Hari buruh sedunia atau sering disebut may day, dirayakan oleh kaum buruh di seluruh dunia setiap tahunnya pada tanggal 1 mei. Perayaan tersebut berawal dari perjuangan kaum buruh yang saat itu kondisinya luar biasa menderitanya, dimana, buruh dipekerjakan selama 12 sampai 20 jam kerja sehari dan mendapatkan upah yang sangat jauh dari kebutuhan untuk bertahan hidup. Dari kondisi tersebut, pada tahun 1886 kaum buruh mulai mengorganisir dirinya, baik melalui serikat-serikat buruh, maupun melalui komite-komite aksi buruh untuk melakukan serangkaian pemogokan, serta aksi menuntut 8 jam kerja, 8 jam istirahat, dan 8 jam untuk rekreasi. Ratusan buruh berkorban nyawa atas perjuangan tersebut. Perjuangan yang tak mengenal lelah dari jutaan kaum buruh di berbagai negeri, akhirnya memperoleh hasil yang sampai hari ini di rasakan oleh seluruh kaum buruh seluruh dunia, dan hal inilah yang kemudian patu untuk kita pertahankan.
Dari masa lalu perjuangan kaum buruh, kita memahami bahwa apa yang kaum buruh dapatkan adalah buah dari perjuangan yang panjang dan tak mudah, akan tetapi mungkin untuk di wujudkan. Nasib kaum buruh hanya bisa berubah, jika kaum buruh itu sendiri yang merubahnya. Pertanyaannya kemudian apakah kaum buruh sekarang sudah sejahterah? Dan apa alasan kaum buruh tetap memperingati may day? Selain memperingati perjuangan buruh pada masa lalu, may day juga dijadikan sebagai hari perlawanan kaum buruh yang sampai hari ini belum merasakan yang namanya kesejahteraan.
Pemerintah, bekerja sama dengan pengusaha, menjalankan sistem kerja kontrak dan outsourcing sampai saat ini masih berjalan dan telah merampas kepastian kerja dan mimpi kesejahteraan kaum buruh. Hampir seluruh kaum buruh di Indonesia merasakan kebijakan ini, baik secara sadar maupun tidak sadar, sistem kerja kontrak dan outsourcing ini menguntungkan pihak pengusaha (pemodal), karena mereka tidak harus mengeluarkan beban biaya jika buruh ter-PHK dari tempat kerjanya.
Di tahun 2017 ini, sistem kerja kontrak dan outsourcing yang mirip dengan sistem kerja kontrak masa penjajahan belanda semakin berkembang di Negara ini. Bukan hanya massif dijalankan, tetapi juga sudah melahirkan perluasannya kebentuk yang baru, yaitu sistem magang. Sistem magang ini adalah bentuk pengikisan atas hak-hak buruh, dan penumpulan kekuatan perlawanan kaum buruh, termasuk mempersulit hak kaum buruh untuk berorganisasi dan berserikat. Sistem magang ini juga merugikan rakyat pada umumnya.
Pelarangan berserikat melalui taktik licik, maupun dengan taktik kasar di praktekkan oleh pengusaha (pemodal) dan pemerintah sehingga kaum buruh enggan berserikat atau berorganisasi. Hal ini merupakan pembungkaman demokrasi dan bentuk mengabaikan terhadap amanat UUD 1945 tentang kebebasan berserikat. Pembungkaman demokrasi juga dirasakan oleh mahasiswa di dalam dunia kampus, dimana mahasiswa mendapat pelarangan berorganisasi, dan berpolitik, serta birokrasi kampus sebagai perpanjangan tangan pemerintah, tidak segan-segan melakukan Drop Out (DO) jika mahasiswa melakukan perlawanan, serta mengkritik kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat.
Bukan hanya itu, praktek politik upah murah juga senantiasa masih berjalan di negeri ini, sehingga kata kesejahteraan sangatlah jauh dan harus terus diperjuangkan oleh kaum buruh dan rakyat. Sudah seharusnya kaum buruh sendiri lah yang menetapkan upahnya sendiri, bukan birokrasi Negara yang menentukan, karena kita sudah tahu bersama, keberpihakan para birokrasi Negara berpihak pada kepentingan para pemodal.
Setelah PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan diterapkan, upah buruh semakin di tekan ketika berhadapan dengan harga kebutuhan hidup. Tahun 2016, penetapan UMP provinsi Sulawesi selatan malah di revisi dari upah Rp 2.5 juta menjadi Rp 2.4 juta. Terlebih lagi, masih banyak pemodal yang memberikan upah tidak sesuai dengan UMK/UMP, dan para pengusaha, selalu lepas dari jeratan hukum. fenomena kebal hukum bagi para pemodal, hari ini telah masuk dalam tahap menghawatirkan bagi kaum buruh.
Dengan berlakunya politik upah murah, bukan hanya di rasakan oleh kaum buruh itu sendiri, namun juga dirasakan oleh kaum intelektual seperti mahasiswa, yang sampai saat ini, pembiayaan atas pendidikan tinggi semakin mahal, dengan upah yang rendah sehingga kaum buruh, atau mahasiswa yang orang tuanya adalah seorang buruh, sulit untuk mengeyam pendidikan tinggi di karenakan upah yang sangat rendah.
Perlakuan terhadap para pekerja perempuan yang diskriminatif, pemberian cuti haid, cuti hamil, dan melahirkan dalam sistem ekonomi kapitalisme, juga tidak mendapat perhatian yang serius oleh pengusaha dan pemerintah, sehingga keselamatan para pekerja perempuan dalam keadaan darurat dan harus terus dilawan dengan persatuan kaum buruh, rakyat, dan kaum tertindas lainnya. Melalui pernyataan sikap ini, kami kaum buruh dan rakyat menuntut untuk di berlakukannya cuti hamil dan menyusui selama 1 tahun bagi buruh perempuan, bukan hanya soal itu petani perempuan, nelayan perempuan juga sering mengalami kekerasan fisik, intimidasi dari pihak aparat saat mereka berjuang untuk mempertahankan tanahnya, oleh karena itu kami juga menuntut berikan perlindungan dan rasa aman kepada nelayan perempuan, petani perempuan dalam mempertahankan sumber-sumber kehidupannya.
Sistem ekonomi kapitalisme-neoliberalisme, juga telah mengakar dalam dunia pendidikan, dimana praktek komersialisasi pendidikan telah mendapat legalitasnya melalui regulasi seperti UU Pendidikan Tinggi kini mencekik kehidupan mahasiswa, kaum buruh, dan rakyat tertindas secara umum. Melalui UU PT, para pelaku bisnis pendidikan, mendapat kekuatan hukum untuk menjalankan komersialisasi pendidikan tinggi.
Lebih jauh lagi, penerapan sistem ekonomi kapitalisme di Negara ini, talah merasuk keseluruh lapisan kehidupan rakyat, baik itu buruh, mahasiswa, kaum miskin kota, petani, dan kaum tertindas lainnya. Di daerah Seko, Luwu utara, mendapat penyiksaan serta perampasan tanah oleh pemodal-pemodal yang rakus, petani Kendeng-Rembang, Jawa Tengah mendapat perampasan tanah, hak hidup, hak sosial, hak ekonomi, serta hak kebudayaan juga telah di rampas oleh pemodal yang bekerja sama dengan rezim yang berkuasa.
Oleh karena itu, kami yang tergabung dalam “GERAKAN RAKYAT UNTUK BURUH” bersatu melawan ekonomi kapitalisme, menuntut:
- Tolak upah murah, hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing dan Magang
- Cabut PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan
- Berikan perlindungan sosial untuk rakyat, bukan asuransi
- Berikan jaminan keamanan untuk buruh perempuan
- Usut tuntas kasus-kasus kekerasan untuk buruh
- Hentikan diskriminasi di lingkungan kerja dan publik
- Ratifikasi konvensi ILO No. 183 Tentang Perlindungan Hak – Hak Maternitas
- Berikan perlindungan terhadap Buruh Migran
- Sahkan RUU Perlindungan PRT
- Hentikan perampasan tanah rakyat dan Wujudkan UU reforma agraria sejati
- Berikan Ruang Usaha untuk Rakyat Tanpa Intimidasi
- Tolak Komersialisasi Pendidikan
- Cabut UU Pendidikan Tinggi No.12 tahun 2012
- Cabut SK No. 2 tahun 2002 tentang pelarangan organisasi ekstra kampus, dan partai politik
- Hentikan Kekerasan akademik dalam Kampus
- Wujudkan pendidikan Gratis, Demokratis, Ilmiah, dan Berperspektif Gender
- Nasionalisasi Asset Negara dibawah Kontrol Rakyat dan Laksanakan pasal 33 UUD 1945 tentang kesejahtraan rakyat
Makassar, 1 Mei 2017
GSBN-SGBN, FPBN, FNPBI, SJPM, PK MTS, LBH MAKASSAR, SP ANGING MAMMIRI, FMD SGMK, PEMBEBASAN, FMK, SMI, KOMUNAL, SRIKANDI, FORWA MAKASSAR, HMJ PPKn UNM, SEHATI MAKASSAR, PMII RAYON FAI UMI, PMII RAYON FH UMI, HMJ ANTROPOLOGI UNM, HIPMAKOT, KPO PRP MAKASSAR, BEM FIS UNM
Comments
No comment yet.