Takalar, 16 Agustus 2024. Ratusan Petani Takalar-Gowa bersama solidaritas Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT) menggelar Panggung Rakyat di Posko Perjuangan Petani, Dusun Sunggumanai, Desa Pa’bentengang, Gowa. Kegiatan ini dilakukan untuk memperkuat gerakan tani dan solidaritas gerakan rakyat. 79 tahun pasca kemerdekaan tidak membuat Petani dapat merasa aman untuk menggarap tanahnya. Tanah mereka dapat serta merta diambil oleh Pemerintah dengan dalih, Petani yang telah menggarap tanah tidak memiliki bukti kepemilikan atas tanah.
Panggung rakyat ini dimulai dengan mendengar kesaksian Petani yang mengalami ancaman perampasan tanah dari Pemerintah Kabupaten Gowa, untuk perluasan Bumi Perkemahan Caddika. Selanjutnya perwakilan petani dari 7 Desa di Polongbangkeng Takalar menyampaikan kesaksiannya terkait dengan Tanah mereka yang dirampas oleh Pemerintah untuk Perkebunan di Pabrik Gula Takalar.
“Nakke mi inne korban rinne ri Gowa, ero nialle buttaku, eroni gusur, mingka kukana, langkahi dulu mayatku (Saya ini korban di Gowa, mau diambil tanahku, mau digusur, tapi saya bilang langkahi dulu mayat saya),” mama Ati, pemilik lahan.
Salasari Dg Ati merupakan salah seorang dari 9 KK petani yang memiliki lahan di Dusun Sunggumanai Desa Pa’bentengang, Bajeng, Gowa. Padahal mereka telah memiliki dan menguasai lahan di wilayah tersebut secara turun-temurun sejak tahun 1930-an jauh sebelum Indonesia merdeka yang diwariskan dari orang tuanya. Selain itu dalam Panggung Ekspresi ini didengarkan juga kesaksian dari perwakilan Petani di Polongbangkeng Takalar yang lahannya di rampas oleh PTPN- Pabrik Gula Takalar.
“Insya Allah besok tanggal 17 Agustus, hari kemerdekaan Indonesia yang ke 79, tapi kita sebagai Petani sampai sekarang belum merasakan kemerdekaan. Kita masih terjajah, yang menjajah kita bukan bangsa Belanda, bukan bangsa Jepang, tapi bangsa kita sendiri. Padahal petani itu penyangga tatanan negara Indonesia, negara ini akan hancur tanpa petani, tapi kenapa petani tidak diperhatikan oleh pemerintah, jangankan dikasih tanah untuk bercocok tanam, tanah kita saja dirampas,” Idris Dg Nyaling, Petani dari Ko’mara.
Setelah semua warga menyampaikan kesaksian yang mereka alami. Kesaksian tersebut kemudian ditanggapi dari beragam perspektif. Salah satu penanggap adalah Taufik Kasaming dari Perserikatan Petani Sulawesi Selatan. Pentingnya solidaritas dan penguatan Petani yang sadar akan persoalan yang dihadapinya sembari memulai tanggapannya dengan metode memperdengarkan lagu Desa.
“Penting untuk setiap petani yang hadir untuk memperluas solidaritas, menggalang dukungan sesama kaum tani yang mengalami penderitaan yang sama, hanya dengan jalan solidaritas dan menguatnya gerakan tani, maka Petani dapat berdaulat atas tanahnya,” Ujar Taufik Kasaming
Secara hukum, menurut Melisa Ervina Anwar, Koordinator Bidang Hak Ekosob YLBHI-LBH Makassar, baik Petani di Takalar yang berhadapan dengan PTPN, maupun Petani di Panjo’jo yang berhadapan dengan Pemerintah Kabupaten Gowa, memiliki hak untuk mempertahankan dan merebut hak atas tanahnya. Serta kehadiran aparat Keamanan harus bersikap netral dan tidak mengintimidasi ataupun melakukan tindakan represif terhadap warga.
“Para petani memiliki hak atas tanah yang dijamin dan dilindungi oleh Konstitusi, Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kehadiran negara harusnya hadir untuk melindungi dan memenuhi hak warga negaranya. Termasuk dalam hal ini TNI Polri sebagai Aparat Penegak Hukum, tidak hanya menjadi pengamanan perusahaan dan pemerintah tetapi dapat menghadirkan untuk melindungi petani yang memperjuangkan hak atas tanahnya,” ujar Melisa Ervina Anwar
Dalam kegiatan ini selain diskusi dan refleksi kemerdekaan dari Warga, yang ditanggapi oleh solidaritas, juga digelar Panggung Bebas Ekspresi dan kegiatan kesenian. Terdapat perwakilan petani yang memainkan gendang dan sinrili yang merupakan kesenian tradisional di Takalar. Selain itu juga terdapat kegiatan, puisi dan Teater dari Forum Diskusi Mahasiswa Topoyo (FDMT). Teater ini mengangkat tema “Tanda Tanya Untuk Rakyat” yang menampilkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat mulai dari Perampasan Tanah hingga Korupsi. Kegiatan ditutup dengan membacakan Pernyataan Sikap dari Petani Pa’bentengang Gowa dan Polongbangkeng Takalar, sebagai refleksi kemerdekaan, dengan berdaulat atas tanahnya.
***
Narahubung:
+62 813-4295-3475 – Desy (SPAM)
+62 812-5286-8330 – Razak (LBH Makassar)