Mengecam Tindakan Aparat Kepolisian Terhadap Mahasiswa Papua

PRESS RELEASE
No.02 /SK/LBH-MKS/VII/2016

MENGECAM TINDAKAN APARAT KEPOLISIAN TERHADAP MAHASISWA PAPUA

Dalam beberapa hari ini, kita dikejutkan dengan peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jogjakarta oleh aparat Kepolisian dan beberapa ormas reaksioner. Pengepungan ini mengakibatkan rencana aksi long march mahasiswa Papua untuk mendukung upaya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi anggota penuh Melanesian Sperahead Group (MSG) gagal dilaksanakan.

Namun, yang menjadi catatan penting adalah adanya lontaran kata-kata rasialis dari anggota-anggota ormas yang turut mengepung asrama mahasiswa Papua. Ujaran-ujaran kebencian dan diskriminasi terhadap orang Papua yang dikeluarkan oleh anggota ormas bahkan telah tersebar dan dengan mudah diakses via internet oleh khalayak ramai.

Hal ini tentu sangat disesalkan karena seharusnya aparat negara telah memahami bahwa Indonesia sebagai negara hukum memiliki tanggungjawab konstitusional untuk memberi perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, melaksanakan tugas melindungi, mengayomi, dan melayani semua warga negara tanpa terkecuali, dan bukannya menghalang-halangi hak menyampaikan pendapat di muka umum, melakukan kekerasan, dan penangkapan secara sewenang-wenang serta membiarkan berkembangnya stereotip yang menyebabkan tindakan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua. Sikap Kepolisian ini juga bertentangan dengan Perkap No. 8 Tahun 2009 yang mengingikan adanya implementasi prinsip dan standart HAM dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian.

Pada hari yang sama dengan pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jogjakarta, LBH Makassar juga mendapat kunjungan dan pengaduan serta permintaan perlindungan hukum oleh beberapa mahasiswa Papua yang berdomisili di Makassar. Menurut informasi kawan-kawan mahasiswa Papuajuga merencanakan menggelar aksi yang sama seperti mahasiswa Papua di beberapa daerah lainnya. Surat pemberitahuan aksi telah disampaikan kepada Polda Sulsel, namun pihak Kepolisian menyatakan menolak memberikan izin pelaksanaan aksi. Bahkan pihak Kepolisian dan TNI pada hari jumat pagi telah berada di sekitar asrama mahasiswa Papua Makassar, beberapa personel masuk ke area dalam asrama mahasiswa Papua dan terus-menerus menekan agar mahasiswa Papua tidak melakukan aksi.

Sebagai aparatur negara, Kepolisian telah diberikan mandat untuk memberi perlindungan terhadap hak warga negara untuk menyampaikan pendapat dimuka umum sesuai Pasal 28 UUD 1945, UU HAM dan mekanismenya yang diatur dalam UU No 9 Thn 1998 Ttg Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Penolakan pemberian izin pelaksanaan aksi oleh pihak Polda Sulsel tentu layak dipertanyakan dasar hukumnya. Apalagi penolakan tersebut justru disertai dengan adanya kesan teror dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua di Makassar. Hal ini telah melahirkan ketakutan dan trauma, beberapa mahasiswa akhirnya memutuskan untuk tidak beraktivitas sama sekali pada hari itu, termasuk kuliah di kampusnya masing-masing karena terus-menerus dibuntuti oleh aparat keamanan.

Secara umum, sikap Kepolisian dalam menanggapi rencana aksi mahasiswa Papua di beberapa wilayah di Indonesia selain menujukkan lemahnya komitmen dalam melaksanakan tanggungjawab melindungi HAM, juga menunjukkan lemahnya posisi institusi dan aparatur negara yang diklaim demokratis ini di hadapan ormas-ormas atau milisi sipil reaksioner yang anti demokrasi. Bila terus dibiarkan, serangan terhadap sendi-sendi kehidupan demokratis rakyat miskin, minoritas dan marginal, dikhawatirkan akan semakin brutal ke depannya.

Melihat kondisi tersebut maka kami Lembaga Bantuan Hukum Makassar menyatakan :

  1. Mengecam sikap aparat Kepolisian yang menghalang-halangi pelaksanaan hak-hak konstitusinal mahasiswa Papua dan pembiaran terhadap ungkapan rasialis dan ujaran kebencian terhadap mahasiswa Papua;

  2. Mendesak Kepolisian, termasuk Polda Sulsel agar tidak melakukan upaya-upaya yang tidak berdasar hukum &terkesan intimidatif terhadap Mahasiswa Papua yang hendak menyalurkan aspirasinya;

  3. Mendesak kepada pihak manapun agar menghentikan semua stereotipe yang telah melahirkan diskriminasi terhadap mahasiswa/warga Papua, baik atas dasar ras, perilaku, maupun pandangan politik, dll;

  4. Mendesak Pemerintah untuk pro aktif dengan mengedepankan metode dialog dalam penyelesaian masalah Papua, sebagaimana janji Presiden Jokowi terhadap rakyat Papua pada Pemilu 2014 lalu.

 

Makassar, 18 Juli 2016

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makasar

A.Muhammad Fajar Akbar
Pembela Umum/Koord. Bid. Monitoring & Evaluasi

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

WhatsApp Image 2025-01-17 at 17.21
Gagalnya Implementasi UU TPKS: PGRI, Polri dan SLB Laniang tidak Berpihak kepada Korban Siswi Disabilitas
1a75a4bf-6599-4dcf-a1de-1437ac2719a4
Warga Pinrang Tegaskan Tolak Tambang dalam Rapat Koordinasi Pemeriksaan Substansi Formulir UKL-UPL sebagai Proses dalam Persetujuan Lingkungan Hidup
WhatsApp Image 2025-01-06 at 14.28
CATAHU LBH MAKASSAR 2024 "Elegi Demokrasi dan Keadilan: Merebut Kendali, Menentang Tirani"
Skip to content