Makassar, 23 Agustus 2023. Korban kasus pelecehan seksual tahanan di Polda Sulsel, yang dilakukan oleh seorang Polisi, menempuh upaya hukum. Korban yang berinisial “FB” bersama orang tuanya didampingi Tim Penasihat Hukum LBH Makassar, resmi melaporkan Briptu “S” atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual di SPKT Polda Sulsel, pada Selasa (22/08/2023).
Korban “FB” melaporkan peristiwa pelecehan seksual fisik yang dialaminya, dimana pelaku yang merupakan Polisi aktif – Briptu “S” memaksa dirinya melakukan seks oral di kamar sel Rutan Polda Sulsel pada Juli 2023. Dalam keteranganya, “FB” mengaku sering mendapatkan perlakuan tidak pantas dari Briptu “S”, sejak ditahan di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dit Tahti) Rutan Polda pada Juni 2023.
Keluarga korban sangat terpukul dan menyayangkan peristiwa yang dialami anaknya di Rutan Polda Sulsel. “W” selaku ibu kandung korban berharap laporan tindak pidana yang dibuat putrinya agar cepat diproses oleh penyidik Polda sulsel. Ia juga meminta agar putrinya mendapatkan keadilan dan perlindungan selama proses hukum ini berjalan.
“Kantor Polisi harusnya jadi salah satu tempat aman bagi anak saya. Sekalipun dia tahanan, tapi dia manusia, dia perempuan, seharusnya selama ditahan hal seperti ini tidak terjadi. Saya khawatir karena sampai sekarang ia masih ditahan disana. Bahkan sekarang dia dijauhi, karena melapor,” ungkapnya.
Atas perbuatan tersebut, Briptu “S” sebelumnya juga telah dilaporkan ke Divisi Propam Polda Sulsel pada 08/08/2023, atas dugaan pelanggaran kode etik Kepolisian. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari pihak Propam Polda terkait perkembangan sanksi etik yang dijatuhkan kepada pelaku.
Mirayati Amin, selaku Penasehat Hukum korban menegaskan bahwa perbuatan Briptu “S” merupakan kejahatan kesusilaan. Pelecehan seksual fisik yang dilakukan telah memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.
Sehingga, Laporan Pelanggaran Kode Etik yang diproses oleh Propam Polda tidaklah cukup. Jika terbukti melakukan perbuatan tindak pidana yang disangkakan, Briptu S harus diadili hingga ke Peradilan Umum.
“Berdasarkan bukti yang kami miliki, perbuatan pelaku sudah cukup memenuhi unsur pidana penyalahgunaan wewenang dan memanfaatkan kerentanan seseorang untuk memaksa melakukan perbuatan cabul, sehingga dapat dijerat dengan Pasal 6 huruf c UU TPKS, dengan ancaman pidana 12 tahun kurungan penjara. Melihat ancaman pidana pasal tersebut, sudah sepatutnya proses hukum terhadap Briptu S tidak hanya sampai pada sidang disiplin, melainkan diadili hingga ke Peradilan Umum,” pungkas Mira.
“Kasus ini menjadi preseden buruk bagi Polda Sulsel, karena gagal memberikan jaminan keamanan bagi tahanan. Sehingga, Polda Sulsel harus memberikan perhatian serius pada kasus ini, mengingat Briptu S memiliki riwayat pelanggaran serupa pada kantor sebelumnya yang hanya berakhir pada sidang disiplin
Hingga rilis pers ini diterbitkan, korban masih berada di Rutan Polda tanpa kepastian perlindungan dan pemulihan. Untuk itu, LBH Makassar mendesak kepada Kapolda Sulsel untuk bertanggung jawab atas perlindungan dan pemulihan korban, sebagai pemenuhan hak korban.
Dengan ini, kami Tim Kuasa Hukum LBH Makassar selaku pendamping hukum korban FB dan keluarga mendesak agar:
- Menuntut Polda Sulsel untuk segera Memindahkan Korban dari Rutan Polda Sulsel dan memberikan Hak atas Pemulihan dan Perlindungan Rumah Aman;
- Segera menindaklanjuti Laporan Pidana yang telah diajukan oleh Korban;
- Mendesak agar Paminal Propam Polda Sulsel membuka informasi atas proses sidang etik yang telah dijalankan oleh Briptu S;
- Mendesak Kapolri untuk memonitoring kasus, mengevaluasi penahanan dan membuat kebijakan untuk memastikan tahanan Perempuan sebagai kelompok rentan mendapatkan hak perlindungan dan ruang aman selama menjalani masa tahanan.
Narahubung:
Ridwan (0852-5555-3776)
Mirayati Amin (0853-4258-9061)