Tiga Buruh panggul PT. Sungai Budi dilaporankan oleh Kepala UP Cabang Makassar atas tuduhan pencurian Karung Bekas Tepung Rose Brand. Mereka masing-masing, Sainuddin (48), Irsal (37) dan Bahrul (27), pada Kamis 16 April 2020, sekitar pukul 15.30 Wita digelandang ke Polsek Tamalanrea tanpa surat penangkapan.
Saat dijemput oleh seorang anggota Polisi bersama Sutarli (Kepala UP PT. Sungai Budi), mereka tidak diberitahu alasan ke Polsek Tamalanrea. Mereka nurut, karena yang memintanya adalah atasan. Hari itu juga mereka di tahan di Polsek Tamalanrea, tanpa surat penangkapan dan pemberitahuan kepada keluarga masing-masing.
Sesampai di Polsek barulah Sainuddin, Irsal dan Bahrul mengetahui bahwa mereka dilaporkan oleh atasannya yaitu Sutarli. Sementara Pemberitahuan resmi berupa surat penangkapan dan surat perintah penahanan baru diterima pihak keluarga, pada Jum’at, 18 April 2020.
Sainuddin dan Bahrul telah bekerja selama 5 tahun di gudang PT. Sungai Budi, sebagai buruh panggul barang-barang yang akan didistribusi. Mereka berdua diupah dibawah UMP, yaitu hanya Rp.2.600.000,- tanpa memberlakukan Kontra Kerja. Sementara Irsal yang bekerja lebih lama, selama 15 tahun mendapat upah Rp.4.700.000,-. Selama bekerja dibawah pengawasan kepala Gudang – Rusli, tidak pernah ada masalah dengan pihak perusahaan.
Pencurian Karung Bekas Tepung Rose Brand yang dituduhkan oleh Kepala UP – Sutarli, membuat mereka kaget. Pada sekitar bulan Januari 2020 yang lalu, mereka bertiga atas perintah Kepala Gudang – Rusli, melakukan penjualan karung-karung bekas yang hanya bertumpuk dalam gudang selama ini. Sebagai seorang buruh, jika diberi perintaha atasan maka iya akan melakukan pekerjaan.
Penjualan Karung Bekas Tepung Rose Brand, berawal ketika seorang pembeli yang sedang membeli Mie Kadaluarsa untuk makanan ikan, melihat di dalam gudang banyak tumpukan karung bekas. Pembeli tersebut menyampaikan kepada Irsal, jika Bosnya ingin menjual agar si Pembeli di hubungi. Menjelang dua bulan, tepatnya Januari atas perintah kepala Gudang, melalui Sainuddin, si Pembeli kemudian di kabari untuk datang jika ingin membeli karung tersebut.
Si pembeli kemudian datang ke Gudang untuk mengambil karung-karung tersebut, saat para pekerja masih beraktifitas di area gudang. Terdapat sekitar 6.000 lembar karung bekas yang diangkut hari itu, dengan total harga Rp. 3.600.000,-. Sainuddin, Irsal, dan Bahrul yang membantu mengangkat karung-karung tersebut ke atas mobil si Pembeli, diberi masing-masing Rp.200.000,- dari hasil penjualan oleh Kepala Gudang. Rusli yang merupakan Kepala Gudang saat itu, juga ditahan bersama mereka bertiga, ditangkap sehari setelah Sainuddin, Irsal dan Bahrul ditangkap.
Dari keterangan mereka bertiga, dan saksi buruh yang lain, bahwa karung-karung tersebut merupakan sampah. Karung-karung yang masih berisi Tepung diangkut dengan cara digancu dari kontainer untuk dipindah masuk ke dalam gudang. Setelah itu, tepung ini akan dikemas dalam satuan kiloan, karung karung tersebut akan dibersihkan dan dirapikan agar tidak berserakan di dalam gudang, buruh pembersih yang akan mengerjakannya.
Karung karung yang sudah mengalami kerusakan parah, dibakar bersama sampah lainnya seperti sampah kardus dan plastik, sementara yang masih sedikit utuh akan di lipat dan ditumpuk di pinggir Gudang, untuk digunakan mengumpulkan sampah-sampah dan barang-barang kadaluarsa yang kembali dari toko-toko.
Mereka sudah ditahan oleh Kepolisian selama 20 hari di Polres Tamalanrea dan diperpanjang selama 40 hari di tahanan Polda Sulsel, dan keluarga kesulitan menemui selama dipindahkan ke Tanahan Polda Sulsel, dengan alasan Covid-19.
Berdasarkan gambaran diatas, kami YLBHI-LBH Makassar Tim Kuasa Hukum 3 Buruh Panggul PT. Sungai Budi, menilai adanya upaya kriminalisasi yang dilakukan PT. Sungai Budi sebagai pihak pelapor terhadap buruhnya. Juga terdapat indikasi pelanggaran Ketenagakerjaan yang dilakukan PT. Sungai Budi, sebagaimana telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Selain itu, adanya indikasi Unfair Trail yang dilakukan pihak Kepolisian sebagai penegak hukum dalam proses penangkapan 3 buruh panggul tersebut. Tindakan kepolisiasn yang melakukan penangkapan tanpa surat telah jelas cacat hukum melanggar pasal 18 ayat 1 Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berbunyi:
“Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa”
Disamping itu, tembusan surat perintah penangkapan tersebut harus segera diberikan kepada keluarga tersangka setelah penangkapan dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 3 KUHAP, berbunyi:
“Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.”
Maka berdasarkan hal diatas, Kami YLBHI-LBH Makassar selaku Tim Kuasa Hukum 3 Buruh Panggul PT. Sungai Budi, menyatakan :
- Mendesak agar Polsek Tamalanrea demi hukum mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3);
- Mendesak Pihak PT. Sungai Budi agar mencabut Laporan dan menghentikan segala upaya kriminalisasi terhadap buruh khususnya dalam masa pandemi Covid-19;
- Mendesak Dinas Ketenaga Kerjaan Kota Makassar dan Provinsi Sulawesi-Selatan untuk melakukan Audit terhadap PT. Sungai Budi;
- Mendesak Propam Polda Sulsel untuk memeriksa angota kepolisian yang terlibat dalam penangkapan tanpa disertai surat perintah penangkapan kepada 3 buruh Panggul PT. Sungai Budi;
Kontak Tim Kuasa Hukum :
Abdul Azis Dumpa (082217485826)
Muhammad Ansar (081241163839)
Muh Ismail (082291519628)