Makassar, 4 September 2023. FB korban pelecehan seksual di Rutan Polda Sulsel, diduga mengalami pengancaman oleh anggota kepolisian Rutan Polda Sulsel pasca melaporkan kasus yang dialaminya. Menurut FB, intimidasi itu diterima setelah kasusnya dilaporkan ke Propam Polda dan semakin intens setelah ia melaporkan Briptu S atas dugaan tindak pidana pelecehan seksual pada 22 Agustus 2023, di SPKT Polda Sulsel.
“Semenjak kasusnya diproses di Propam, semenjak itu saya mulai diteror. Kadang dibentak, diteriaki. Apalagi, setelah masuk laporan polisi ke SPKT tambah intens intimidasinya. Saya disuruh memaafkan, bahkan diminta cabut saja laporannya. Tapi, saya tidak bisa”. Ungkapnya.
Hingga saat ini Korban masih ditahan di Rutan Polda Sulsel. LBH Makassar telah mengajukan upaya permintaan bantuan penanganan, perlindungan dan pemulihan ke UPT PPA Provinsi Sulsel sejak (23/08/2023).
Pemeriksaan psikologis kemudian dijadwalkan pada 31/08/2023, namun sehari sebelumnya Tim Kuasa Hukum LBH Makassar mendapat informasi bahwa untuk pemeriksaan psikologis forensik korban harus dengan permohonan yang diajukan oleh penyidik kepada pihak UPT PPA Provinsi Sulsel.
Terkait dengan upaya permintaan perlindungan rumah aman yang diajukan LBH Makassar, hal ini ditolak oleh UPT PPA Provinsi Sulsel dengan alasan korban saat ini masih berproses hukum sebagai Tersangka.
Mirayati Amin, selaku Kuasa Hukum Korban menjelaskan bahwa sejak awal Timnya sudah melakukan koordinasi dengan UPT PPA Provinsi Sulsel. Mengingat tempat kejadian berada di Rutan Polda, maka perlindungan dan pemulihan korban harus jadi prioritas, salah satunya dengan memindahkan korban ke rumah aman.
“Sangat disayangkan hingga hari ini korban masih berada di Rutan Polda tanpa kepastian perlindungan. Padahal jelas dalam Pasal 40 UU Nomor 12 Tahun 2022, bahwa UPTD PPA wajib memberikan perlindungan dan pelayanan teknis yang dibutuhkan korban,” jelasnya.
Tak hanya itu, LBH Makassar juga menyoroti sikap pasif dari Unit PPA Polda Sulsel yang abai terhadap upaya perlindungan korban. Padahal, peristiwa tersebut terjadi di dalam wilayah Polda Sulsel. LBH Makassar sudah beberapa kali menemui Direktur Tahti Polda Sulsel untuk meminta pertanggungjawaban Kepolisian atas perlindungan terhadap korban, namun hingga hari ini belum membuahkan hasil.
Atas hal itu LBH Makassar menyatakan dan mendesak :
- Menyesalkan UPT PPA Provinsi menolak memberikan perlindungan rumah Aman dan mendesak Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPA) untuk mengevaluasi dan memastikan terpenuhinya hak korban untuk mendapatkan rumah aman dan pemulihan psikologis;
- Kapolda Sulsel bertanggung jawab atas perlindungan dan pemulihan terhadap korban;
- Kabid Propam Polda Sulsel membuka informasi terkait seluruh proses dan hasil pemeriksaan pelanggaran etik Briptu S;
- Percepatan proses hukum terhadap Briptu S, sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/B/747/VIII/2023/SPKT Polda Sulsel atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual;
- Kapolri untuk memonitoring kasus, mengevaluasi penahanan dan penetapan kebijakan terkait perlindungan dan ruang aman bagi tahanan perempuan;
- Direktur Tahti Polda Sulsel untuk melakukan evaluasi terhadap anggota kepolisian atau pihak lain, atas tindakan intimidasi terhadap korban.
LBH Makassar
Narahubung:
Mirayati Amin
Koordinator Bidang Hak Perempuan dan Anak LBH Makassar (0853-4258-9061)