Hampir sebulan ini kita disuguhkan fenomena pemblokadean jalan oleh warga di Jalan Abu Bakar Lambogo, Makassar. Hal itu merupakan reaksi dari warga atas ketidakpatuhan Pangdam VII Wirabuana (sekarang Pangdam XIV Hasanuddin) terhadap supremasi hukum sipil. Seperti kita ketahui bersama bahwa pihak Pangdam XIV Hasanuddin dan warga terlibat sengketa lahan yang diklaim oleh Pangdam sebagai tanah okupasi yang harus dikosongkan, sementara tanah itu adalah tanah milik warga yang sah secara hukum.
Beberapa waktu yang lalu, pihak pangdam XIV Hasanuddin telah melakukan eksekusi rumah terhadap 78 KK yang terletak di dalam kompleks Asrama Bara-Baraya dengan cara tidak manusiawi. Sekarang, pihak pangdam XIV Hasanuddin kembali memperlihatkan kebrutalannya dengan mengeluarkan Surat Peringatan I (SP I) hingga SP III kepada 28 KK yang bermukim di luar asrama, sementara hingga saat ini belum ada putusan yang tetap (inchract) yang dikeluarkan oleh pengadilan.
Rantai Perjuangan Bara-baraya
Rapat Dengar Pendapat ( RDP ) digelar pada 15 Maret 207 bersama anggota DPRD, Pemerintah Kota Makassar, Kodam XIV Hasanuddin, warga Bara-Baraya, Pihak BPN Makassar serta pihak-pihak terkait. Rapat tersebut menghasilkan rekomendasi agar pihak Kodam menahan diri dalam segala tindakan kontra produktifseperti menggusur sebelum keluarnya putusan persidangan yang berkekuatan hukum tetap.
Kunjungan warga Bara-Baraya ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar sehari setelah RDP juga menghasilkan angin segar. Pihak BPN mengatakan bahwa hingga saat ini, pihaknya hanya mempunyai data mengenai sertifikat atas nama Moedhinoeng Dg. Matika, tidak ada sama sekali kepemilikan tanah a.n H. Achmad Andi Umar yang menjadi klaim pihak Kodam. Perbedaan data tersebut justru memberatkan pihak Kodam karena nama yang sering disebut sebagai pemilik sah (H. Achmad Andi Umar) adalah nama fiktif. BPN juga memberikan jaminan kepada warga bahwa akan mengonversi bentuk kepemilikan tanah yang tadinya Akta Jual Beli (AJB) menjadi Sertifikat Hak Miliki (SHM).
Hasil sidang pembuktian pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tanggal 29 Maret 2017 kembali menguatkan posisi warga sebagai pemilik tanah yang sah. Bukti Perjanjian Sewa-Menyewa (PSM) yang dimaksud oleh Pangdam XIV Hasanuddin dengan Nurdin Dg. Nombong merupakan data fiktif karena bukti PSM yang dimaksud oleh Pangdam hanyalah surat sepihak dalam bentuk surat pernyataan yang dibuat oleh pihak Pangdam XIV Hasanuddin. Bukan hanya itu saja, bukti verponding yang diajukan oleh Pangdam XIV Hasanuddin berbeda dengan verponding yang dijadikan rujukan pada sertifikat. Verponding yang diajukan oleh pangdam 1165, sementara verponding pada sertifikat adalah 2906.
Tanggal 31 Maret 2017, Komnas HAM RI kembali mengeluarkan surat Rekomendasi terkait aduan warga Bara-Baraya yang ditujukan kepada Pangdam XIV Hasanuddin. Surat ini berisi permintaan kepada Kodam untuk menghargai proses hukum yang ditempuh oleh warga Bara-Baraya dan tidak melakukan penertiban/penggusuran hingga adanya putusan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde).
Berbagai hal yang telah kami sebutkan di atas tetap saja tidak memberikan dampak. Sampai detik ini pihak Pangdam XIV Hasanuddin belum pernah mengeluarkan statement bahwa tidak akan melakukan penggusuran hingga adanya putusan hukum yang tetap yang dikeluarkan oleh pengadilan. Berbagai berita yang dirilis oleh media menyebutkan bahwa pihak pangdamhanya akan menunda proses penggusuran.
Berdasarkan hal tersebut, kami dari Aliansi Bara-Baraya Bersatu sangat menyayangkan kondisi yang terjadi. Hal ini menjadi bukti bahwa hari ini Supremasi Hukum Sipil begitu lemah ketika berhadapan dengan militer. Hal ini juga dibuktikan dengan tidak hadirnya pemerintah dalam hal ini pemerintah Kota Makassar dan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam mengawal kasus tersebut padahal pemerintah seharusnya diselenggarakan berdasarkan dari oleh dan untuk rakyat.
Maka dari itu, kami dari ALIANSI BARA-BARAYA BERSATU dengan tegas menyatakan sikap sebagai berikut :
-
Meminta Pangdam XIV Hasanuddin untuk mentaati proses hukum hingga adanya putusan hukum yang sah (inkracht van gewijsde) yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan;
-
Meminta kepada Pangdam XIV Hasanuddin untuk bersedia dicopot dari jabatannya apabila tetap melakukan penggusuran sebelum adanya putusan yang inkchract;
-
Meminta DPRD Provinsi Sulawesi Selatan untuk mengawal kasus ini secara konsisten dalam bentuk mediasi warga dan Pangdam XIV Hasanuddin hingga kedua belah pihak bersepakat untuk menaati rekomendasi Komnas HAM tanggal 31 Maret 2017 dalam bentuk nota kesepahaman;
-
Meminta kepada hakim untuk bersikap netral dan memberikan putusan seadil-adilnya dengan mempertimbangkan rasa keadilan yang ada di masyarakat;
-
Meminta keterlibatan negara dalam hal ini pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan pemerinah Kota Makassar untuk tidak lepas tangan terhadap konflik yang melibatkan warga sipil dan militer;
-
Meminta kepada Badan Pertanahan Nasional untuk merealisasikan janji kepada warga bahwa akan mengonversi bukti kepemilikan tanah warga dari AJB menjadi SHM serta menyampaikan kepada Pangdam XIV Hasanuddin baik secara lisan dan tulisan bahwa tanah yang ditempati oleh warga adalah milik warga yang sah secara hukum karena tanah tersebut telah dijual oleh ahli waris kepada warga.
Panjang Umur Perjuangan!!!
Hidup Rakyat!!!
Hidup Bara-Baraya…!!!
Makassar, 18 April 2017
ALIANSI BARA-BARAYA BERSATU
#AliansiBaraBarayaBersatu
#SaveBaraBaraya
#rebutkeadilanta’
*) Pernyataan Sikap ini juga dapat diakses melalui Petisi : Panglima TNI, Hentikan Intimidasi & Penggusuran Warga Bara-baraya Makassar
Comments
No comment yet.