Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) Makassar melakukan pemantauan dan menerima pengaduan terhadap aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di sejumlah titik aksi di Makassar pada 8 Oktober 2020. Koalisi menerima aduan dari pihak keluarga, kerabat dan rekan mereka yang mengaku hilang dan ditangkap oleh polisi dan tidak diketahui keberadannya Pertanggal 09 September 2020 Pukul, 23.00 Wita terdapat Total sebanyak 161 orang, diantaranya 106 mahasiswa , 30 orang pekerja/buruh, 25 orang pelajar/anak dibawah umur. Sedangkan dari data yang didapatkan dari pihak Polrestabes Makassar setidaknya terdapat 250 orang yang ditangkap 77 diantaranya pelajar/usia anak.
Dalam pemantauan koalisi terhadap aksi demosntrasi serta pengaduan yang masuk, Polisi melakukan tindakan menyisir dan menangkap secara membabi-buta disertai dengan kekerasan memukul, menendang saat ditangkap dan diangkut oleh polisi tak terkecuali anak di bawah umur yang berstatus sebagai pelajar. Beberapa orang diantaranya sama sekali tidak terlibat dalam aksi demonstrasi.
Sejak pukul 22.20 Tanggal 8 September 2020 Koalisi mendatangi Kantor Polrestabes Makassar untuk mencari informasi massa aksi dan warga yang dikabarkan hilang, serta berupaya memberikan akses bantuan hukum kepada mereka yang ditangkap namun ditolak dengan alasan perintah pimpinan. Bahkan mengajukan surat permintaan untuk membuka akses bantuan hukum, hingga Pukul 23.53 Koalisi ditemui AKP Supriadi Anwar untuk merespon surat permohonan akses bantuan hukum, namun tetap dilarang menemui peserta aksi yang ditangkap dengan alasan hanya boleh didampingi setelah 1×24 jam karena masih dilakukan pendataan.
Koalisi baru mendapatkan akses menemui mereka yang ditangkap pada Tanggal 9 September 2020 pukul 15.51 WITA dan saat itu mereka yang ditangkap dalam keadan luka-luka, lebam di wajah, mata, dan badan. Mengaku mendapatkan kekerasan saat penangkapan. Beberapa anak mengalami luka pukulan seperti dibagian wajah, pergelangan dan kaki. Anak mengaku bahwa sebelum ditangkap mereka tidak melakukan apa-apa, bahkan hanya duduk-duduk saja lalu tiba pihak kepolisian datang menangkap dan meninju tepat di bagian mata dan menangkap.
Beberapa anak dijemput orang tuanya dan keluarganya dilepaskan setelah membuat surat pernyataan bermaterai yang diserahkan kepada Pihak Kepolisian, dengan menyatakan tidak akan mengulangi perbuatan dan memastikan anak keluar dalam keadaan sehat.
Hingga pukul 23.59 WITA Tanggal 9 September 2020 mereka yang ditangkap selain Anak belum dilepaskan dan telah menjalani penangkapan lebih dari 1 x 24 Jam. Mereka baru dilepas secara bertahap sekitar 01.30 wita Tanggal 10 September 2020, dari informasi yang diperoleh Tim Koalisi, sebanyak 30 orang dibawa ke RS Bhayangkara untuk menjalani Swab Test.
Hingga Siaran Pers ini diterbitkan informasi yang diperoleh sebanyak 6 orang telah ditetapkan tersangka 1 diantaranya Seorang Perempuan. Namun Tim Koalisi tetap tidak diberikan akses untuk bertemu dengan mereka.
Atas peristiwa tersebut Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Makassar menyatakan:
Pertama, dalam penanganan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law di Makassar kepolisan telah melanggar kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum yang dijamin oleh UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Pihak kepolisan juga melanggar berbagai peraturan internal lembaganya sendiri diantaranya: Peraturan Kapolri (Perkap) No. 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelengaraan Pelayanan, Pengamanan, Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkap No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip-Prinsip HAM serta Protap Kapolri nomor 1 Tahun 2010 tentang Penangulangan Anarki. Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, Polri berkewajiban dan bertanggu