Siaran Pers
Launcing Posko Pengaduan & Konferensi Pers Bersama
Negara Harus Memastikan Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Buruh
Selama Masa Pandemi Covid-19
Salam Perjuangan Rakyat!!!
Salam pergerakan Buruh!!!
Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjamin Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Negara memiliki kewajiban (duty bearer) dalam memastikan kesejahteraan demi keberlangsungan hidup setiap warga Negaranya. Kewajiban itu termanifestasikan salah satunya ke dalam bentuk memberikan jaminan Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak kepada setiap warga Negara, yang juga merupakan sebuah hak yang melekat pada setiap Individu masyarakat. Ketentuan tersebut telah diatur dalam UUD 1945, UU No.39 tahun 1999 tentang HAM, UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU N0.11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.
Namun dalam praktek penegakan HAM, Negara gagal melindungi dan memenuhi hak-hak Rakyat. Hal ini bisa disaksikan dengan sangat jelas dari sikap Pemerintah dalam menanggulangi penyebaran Covid-19 yang mengancam ratusan juta Rakyat Indonesia. Sejak Covid-19 atau Virus Corona ditetapkan sebagai Pandemi oleh World Health Organzation (WHO), Pemerintah tidak sigap mengambil langkah Preventif untuk meminimalisir secara maksimal pencegahan penyebaran Covid-19 masuk ke Indonesia. Parahnya, pemerintah menunjukkan sikap abai dan memandang enteng dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kontra produktif yang cenderung nyeleneh.
Kegagalan Negara dalam menjamin hak atas perlindungan dari ancaman bahaya dan kesehatan warga Negara dengan tidak adanya tindakan preventif pada awal Pandemi Covid-19, telah berimbas pada stabilitas Ekonomi, Politik dan Sosial di Indonesia. Kegagalan Negara dalam melindungi dan memenuhi hak atas kesehatan, memberikan imbas pada hak-hak yang lainnya. Dalam perspektif HAM, terdapat prinsip Interdependensi, apabila satu hak yang terlanggar atau gagal dipenuhi, maka akan berdampak terhadap hak-hak yang lain.
Ditengah pembatasan ruang gerak rakyat untuk tidak berkumpul dan berkerumun, DPR malah melakukan kerumunan dengan tetap membahas Omnibus Law RUU Ciptakerja yang sejauh ini di Tolak oleh Serikat-Serikat Buruh karena akan berdampak pada perlindungan hak-hak buruh. Pembahasan Omnibus Law ini adalah bentuk penghianatan DPR terhadap rakyat yang telah memilihnya. Penolakan terhadap Omnibus Law Ciptakerja, tidak hanya di Tolak oleh Serikat-Serikat Buruh, tapi juga ditolak oleh kelompok-kelompok rakyat lainnya seperti petani, nelayan dan miskin kota karena akan berdampak pada penghidupan mereka.
Dengan membahas Omnibus Law RUU Ciptakerja pada masa pandemi, akan berakibat pada kurangnya kontrol rakyat terhadap pembahasan Omnibus Law RUU Ciptakerja. Hal ini akan berdampak pada hilangnya nilai demokratis terhadap RUU tersebut, tidak akan ada rakyat yang berani datang untuk memberikan pendapatnya secara langsung ke gedung DPR dan menghadiri pertemuan-pertemuan konsultasi publik karena mereka akan takut tertular.
Kebijakan pembatasan ruang gerak yang dikeluarkan oleh Pemerintah demi meminimalisir penyebaran Covid-19 ditengah masyarakat, juga berdampak pada stabilitas Ekonomi. Sudah terdapat banyak Perusahaan yang mengaku megalami penurunan penghasilan dan menganggap mengalami kerugian sehingga “tidak mampu” lagi memberikan upah pada Pekrja/Buruh. Akbibatnya, gelombang kebijakan Perusahaan me-rumah-kan bahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dengan massif.
Berdasarkan keterangan dari Menteri Ketenagakerjaan yang dilansir cnnindonesia.com pada 13 April 2020, sebanyak 90 % Buruh telah dirumahkan (Diliburkan) dan 10% telah di-PHK dari tolal 1.506.713 Buruh. Untuk situasi Kota Makassar, tercatat di Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar sebanyak 7.983 Pekerja dirumahkan dari 247 Perusahaan dan yang terdampak PHK sebanyak 244 orang (fajar.co.id, /15/04/2020).
Pada beberapa kasus, terdapat kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan telah mengebiri hak-hak Buruh dengan alasan Perusahaan mengalami kerugiaan karena situasi Pandemi Covid-19. Di Makassar, berdasarkan data yang diterima oleh Serikat Buruh, bentuk-bentuk kebijakan perusahaan yang dianggap tanpa perlindungan Hak Buruh oleh Negara, seperti terdapat Perusahaan yang me-rumah-kan Buruh/Pekerjanya dengan tidak memberikan upah, terdapat setidaknnya 3 Perusahaan yang memberlakukan kebijakan Kerja Rolling dengan tidak membayar upah bagi yang tidak bekerja (no work no pay), melakukan rolling terhadap pekerja, seharusnya disamakan dengan merumahkan pekerja. Terakhir, juga terdapat 1 Perusahaan mengeluarkan kebijakan pengurangan jam kerja yang berimbas pada pengurangan upah kerja.
PHK Buruh dengan dalih Perusahaan mengalami kerugian tanpa adanya proses audit, merumahkan pekerja tanpa diberi upah, menerapkan upah berdasarkan hitungan jam, pengurangan upah dengan dasar yang tidak jelas, telah melanggar ketentuan dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap hak-hak Buruh.
Di sisi lain, Pemerintah Pusat telah memberlakukan program Kartu Prakerja guna membendung efek PHK yang dianggap mampu menutupi kebutuhan para Buruh yang telah di-PHK. Jika dipandang secara kritis, Program Kartu Prakerja akan melegitimasi terjadinya gelombang PHK secara besar-besaran. Pemerintah seakan-akan memberikan jalan bagi perusahaan untuk melakukan PHK terhadap Buruh tanpa melihat ketentuan yang berlaku.
Program Kartu Prakerja ini tidak manusiawi jika digunakan untuk menanggulangi efek dari gelombang PHK. Setiap orang yang memiliki kartu Prakerja akan mendapatkan biaya sebasar Rp. 600.000,- perbulan selama 4 bulan. Nominal tersebut jauh dari mencukupi kebutuhan pokok para Perja/Buruh, terutama kepada yang telah berkeluarga. Selain itu, diprediksi Kuota kartu prakerja tidak akan mencukupi jika dilihat dari angka pengangguran di Indonesia saat ini dan langkah-langkah pemerintah dalam memutus rantai penyebaran Covid-19 yang diprediksi memakan waktu sangat panjang, berakibat pada bertambahnya jumlah pekerja/Buruh yang akan di-PHK.
Memestinya Negara harus memastikan agar Perusahaan tidak membuat Kebijakan yang dapat merugikan Buruh selama Masa Pandemi Covid-19 ini. Apabila Pemerintah tidak tegas, maka situasi ini akan sangat membahayakan masyarakat secara luas, yang tentu akan merugikan Negara dari segi keuangan untuk mengatasi dampak ekonomi warganya, situasi dan potensi ancaman kelaparan hingga gejolak sosial politik mungkin saja terjadi jika Perusahaan di biarkan seenaknya membuat kebijakan yang merugikan Buruh.
Di Sulawesi Selatan, Dinas Tenaga Kerja hanya melakukan pendataan terhadap buruh yang di PHK untuk kepentingan Kartu Prakerja, Dinas Tenaga Kerja sama sekali tidak mempedulikan pelanggaran hak-hak pekerja yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengatur tentang pidana membayar upah yang tidak sesuai Upah Minimum, juga telah mengatur mekanisme PHK dan Merumahkan karyawan.
Hak-hak pekerja tersebut seolah tidak dipedulikan oleh dinas tenaga kerja sehingga dinas tenaga kerja selama masa pandemi bekerja tanpa dasar peraturan perundang-undangan, padahal Dinas Tenaga Kerja memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, bahkan selaku penyidik pegawai negeri sipil dibidang ketenagakerjaan, dinas tenaga kerja dapat melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap pidana ketenagakerjaan. Namun kewenangan tersebut sama sekali tidak di lakukan dengan alasan pengusaha saat ini merugi, sementara undang-undang ketenagakerjaan telah mengatur bahwa alasan PHK dengan alasan perusahaan merugi hanya dapat dilakukan dengan alasan perusahaan merugi dua tahun berturut-turut dengan menunjukkan hasil audit dari auditor independen.
Melihat situasi yang dipaparkan di atas, YLBHI-LBH Makassar, SPN SULSEL, FPBN-KSN, GSBN-SGBN, FSB KAMIPARHO KSBSI membuka POSKO PENGADUAN KASUS BURUH DI MASA PANDEMI COVID-19. Posko ini akan menerima pengaduan secara online melalui formulir online yang telah disiapkan dan akan disebar melalui media sosial. Posko ini juga tersedia di sekertariat-sekertariat serikat buruh yang tergabung dalam posko ini.
Pengaduan yang masuk selanjutnya akan di hubungi secara online dan akan memberikan pendampingan Advokasi untuk mendesak Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah agar:
- Memberikan perlindungan dan memastikan pemenuhan terhadap hak-hak Buruh.
- Memastikan Perusahaan tetap membayar upah bagi Buruh yang diliburkan atau di-rumah-kan sementara karena alasan Pandemi Covid-19.
- Memaksimalkan Perusahaan memberikan perlindungan kesehatan dengan melengkapi APD kepada Buruh yang harus tetap bekerja selama masa Pandemi Covid-19.
- Mendesak perusahaan agar tidak melakukan PHK secara sepihak terhadap Buruh.
- Memberlakukan Karantina wilayah dengan keawajiban memenuhi kebutuhan pokok setiap warga Negara.
- Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Ciptakerja dimasa Covid 19
Makassar, 20 April 2020
POSKO PENGADUAN KASUS BURUH DAMPAK DARI COVID-19
( YLBHI-LBH Makassar, SPN SULSEL, FPBN-KSN, GSBN-SGBN, FSB KAMIPARHO KSBSI )
Narahubung:
- Muhamad Haedir – LBH Makassar (085341016455)
- Asniaty – GSBN (085353250000)
- Mohammad Hatta – FPBN (081241778600)
- Kurniawan – FSB KAMIPARHO KSBSI (082337174125)
- Salim Samsur – KSN SULSEL (081242957256)
Catatan : Formulir Pengaduan Kasus Secara Online dapat diakses melalui https://bit.ly/PengaduanBuruhSulsel