Rilis Pers

Maraknya OTT terhadap Hakim sebagai Wakil Tuhan di Indonesia

Rabu, 28 November 2018, melalui pemberitaan media di televisi, media online, bahkan radio, ramai oleh berita Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah KPK di PN Jakarta Selatan. Dagang putusan perkara perdata menjadi akar masalahnya, 2 Hakim PN Jaksel, 1 orang Pengacara, 1 orang Panitera PN Jaktim – sebelumnya bekerja di PN Jaksel, dan 1 orang dari pihak swasta Sah ditetapkan menjadi tersangka. Uang sejumlah 47.000 SGD adalah salah satu barang bukti yang diamankan yang diduga dihajatkan untuk mempengaruhi putusan. Telah 18 kali oknum Wakil Tuhan di Indonesia terjerat kasus korupsi, tentu akan bertambah jika nanti kasus 2 hakim PN Jaksel ini terbukti bersalah, dan terus akan bertambah lagi jika Mahkamah Agung masih beranggapan dirinya telah melakukan segalanya untuk mencegah kejadian-kejadian seperti ini berulang. Permasalahan besarnya ada 2, Pertama, Mahkamah Agung tidak cukup obyektif dalam melihat nomena-nomena hingga menjadi fenomena yang berkembang dalam rahimnya, oknum-oknum hakim yang terjerat kasus korupsi dan di OTT KPK ibarat Tumor Ganas bahkan telah menjadi sel-sel kanker yang lama kelamaan menggerogoti Rahim MA, bahkan menghancurkan wibawa MA dan citra lembaga peradilan, sejauh mana MA mengetahui hal ini? Kedua, membawahi 8 ribu lebih Hakim, dengan tugas pokoknya memutus perkara yang ditangani serta beban administrasinya adalah tanggung jawab besar dan utama, karena penanganan perkara membutuhkan keseriusan, profesionalisme, kedisiplinan dan tanggung jawab yang besar dalam setiap penanganannya. Beban MA dan lembaga peradilan dibawahnya dalam menyelesaikan perkara saja sudah begitu berat, ditambah lagi harus mengurus manajemen hakim (rekruitmen/pengangkatan, pembinaan (promosi – mutasi), pengawasan, perlindungan, dan pemberhentian), sungguh pikulan berat buat MA.

Kejadian OTT Hakim oleh KPK adalah buah dari 2 permasalah besar diatas yang tidak mampu diemban oleh MA. Sejak Awal reformasi semangat perbaikan pengadilan dan sistem peradilan menjadi Isu utama dalam arus deras reformasi, setidaknya 20 tahun waktu berselang, sedemikian banyak Operasi Tangkap Tangan telah dilakukan oleh KPK. Didirikannya lembaga pengawasan eksternal yang bernama Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal Mahkamah Agung sesuai amanat konstitusi UUD 1945 Pasal 24 (b) seolah dianggap duri dan mengganggu eksistensi berkedok independensi, Mahkamah Agung seharusnya lebih membuka diri tanpa harus merasa terganggu ataupun terkoyak eksistensinya. Sedemikian banyak Pimpinan Mahkamah Agung berganti namun juga tidak mengubah pandangan publik kepada pengadilan/Hakim dan sistem peradilan di Indonesia yang saat ini masih dianggap salah satu yang paling koruptif[1], dan kecenderungan tren-nya meningkat. Pendapatan Hakim dan Pimpinan Pengadilan yang diupayakan untuk terus ditingkatkan melalui PP 94 tahun 2012 seakan belum cukup untuk membentengi Hakim dari perilaku-perilaku menyimpang.

Kemauan dan kemampuan Negara untuk memberikan kepastian dan keadilan Hukum sudah sedemikian besarnya. Namun semua itu tidak merubah pelaku dan perilaku menyimpang yang dilakukan di dalam pengadilan. Apa yang terjadi apabila publik sudah tidak percaya kepada Pengadilan, apa yang terjadi jika publik tidak percaya kepada Sistem Hukum Indonesia. Kemana Publik harus mencari keadilan? Komisi Yudisial sebagai mitra Mahkamah Agung juga harus berbenah dan dibenahi/diperkuat, mengeluh saja tentu tidak akan menyelesaikan persoalan. Eksekutif dan Legislatif harus melakukan upaya konkret penguatan Komisi Yudisial secara kelembagaan dan Sumber Daya Manusia agar mampu menjadi mitra sepadan dengan Mahkamah Agung, dimulai dengan kebijakan legislasi tentang sistem Jabatan Hakim (saat ini sedang dibahas RUU Jabatan Hakim) dengan konsep share responsibility, mengupgrade struktur kerja organisasi KY dan yang tak kalah pentingnya sekali lagi adalah meminta Mahkamah Agung untuk mau tunduk pada ketentuan Peraturan Perundang – undangan yang ada terkait rekomendasi dan pemberian/penjatuhan sanksi dalam Undang-undang 18 Tahun 2011.

 

Oleh sebab itu kami selaku masyarakat sipil di wilayah Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Jejaring Komisi Yudisial Untuk Peradilan Bersih, menyuarakan :

  1. Meminta kepada Ketua Mahkamah Agung untuk mengundurkan diri, karena tidak mampu menciptakan peradilan bersih dan berintegritas di lingkup Mahkama Agung.
  2. Meminta pimpinan Mahkamah Agung serta pimpinan Pengadilan di seluruh lingkup peradilan untuk selalu membuka diri dan menerima masukan atau kritikan dari stake holder (KY, KPK, Ombudsman dan organisasi masyarakat sipil lainnya) terkait perbaikan dan peningkatan kerja serta kapasitas di lingkup Mahkamah Agung untuk terciptanya sistem peradilan bersih dan berintegritas.
  3. Meminta Mahkamah Agung untuk betindak tegas dan professional terhadap hakim dan pejabat di lingkup MA yang terindikasi dan terbukti melakukan tindak pidana serta pelanggaran Etik.
  4. Meminta mahkamah agung untuk melakukan pemecatan terhadap hakim dan pejabat dilingkup MA yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, narkoba, asusila dan kejahatan atas nama jabatan.
  5. Perlunya segera disahkan RUU Jabatan Hakim.
  6. Meminta Presiden dan DPR RI untuk berkomitmen terhadap perbaikan di lingkup Mahkamah Agung untuk terciptanya sistem peradilan bersih dan berintegritas serta melakukan penguatan Komisi Yudisial RI secara kelembagaan.
  7. Meminta kepada pejabat di lingkup Mahkamah Agung, kepolisian, kejaksaan, dan pengacara, untuk tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan kode etik profesinya dalam menjalankan fungsinya untuk terciptanya sistem peradilan bersih dan berintegritas.
  8. Menindak tegas seluruh Aparat Penegak Hukum yang melawan hukum dan kode etik profesinya.
  9. Menghimbau kepada seluruh masyarakat/pencari keadilan agar tidak melakukan upaya penyuapan terhadap

 

Jejaring MASYARAKAT SULAWESI SELATAN UNTUK PERADILAN BERSIH

(lbh makassar,YLBHM,lbh apik,lbha stai al azhar,kprm,walhi sulsel,IPPS UIN ALAUDDIN,law school uit,KOMPAK SC UMI, LPMH UNHAS,FIK ORNOP,KPA,ACC,LAPAR,YASMIB SULAWESI,KONTRAS SULAWESI, AJI MAKASSAR,AMAN SULSEL,PBHI,PERKASI,HIDJAZ SC UMI,MALCOM STMIK DIPANEGARA,LPPM STMIK DIPANEGARA,HAMAS STAI AL AZHAR, BEM/DEMA/SEMA FAK.HUKUM SE-MAKASSAR,AGRA BULUKUMBA)

 

[1] Peringkat 8 dari segi profesi yang melakukan TPK, https://www.kpk.go.id/id/statistik/penindakan/tpk-berdasarkan-profesi-jabatan

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

WhatsApp Image 2024-09-11 at 19.07
RDP Konflik Polongbangkeng Takalar Vs PTPN Ungkap Fakta Perampasan dan Habisnya HGU Perusahaan
penggusuran tenant
Kontrak Belum Berakhir, UNHAS Mengusir Para Pedagang Secara Sepihak
Aksi takalar 2
Tolak Perpanjangan HGU PTPN XIV: Petani Polongbangkeng Duduki Kantor Bupati Takalar
Skip to content