnya mencapai ratusan, berdiri, bersorak-sorak, sambil mendengar orasi dari mobil komando.

Satuan pengamanan mencoba mendekati kerumunan massa aksi hingga sempat terjadi adu mulut. Tak berselang lama, tiba-tiba Polisi, maju dan menangkapi satu per satu massa aksi.

Barisan peserta aksi tercerai berai. Mereka berlarian setelah banyak Polisi mengejar. Peserta aksi yang tertangkap dipiting, diseret di aspal dan dikeroyok dengan cara dipukul dan ditendang. Setelah itu, mereka lalu dimasukkan ke dalam mobil Jatanras, Avanza putih dan truk polisi sebelum kemudian dibawa ke Polrestabes Makassar. Peristiwa terjadi sekitar pukul 14.20 Wita.

Massa aksi yang mengikuti mahasiswa dan pelajar yang ditangkapi ikut dikejar, dipukul dan ditangkap. Di antara mereka terdapat yang mengalami luka hingga mengucur darah di bagian wajah, pelipis mata, dan kini sedang dirawat di RS Ibnu Sina, Makassar.

Pukul 14.54 wita mereka yang ditangkap dibawa ke kantor Polrestabes Makassar. Sebanyak 24 peserta aksi yang ditangkap, dua diantaranya merupakan ketagori anak.

Massa aksi yang ditangkap mendapatkan dukungan dari aksi solidaritas kawan-kawan massa aksi lainnya mendatangi Polretabes Kota Makassar untuk menjemput kawan mereka yang tertangkap. Namun aksi solidaritas mereka tidak diindahkan oleh Aparat Polrestabes Makassar. Mereka malah dibubarkan paksa dengan tindakan kekerasan. Selain itu, ada 4 orang massa aksi yang bersolidaritas kemudian ikut ditangkap.

sekitar pukul 17.00 WITA para Advokat yang tergabung dalam Aliansi Bantuan Hukum Makassar mendatangi kantor mapolrestabes Makassar untuk memberikan akses bantuan hukum kepada mereka yang tertangkap. Namun, akses untuk bertemu dengan peserta aksi yang ditangkap tidak di berikan izin oleh kepolisian.

Aparat Kepolisian sebagai alat negara yang seharusnya menegakkan Hukum dan HAM, justru mengkhianati penegakan Hukum dan HAM dengan mengekang kebebasan berpendapat yang telah jelas diatur dalam berbagai peraturan baik Nasional maupun Internasional. Selain itu kepolisian telah pula melanggar hak setiap orang untuk memperoleh akses bantuan hukum.

 

Analisis Hukum

Pembubaran Aksi secara paksa telah melanggar konstitusi (Pasal 28 Ayat 3 UUD NRI 1945),  pembubaran tersebut juga kontraproduktif dengan tugas dan fungsi kepolisian yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap penggunaan hak kebebasan berpendapat berdasarkan UU No. 9 Tahun 199

Tidak ada alasan yang membenarkan penghalang-halanagan  terhadap aksi demonstrasi yang dilakukan secara damai, sehingga tindakan pembubaran tersebut merupakan kejahatan yang harus diancam dan harus diproses secara pidana.  Sebagaimana dimaksuda dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2)  UU No. 9 Tahun 1998 Tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di Muka Umum yang menyatakan bahwa:

Ayat (1) “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undangundang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun” Ayat (2) “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.”

Tidak diberikannya akses bantuan hukum kepada mereka yang ditangkap pada aksi tersebut adalah pelanggaran terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan bantuan hukum, hal mana telah diatur dalam berbagai peraturan perundangan-undangan, seperti:

Pasal 14 ayat 3 huruf d UU No. 12 tahun 2005 tentang Ratifkasi Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, yang intinya menyatakan: “Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 56 KUHAP yang berbunyi: “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam pidana atau pidana pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai benda hukum sendiri, pejabat yang pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib mengacu pada hukum bagi mereka”.

Pasal 27 Ayat 1 Huruf a Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa: Setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa wajib: a. memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa untuk menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai.

Tindakan penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat kepolisian dinilai melanggar Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian yang mana pada pasal 11 ayat (1) a dijelaskan bahwa setiap petugas/anggota Polri penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum.

Selain itu, tindakan kekerasan yang menyebabkan luka terhadap massa aksi dinilai melanggar Perkap No. 1 tahun 2009 tentang penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian melanggar prinsip nesesitas, proporsionalitas dan reasonable yang tertuang pada ayat (3).

berdasarkan hal-hal tersebut diatas, kami Aliansi Bantuan Hukum Anti Kekerasan menyatakan sikap dan menuntut:

  1. Presiden RI untuk mengevaluasi kinerja kepolisian yang semakin hari semakin menunjukkan watak represifnya.
  2. Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mengubah pendekatan pengendalian massa agar sesuai dengan standar-standar hak asasi manusia yang berlaku, termasuk yang diatur dalam Peraturan Kapolri No. 16 tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, serta No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  3. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan untuk bertanggungjawab dan menindak tegas dengan melakukan proses hukum baik etik maupun pidana anggota POLRI di jajarannya yang melakukan kekerasan dan pelanggaran protap dalam penanganan aksi demonstrasi.
  4. KAPOLRESTABES Makassar untuk membuka akses bantuan hukum kepada seluruh peserta aksi yang ditangkap;
  5. Kompolnas untuk melakukan investigasi terhadap tindakan aparat Polrestabes Makassar;
  6. Komnas HAM agar melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh aparat Polrstabes Makassar.

Demikian untuk disebar luaskan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih

 

Makassar, 25 September 2020

Aliansi Bantuan Hukum Makassar

YLBHI-LBH MAKASSAR, PBHI SULSEL, YLBHM,

LBH APIK MAKASSAR, LKBH UNSA MAKASSAR, LBH PERS MAKASSAR

 

Narahubung:

A Haerul Karim, S.H. (YLBHI-LBH Makassar/081343985796)

Syamsumarlin, S.H. (PBHI Sulsel/085342045442)

Ahmad Yuskirmansyah, S.H. (YLBHM/082189407234)

Rosmiaty Azis, S.H. (LBH APIK MAKASSAR/081242843387)

Maemanah, S.H., M.H. (LKBH UNSA Makassar/085242084319)

Fajriani Langgeng, S.H. (LBH PERS MAKASSAR/ 085255514450)

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

WhatsApp Image 2025-01-22 at 17.54
Tuntut Transparansi Dana, Pemerintah Desa Justru Mengkriminalisasi Warga Lampuara
web
Bencana Longsor Kembali Terjadi, Pemkab Luwu dan PT. Masmindo Dwi Area Abai Patuhi Aturan Larangan Aktivitas Penambangan di Wilayah Rawan Bencana
WhatsApp Image 2025-01-17 at 17.21
Gagalnya Implementasi UU TPKS: PGRI, Polri dan SLB Laniang tidak Berpihak kepada Korban Siswi Disabilitas
Skip to content