“Mengecam kekerasan, penangkapan sewenang-wenang dan penghalang-halangan pemberian akses bantuan hukum terhadap tiga nelayan Kodingareng”

Pernyataan Sikap YLBHI-LBH Makassar

Nomor: 13/SK/LBH-Mks/VIII/2020

“Mengecam kekerasan, penangkapan sewenang-wenang dan penghalang-halangan pemberian akses bantuan hukum terhadap tiga nelayan Kodingareng”

 

Tiga orang nelayan ditangkap saat sedang menangkap ikan di perairan pulau Kodingareng. Ketiga nelayan tersebut bernama: Safaruddin, Faisal dan Baharuddin. Peristiwa ini bermula pada Minggu, 23 Agustus 2020. Sekitar pukul 10.00 Wita, kapal penambang pasir laut milik PT. Boskalis kembali melakukan kegiatan penambangan di wilayah tangkap nelayan, yang dikawal oleh satu kapal perang dan empat kapal sekoci milik Dit. Polairud Polda Sulsel. Di sekitar lokasi, banyak nelayan yang sedang melaut. Akibatnya, para nelayan kehilangan hasil tangkapan karena lautnya langsung jadi keruh. Keadaan ini membuat geram nelayan dan langsung melakukan aksi protes dan terjadi adu mulut dengan pihak Polairud yang sedang mengawal kapal penambang.

Salah satu nelayan didatangi dan ingin diborgol namun menolak. Nelayan tersebut diancam, kemudian lepa-lepa (kapal kecil) miliknya ditenggelamkan. Beruntung nelayan tersebut berhasil menyelamatkan diri dengan melompat ke laut. Sempat terdengar beberapa kali suara tembakan. Dua kapal nelayan ditenggelamkan dan satu dirusak. Salah satu diantara nelayan dipukuli menggunakan bambu oleh anggota Polairud.

Keluarga dari tiga nelayan tersebut kemudian mengajukan permohonan bantuan hukum ke YLBHI-LBH Makassar terkait peristiwa kekerasan dan penangkapan ini. Pada tanggal 23/8 pukul 18.20 Wita, tim LBH Makassar langsung bergerak menuju kantor Polairud untuk memberikan bantuan hukum dengan membawa surat kuasa yang akan ditandatangani. Akan tetapi, pihak Polairud tidak mengizinkan tim LBH Makassar untuk menemui tiga nelayan tersebut tanpa memberikan alasan. Pada pukul 23.30 Wita, tim LBH Makassar kembali menemui petugas yang berjaga untuk menyampaikan secara tertulis melalui surat kepada Direktur Polairud perihal “Membuka akses bantuan hukum.” Namun lagi-lagi surat tersebut ditolak tanpa alasan yang jelas. Dan hingga pernyataan sikap ini diturunkan, tim LBH Makassar belum bisa menemui tiga nelayan yang ditangkap.

Tindakan kepolisian tersebut patut diduga melanggar prinsip-prinsip penggunaan kekuatan berdasarkan Pasal 3 Perkap No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, diantaranya:  a). prinsip legalitas dimana semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan hukum yang berlaku; b). prinsip nesesitas dimana penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi; c). prinsip proporsionalitas, dimana penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan; dan d). masuk akal (reasonable), dimana tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat.

Demikian tindakan penangkapan secara sewenang-wenang, kekerasan terhadap nelayan, dan pengerusakan dan penenggelaman kapal nelayan merupakan tindakan melawan hukum dan melanggar HAM, yang juga tidak sesuai dengan aturan internal Polri dalam Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Selanjutnya, hak atas bantuan hukum adalah hak konstitusional warga negara yang dilindungi oleh undang-undang yakni: Pasal 28D ayat 1 UUD 1945, yang  menyatakan, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.

Lebih lanjut  diatur dalam Pasal 14 ayat 3 huruf d UU No. 12 tahun 2005 tentang Ratifkasi Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, yang intinya menyatakan bahwa, “Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Perlu kami tegaskan bahwa kewajiban petugas dalam melakukan penangkapan adalah memberitahukan hak-hak tersangka dan cara menggunakan hak-hak tersebut, berupa hak untuk diam, mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi oleh penasihat hukum, serta hak-hak lainnya sesuai KUHAP, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 17 ayat (1) huruf g Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri;

Selanjutnya, hak atas bantuan hukum telah ditegaskan dalam Pasal 27 ayat 1 Huruf a Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri menyatakan bahwa, “Setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa wajib: a. memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa untuk menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai.”

Berdasarkan hal-hal di atas, kami dari YLBHI-LBH Makassar mendesak:

  1. Kapolda Sulsel Cq. Direktur Polairud Polda Sulsel untuk segera membuka akses bantuan hukum kepada tiga nelayan yang ditangkap;
  2. Kapolda Sulsel Cq. Direktur Polairud Polda Sulsel untuk tidak melakukan pemeriksaan terhadap tiga nelayan ditangkap tanpa pendampingan dari penasehat hukum;
  3. Propam Polda Sulsel untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik dan disiplin Polri terhadap aparat yang bertugas;
  4. Komnas HAM untuk segera melakukan investigasi terkait dugaan pelanggaran HAM oleh aparat yang bertugas;
  5. Untuk segera membebaskan ketiga nelayan yang ditangkap dalam waktu 1×24 jam;
  6. Hentikan tindakan kekerasan terhadap nelayan Kodingareng yang tengah mempertahankan hak atas hidup dan kehidupannya.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami haturkan terima kasih.

 

Makassar, 23 Agustus 2020

Hormat kami,

 

 

LBH Makassar

 

 

Edy Kurniawan (Kepala Divisi Tanah & Lingkungan)-0853 9512 2233

Abdul Azis Dumpa (Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik)-0852 9999 9514

Ady Anugrah Pratama (Asisten Advokat)-085342977545

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

Credits: https://w.wiki/BWWm
PGRI Kota Makassar Berpihak Kepada Pelaku, Mengesampingkan Keadilan Terhadap Siswi SLB Korban Kekerasan Seksual.
Credits: https://w.wiki/BWWm
Siswi Disabilitas Tuli di SLB Makassar jadi Korban Kekerasan Seksual, Pelakunya Seorang Guru
Foto: LBH Makassar
Permohonan Praperadilan Buruh PT. GNI Korban Kriminalisasi Ditolak, Hakim Jauhkan Korban dari Keadilan
Skip to content