Takalar 23 Desember 2024. Laporan Polisi oleh Petani Polongbangkeng yang mendapatkan ancaman tindakan penganiayaan oleh pihak PTPN 1 Regional 8, dengan nomor LP/B/259/IX/2024/SPKT/POLRES TAKALAR/ POLDA SULAWESI SELATAN melalui Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan resmi dihentikan. Celakanya, dua Petani lainnya berbalik mendapatkan laporan pidana dengan dugaan melakukan penebangan di kawasan eks hak guna usaha perusahaan.
“Tindakan Kepolisian yang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) adalah tindakan yang diskriminatif dan tidak profesional. Berdasarkan Keterangan Warga dan alat bukti yang ada telah jelas tindakan pengancaman menggunakan senjata tajam yang dilakukan oleh Karyawan Perusahaan terhadap Petani,” tegas Pajrin APBH LBH Makassar
Disusul oleh perkara lain, buntut dari laporan pidana yang dilakukan oleh PTPN I Regional 8, Polres Takalar melakukan pemanggilan dengan agenda klarifikasi terhadap 2 orang petani perempuan. Sementara itu, dalam Pemeriksaan terkonfirmasi bahwa petani tidak melakukan penebangan, melainkan pembersihan di atas lahan miliknya sendiri yang sebelumnya dirampas oleh PTPN.
Dalam proses pemeriksaan terungkap alasan mengapa petani melakukan pembersihan lahan karena tanaman tebu yang sudah terbakar, sudah tidak produktif atau mati, maka dilakukan pembersihan agar lahan tersebut bisa dimanfaatkan lagi oleh Petani. Lebih lanjut bahwa ada juga lahan yang telah dirampas oleh PTPN namun tidak dimanfaatkan dan terbengkalai sehingga petani yang menggunakan dengan menanam padi di atasnya.
Fakta lain juga terungkap bahwa Penyidik pemeriksa tidak menunjukkan berkas izin kawasan perkebunan maupun alas hak lain seperti HGU yang masih aktif, karena hal yang sangat jelas adalah Perusahaan tidak lagi memiliki hak untuk mengolah lahan tersebut, karena HGU nya sudah berakhir.
“Pelaporan polisi oleh perusahaan yang melaporkan 2 Petani Polongbangkeng Takalar karena menduduki dan menggarap lahannya sendiri, merupakan upaya menakut-nakuti warga yang sedang memperjuangkan hak atas tanah mereka yang selama ini telah dirampas oleh PTPN,” tambah Pajrin
Di waktu yang sama, warga lain yang pernah melaporkan tindak pidana pengancaman yang dilakukan oleh pihak PTPN mendapatkan surat Pemberitahuan Penghentian penyelidikan tanpa alasan yang jelas, padahal sudah memenuhi syarat 2 alat bukti yang cukup.
Setelah aktivitas pengancaman tersebut dilaporkan pada bulan September, beberapa kali warga diperiksa untuk diambil keterangannya. Dalam setiap keterangan warga, diterangkan secara tegas tindakan dari karyawan perusahaan yang mengancam menggunakan senjata tajam, ingin menguliti kulit dari Petani yang sedang mempertahankan haknya.
“Inne baji sissiliki, ka lompoi dagingna” (“Ini Bagus dikuliti karena besar dagingnya”)
“Assulukmako, nakutekbakko intu” (“Kamu Keluar, Akan Kutebas Kau”), ucap Tahir Tayang selaku Karyawan PTPN Ke Petani Perempuan Polongbangkeng
Keterangan tersebut dikuatkan oleh keterangan warga lain yang telah diperiksa. Selain itu terdapat rekaman atau potongan video yang jelas menunjukkan sikap arogansi karyawan perusahaan yang hendak menghentikan upaya warga untuk menghentikan aktivitas illegal perusahaan yang mengolah lahan meski HGU nya telah berakhir
Proses hukum yang tajam kepada Petani dan tumpul kepada perusahaan ini menunjukkan watak dari Polisi yang diskriminatif dan tidak professional. Proses hukum yang berlarut hingga menunggu waktu 3 bulan menunjukkan tidak seriusnya Polisi menangani laporan warga. Namun ketika Perusahaan melaporkan tindakan yang dilakukan oleh Petani, Kepolisian sigap memproses hukum hal tersebut, tanpa menginvestigasi terlebih dahulu terkait dengan status hukum perusahaan yang saat ini sudah tidak lagi memiliki HGU di Kabupaten Takalar.
***
Narahubung: Pajrin – 0852-9915-6719