Tidak Ada Reforma Agraria Sejati di Negara yang Tidak Pantas Pemilu.
Transisi demokrasi Indonesia berada di titik nadir. Kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan tidak lagi menjadi marwah kebangsaan Republik Indonesia. Negara yang dulunya dibentuk untuk kepentingan seluruh rakyat kini hanya menjadi alat kekuasaan segelintir elit. Kriminalisasi dan serangkaian anomali kekuasaan yang ditampakkan rezim Jokowi-Ma’ruf Amin adalah bukti nyata tepi jurang demokrasi kita.
Rezim Jokowi-Ma’ruf Amin sedang menjalankan pola kekuasaan yang tidak lagi demokratis akan tetapi cenderung korporatis. Pendekatan pembangunan yang cenderung didominasi oleh kepentingan oligarki sehingga tidak lagi partisipatif bagi rakyat di sekitar wilayah yang dirampas tanahnya. Kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki dikelola secara tertutup dengan minimnya informasi terkait proses dan kepentingan aktor yang mendapatkan untung di balik segala bentuk pembangunan yang sedang dilakukan. Lebih parahnya lagi, segala proses yang sedang berlangsung tersebut juga ditopang oleh tindakan represif yang akhirnya terus melanggengkan pelanggaran HAM.
Berbagai regulasi yang tidak berpihak terus diproduksi untuk melanggengkan kepentingan oligarki dan penguasa yang merampas hak hidup layak rakyat indonesia. Kemunduran demokrasi juga semakin terasa ketika masyarakat tidak lagi dilibatkan dalam berbagai agenda pembangunan. Salah satunya ialah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang lebih tampak sebagai Penggusuran Skala Nasional dengan merampas tanah dan kedaulatan wilayah hidup rakyat yang berakibat pada serangkaian konflik agraria di berbagai tempat.
Situasi krisis agraria akibat monopoli dan praktek pembangunan yang ekspansif dan eksploitatif menunjukkan kerakusan negara beserta tuan tanah lainnya dalam menguasai hajat hidup rakyat. Hari ini kita menyaksikan berbagai ketimpangan dalam berbagai situasi dan proses kebijakan strategis di masyarakat yang mengakibatkan semakin terpinggirkannya rakyat Indonesia atas kedaulatan ruang dan wilayah hidupnya. Struktur kekuasaan terus dibiarkan tumbuh dalam relasi kuasa di aras negara dan masyarakat yang mengakibatkan ketidakadilan dan rakyat dibiarkan mengalami ketidakberdayaan untuk menumbangkan relasi kuasa yang timpang ini.
Hampir satu dekade kepemimpinan rezim Jokowi, sejak bersama Jusuf Kalla hingga bersama Ma’ruf Amin, telah gagal menjalankan reforma agraria sejati. Praktek bagi-bagi sertifikat hanyalah gimmick politik yang tidak menyelesaikan ketimpangan penguasaan agraria di segelintir orang di Indonesia. Kondisi ini semakin diperparah oleh lahirnya UU Cipta Kerja serta kebijakan tentang Bank Tanah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 Tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi adalah bukti bahwa negara ini hanya terus menciptakan regulasi yang semakin menjauhkan cita-cita bangsa Indonesia untuk adil dan sejahterah.
Kebijakan agraria yang semakin liberal tidak hanya berdampak pada akumulasi konflik serta kerusakan lingkungan yang masif. Tambang di darat, di pesisir dan laut, perkebunan skala besar, Hutan Tanaman Industri dan atas nama kepentingan pembangunan rakyat tergusur, lingkungan tergerus. Sulawesi Selatan dalam lima tahun terakhir melahirkan letusan konflik agraria yang sangat tinggi. Tercatat terjadi 19 letusan konflik agraria yang dimonopoli oleh industri khususnya Nikel. 50 desa yang terkepung dalam hilirisasi kawasan industri ini. Perampasan tanah-tanah petani dalam sektor perkebunan besar oleh pelaku utama PTPN XIV dan swasta juga mewarnai penderitaan rakyat Indonesia dalam empat dekade terakhir. Total penguasaan HGU PTPN XIV berada di 112 desa, 31 kecamatan dan saat ini 190 desa masuk dalam konsesi HGU Perkebunan Besar. Sebagai wilayah yang menjadi penyangga kawasan Timur Indonesia dan Ibukota Negara Indonesia – IKN, monopoli dan krisis agraria serta kerusakan ekologis terus terjadi.
Hilangnya tanah-tanah rakyat, kampung-kampung sebab klaim hutan negara di 1016 desa/kelurahan telah mengusir jutaan rakyat dari tanah kelahirannya. Tambang pasir laut seluas 26.382,68 Ha, reklamasi pesisir seluas 4.047, lahirnya 432 izin pertambangan beserta alokasi pencadangan ruangnya seluas 317,955.48 Ha yang berada di 863 desa/kelurahan telah menempatkan situasi dalam kondisi kritis dan kehilangan kedaulatan. Tidak selesai atas berbagai persoalan agraria di atas, ancaman kembali dihadapi dengan pembangunan Geothermal yang berada di 19 titik di 10 kabupaten. Generasi masa depan ditempatkan ke dalam situasi yang penuh bahaya. Melalui kebijakan Tata Ruang dalam Perda RTRW Provinsi Sulawesi Selatan No. 03 tahun 2022 tidak kurang dari 2.114 dari total 3051 desa/kelurahan di Sulawesi Selatan yang sedang dan terancam mengalami krisis agraria dan kerusakan lingkungan.
Rezim pro modal telah menempatkan tanah-tanah rakyat tidak lebih dari sekedar komoditi semata. Konsesi-konsesi perkebunan skala besar, hilirisasi industri nikel, Proyek Strategis Nasional, properti dan infrastruktur perkotaan melahirkan berbagai persoalan agraria dan kemiskinan struktural. Hal dibuktikan dengan hasil sensus pertanian terbaru 2023 yang memperlihatkan persentase petani gurem Sulawesi Selatan sebesar 41,23% meningkat 20,62% dari ST2013. Petani, nelayan, masyarakat miskin perkotaan, masyarakat adat dan kelompok rentan terus direpresi oleh negara dengan kebijakan-kebijakannya.
Selain itu, dampak hilirisasi nikel di region Sulawesi terbukti sangat merugikan, terutama bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal di sekitar area pertambangan dan pabrik. Keberadaan aktivitas pertambangan nikel juga telah mengancam keberlangsungan hutan hujan di Sulawesi Selatan dan terus memaksa para petani dan pekebun untuk menjauh dari ruang hidupnya selama ini.
Kehadiran berbagai investasi dan proyek pembangunan yang mensyaratkan penguasaan tanah juga berkontribusi terhadap dampak negatif terhadap hak atas lingkungan yang layak. Salah satu sektor yang patut diwaspadai adalah penggunaan PLTU Captive pada smelter nikel menyebabkan peningkatan kasus penyakit pernapasan (ISPA). Pencemaran laut akibat sedimentasi semakin meluas, memberikan dampak serius terhadap hasil tangkapan nelayan. Negara harus segera melakukan evaluasi mendalam terhadap dampak proyek pembangunan yang tidak ramah lingkungan serta meredam ambisi hilirisasi nikel yang tidak transparan untuk melahirkan solusi yang berkelanjutan demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Rezim pemerintahan jokowi yang melahirkan berbagai kebijakan yang memperparah krisis ruang hidup dan konflik agraria. terus berupaya mempertahankan kekuasaannya melalui Pemilu 2024 dengan serangkaian penyalahgunaan wewenang, pelanggaran hukum dan etika serius. Presiden secara terbuka berkampanye dan berpihak kepada Paslon yang akan meneruskan kebijakannya. menggunakan institusi maupun fasilitas negara, memobilisasi dan menggerakkan Aparat negara (TNI/POLRI), Aparat Desa untuk berpihak pada paslon tertentu, mempolitisasi bantuan sosial sebagai alat kampanye.
Kemunduran demokrasi yang terus berlangsung bukan hanya kepada masyarakat yang memperjuangkan haknya yang diperhadapkan pada kriminalisasi dan kekerasan aparat untuk memuluskan perampasan hak masyarakat. Secara keseluruhan masyarakat, masyarakat adat, aktivis, dan mahasiswa mengalami represi dan kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat, berekspresi, dan kebebasan sipil kepada kepada warga negara yang mengkritik terhadap berbagai penyelewengan kekuasaan. Dalam kontestasi Pemilu 2024 Mahasiswa, Guru besar, akademisi di berbagai perguruan tinggi dan aktivis pro demokrasi yang mengkritik presiden yang terus mempertontonkan pelanggaran etika dan konstitusi juga mengalami intimidasi dan terancam kriminalisasi. Praktek represi tersebut bahkan dilakukan dengan mengarahkan aparat kepolisian dan melalui premanisme individu.
Negara kini tengah sibuk menjalankan politik prosedural berupa pemilihan umum serentak untuk memilih Calon Presiden, Wakil Presiden, Calon Anggota Legislatif di berbagai level hingga Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Kesemua calon ini sedang berpoles dan menebarkan janji politik dan saling berebut suara dan tidak mampu menghindari polarisasi di level masyarakat.
Rakyat terus didesak untuk hanya berada di lingkaran politik elektoral semua, memilih dengan pengetahuan yang terbatas tentang sejarah, rekam jejak, dan kepentingan ekonomi di belakang para kandidat presiden dan wakil presiden ini. Sementara itu, kekuasaan yang dijalankan secara ugal-ugalan terus mengancam ruang dan wilayah hidup kita. Sejatinya tidak akan ada reforma agraria di negara yang hanya sibuk menjalankan pemilu untuk memilih penguasa yang kelak akan terus melakukan eksploitasi dan perampasan tanah untuk kepentingan oligarki dan para kroninya.
Kami percaya bahwa tugas sejarah kita hari ini adalah membuktikan bahwa praktik untuk perebutan kekuasaan yang ditunjukkan tanpa rasa malu dan penuh ambisi oleh para penguasa dan kekuatan ekonomi feodal yang bergandengan tangan dengan kekuatan kapital global hari ini akan kalah oleh kesadaran rakyat yang terdidik dan bertumpu pada kekuatan perjuangan yang demokratis. Keyakinan paling penting hari ini adalah kesadaran rakyat untuk terus berjuang melawan lupa terhadap segala bentuk politik kekuasaan yang hanya melanggengkan perampasan dan penghancuran ruang hidup rakyat.
Komite Masyarakat Sipil Menentang Monopoli dan Krisis Agraria menyatakan pernyataan politik sebagai bentuk manifesto demokrasi untuk menuntut kedaulatan dan reforma agraria sejati di Indonesia.
- Perjuangan melawan ketidakadilan agraria adalah kekuatan persatuan rakyat menentang segala bentuk penghisapan dan perampasan sumber-sumber agraria. Rakyat Indonesia berhak atas kehidupan yang layak dan berdaulat atas tanah dan kekayaan alamnya maka reforma agraria sejati adalah jalan yang harus segera ditegakkan di negara ini.
- Rakyat Indonesia adalah massa yang sadar atas segala keputusan politik yang ada dan yang akan dijalankan. Segala bentuk program politik harus bisa menunjukkan sikap menjunjung tinggi nilai-nilai lingkungan yang adil, lestari, dan berpihak pada rakyat Indonesia.
- Negara tidak boleh hanya patuh pada pemilik modal dan para kroninya yang terus melakukan penghisapan dan perampasan tanah. Negara harus menjamin keberlangsungan hidup seluruh rakyat untuk mendapatkan akses terhadap sumber penghidupan yang adil dan lestari.
- Menentang segala bentuk politik transaksional dan penggunaan kekuatan modal untuk memenangkan pertarungan kekuasaan. Setiap pihak harus memiliki sikap transparan, terbuka akan kritik, dan menjalankan kebijakan agraria yang berpihak pada kedaulatan bangsa.
- Menyerukan Seluruh Elemen Rakyat untuk tidak takut bersuara terhadap segala bentuk penyalahgunaan dan penyimpangan kekuasaan dalam Pemilu 2024 untuk menyelamatkan Demokrasi Indonesia.
Demikian pernyataan sikap politik ini dibuat dan dinyatakan sebagai bentuk manifestasi pemikiran dan politik komite masyarakat sipil sulawesi menentang monopoli dan krisis agraria. Semoga Tuhan Yang Maha Esa merestui jalan politik kita.
Makassar, 13 Februari 2024
Atas Nama Rakyat Indonesia untuk Reforma Agraria Sejati
Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Sulsel, Kontras Sulawesi, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel, LBH Makassar, Jurnal Celebes, Perkumpulan Wallacea, Kareso Bulukumba