Pada 21 Maret 2023, DPR mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang. Hal ini mengundang reaksi penolakan dari berbagai kalangan masyarakat sipil, termasuk kelompok mahasiswa. Penolakan ini dilakukan karena penerapan substansi Perppu Cipta Kerja sebagai produk hukum akan merugikan masyarakat sipil, baik itu dari unsur kelompok Buruh, Petani, Nelayan dan masyarakat sipil lainnya.
Selain itu, Perppu Cipta Kerja yang isinya sama dengan RUU Cipta Kerja sebelumnya dinyatakan tidak sesuai konstitusi atau inkonstitusional bersyarat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi.
Pembentukan dan Pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang terlihat jelas secara politik hukum hanya mengakomodir kepentingan elit pemerintah dan pengusaha.
Di Makassar, Pengesahan Perppu Ciptakerja direspon dengan aksi demonstrasi oleh kalangan mahasiswa di berbagai titik. Aksi demonstrasi yang dilakukan ditanggapi dengan perlakuan represif dari pihak kepolisian.
Aparat Keamanan Tidak melakukan Penangkapan dan Pengamanan melainkan Perburuan Liar
Terdapat 4 orang mahasiswa yang menjadi korban penangkapan dan tindak kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Universitas Negeri Makassar yang menggelar Aksi di Jalan. A.P. Pettarani (depan Menara Phinisi UNM) pada 06 April 2023 sekitar pukul 20.00 Wita.
F, salah satu korban penangkapan dengan tindakan kekerasan mengalami luka cakar pada bagian leher, luka lebam pada wajah dan lutut, serta pendarahan pada bagian kepala.Tindakan penangkapan dengan tindak kekerasan telah melanggar ketentuan dari Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia.
Ketiga orang mahasiswa yang kemudian ditangkap dibawa ke kantor polisi Polrestabes kota Makassar sekitar pukul 00.00 Wita, 07 April 2023, untuk menjalani pemeriksaan.
Dari ketiga orang yang ditahan, salah satunya masih berusia anak dibawah umur. Hal ini menjadi penanda bahwa polisi yang melakukan pengamanan sejatinya telah melakukan tindakan perburuan liar dan menangkap massa aksi secara acak.
Salah seorang mahasiswa yang sebelumnya juga ditangkap bersama 3 orang lainnya di lokasi kejadian, dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara oleh aparat kepolisian. Dia mengalami patah gigi akibat pukulan, mata lebam, dan luka pada bagian rusuk.
Dalam pantauan langsung dilapangan, tim LBH Makassar mencatat adanya tindakan pembiaran dalam hal penyerangan terhadap massa aksi yang dilakukan oleh masyarakat sipil yang berada di dalam barisan Polisi. Temuan lapangan, masyarakat melakukan penyerangan dengan melempar massa aksi, melontarkan anak panah, dan bom molotov ke arah massa aksi. Tindakan penyerangan ini berujung pada salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UNM menjadi korban yang terkena anak panah.
Penghalangan Akses Bantuan Hukum
Sekitar pukul 19.30 WITA, 07 April 2023, LBH Makassar sebagai Tim Pendamping Hukum ketiga mahasiswa yang ditangkap melakukan komunikasi dengan pihak kepolisian Polrestabes kota Makassar untuk memberikan akses bantuan hukum dan kesempatan berkoordinasi kepada 3 mahasiswa yang ditangkap.
Pihak kepolisian tidak memberikan kesempatan untuk berkoordinasi dengan ketiga mahasiswa dan beralasan bahwa mereka statusnya tidak ditangkap tetapi diamankan. Padahal dalam ketentuan hukum yang berlaku tidak mengenal terminologi “mengamankan” di dalam KUHAP untuk orang-orang yang mengalami penangkapan.
Selain itu, saat hendak berkoordinasi, Tim Pendamping Hukum melihat 2 dari 3 mahasiswa tersebut sedang menjalani pemeriksaan. Tim Pendamping Hukum meminta kembali agar ke-3 orang mahasiswa yang sedang menjalani pemeriksaan mendapatkan pendampingan, karena Tim Pendamping Hukum menganggap bahwa mereka adalah orang yang ditangkap dan menjalani proses penyelidikan. Namun pihak kepolisian menolak dan menganggap mereka tidak ditangkap, melainkan hanya diamankan.
Sekitar pukul 21.00, Tim Pendamping Hukum baru diperbolehkan untuk kemudian mendampingi ketiga mahasiswa untuk menjalani pemeriksaan. Ketiga korban penangkapan saat dilakukan pemeriksaan telah berstatus tersangka berdasarkan pernyataan dari penyidik yang melakukan pemeriksaan. padahal, ketiga korban penangkapan belum ditetapkan sebagai tersangka saat menjalani proses pemeriksaan. Hal ini jelas melanggar ketentuan formil pemeriksaan tersangka.
Selain itu, satu diantara ketiga korban penangkapan yakni SR merupakan kategori anak di bawah umur. Seharusnya, SR ditangani oleh Unit PPA Polres yang memperhatikan penganan berdasarkan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum dan tidak melakukan penahanan berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Penetapan Tersangka Sangat Dipaksakan
Ketiga korban penangkapan disangkakan telah berbuat tindak pidana penghasutan dan atau secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang dan barang berdasarkan pasal 160 KUHP juncto pasal 170 ayat (1) KUHP.
Tim Pendamping Hukum LBH Makassar menduga proses penetapan tersangka ketiga mahasiswa tersebut terkesan dipaksakan karena berdasarkan keterangan saat dilakukan pemeriksaan, Tim Pendamping Hukum menilai ketiga korban penangkapan tidak terlibat dalam peristiwa sebagaimana pasal yang disangkakan.
Tim Pendamping Hukum juga menilai upaya penangkapan dan penahanan ini adalah upaya untuk meredam aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat sipil, membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum yang secara konstitusional merupakan hak setiap warga negara yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Untuk itu, LBH Makassar mendesak kepada:
- Kapolrestabes kota Makassar dan Jajarannya segera membebaskan seluruh peserta aksi yang ditetapkan sebagai tersangka;
- Kapolri agar mengevaluasi dan menindak tegas Jajaran Anggota kepolisian Polda Sulsel yang melakukan penangkapan dan tindakan yang tidak terukur dalam penanganan peserta aksi demonstrasi;
- Komnas HAM agar melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh Anggota Kepolisian Polda Sulsel yang melakukan kekerasan, penangkapan sewenang-wenang, dan penghalangan pemenuhan hak bantuan hukum terhadap mahasiswa yang ditangkap;
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) agar memantau dan Mendesak Kepolisian untuk Menghentikan Proses hukum terhadap Anak.
Narahubung:
- Muh. Ansar, S.H – Kepala Divisi Sipil Politik LBH Makassar
- Salman Azis, Pdi – LBH Makassar
- Mirayati Amin, S.H – LBH Makassar
- Syahfizwan, S.H – LBH Makassar