Konflik Agraria Masyarakat Polongbangkeng Dengan PTPN XIV

Konflik agraria antara Masyarakat Polongbangkeng dengan PT.PN XIV Perkebunan Tebu – Pabrik Gula Takalar, Sulawesi Selatan

“Intimidasi dan pengrusakan lahan petani siap panen oleh PT.PN XIV Takalar membuat petani semakin menderita”

Jakarta, 13 Maret 2014. Konflik agraria antara masyarakat Polongbangkeng dengan PT. Perkebunan Nusantara XIV (PT. PN XIV) – Pabrik Gula (PG) Kab. Takalar, Sulawesi Selatan akibat perampasan tanah pada tahun 1978 – 1981 masih berlanjut hingga saat ini (April 2015). Meski di tahun 2013 telah ada upaya penyelesaian konflik melalui skema kerjasama, namun serangkaian intimidasi dan kekerasan terhadap petani, bahkan pengrusakan kebun dan sawah siap panen terus terjadi sepanjang tahun 2014 – 2015.

Terhitung sejak 06 hingga 11 April 2015, PT. PN XIV Takalar secara sepihak dan sewenang-wenang telah melakukan pengrusakan sawah dan kebun warga Polongbangkeng. Tindakan ini dilakukan pada sore hari menjelang magrib hingga pukul 2 pagi menggunakan buldozer dan dikawal oleh oknum aparat Brimob Polda Sulselbar. Warga yang melihat pengrusakan sawah dan kebun yang sudah siap panen tersebut merasa sangat sedih dan jengkel, namun tak mampu berbuat banyak. Ada 4 buldozer yang melakukan penghancuran tanaman dimana masing-masing buldozer dikawal oleh aparat Brimob. Di beberapa titik jalan terdapat beberapa mobil patroli Brimob, mobil operasional PT. PN XIV yang melakukan penjagaan dan pengawalan proses pengrusakan. Kondisi ini membuat warga terintimidasi dan ketakutan. Suasana malam hari di beberapa desa mencekam.

Sampai tanggal 9 April, PT. PN XV telah merusak tanaman sawah dan kebun sekitar 17 ha yang mencakup desa Lassang Barat (10 ha), Timbuseng (5 ha), dan Parang Luara (2 ha). Tanaman warga yang telah dirusak antara lain, kacang panjang, wijen, jagung, dan padi. Sawah milik warga yang telah rusak diperkirakan mencapai sekitar 50 ha, karena tindakan pengrusakan ini terus berlanjut hingga tanggal 12 April 2015. Petani merasa semakin kesulitan dan mederita, mengingat sawah mereka telah dikelola dengan susah payah hingga mendekati masa panen, namun telah dirusak dengan cara yang keji. Mereka belum tahu apa lagi yang harus dikerjakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye Eksekutif Nasional WALHI menegaskan, “Konflik yang terjadi di Kec. Polongbangkeng, Kab. Takalar adalah gambaran ketidakadilan pengelolaan agraria dan sumber daya alam di Indonesia. Monopoli, perampasan tanah, kekerasan, intimidasi, dan pengrusakan lahan menjadi kondisi buruk yang terus dialami petani di Polongbangkeng, Takalar dan petani Indonesia pada umumnya. Luas areal PT. PN XIV Takalar adalah 6.782,15 ha yang mencakup 11 Desa, sedangkan kemampuan mengolah hanya sekitar 4.000 ha. Oleh karena itu, warga telah meminta agar lahan yang terlantar dapat dimanfaatkan kembali oleh warga sejak tahun 2007. Tuntutan ini telah ditanggapi oleh Pemerinntah Daerah sejak tahun 2012, sehingga warga mendorong kerjasama dalam pemanfaatan lahan di Kec. Polongbangkeng. Namun, entah apa yang mendorong pihak PT. PN XIV sampai tega merusak sawah dan kebun-kebun warga yang telah dikelola dengan baik dan akan memasuki masa panen.”

Pada hari Jum’at sore 10 April 2015, WALHI, KONTRAS, dan KPA telah menyampaikan kasus ini secara langsung dalam pertemuuan dengan Badroddin Haiti (Wakapolri). Beliau kaget mendengar laporan ini dan telah menyampaikan bahwa berdasarkan laporan yang diterima Mabes POLRI terkait kasus yang terjadi di Takalar dinyatakan telah selesai dengan baik sejak tahun 2013. Namun, jika terjadi pengrusakan lahan warga di Takalar yang dikawal langsung oleh aparat Brimob Polda Sulselbar, maka segera dilakukan koordinasi dengan POLDA Sulselbar dan akan dilakukan pengecekan di lapangan. Mabes Polri akan langsung memonitoring kasus ini dan mengupayakan penanganan konflik di Takalar dengan menutamakan negosiasi dengan masyarakat.

Untuk memastikan kondisi buruk ini tidak berlanjut, maka berbagai pihak berwenang mesti segera mengambil tindakan.

  1. Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, dan Bupati Kab. Takalar mesti segera mendorong penyelesaian konflik agraria antara masyararakat Polongbangkeng dan PTPN XIV Takalar.
  2. Gubernur Sulawesi Selatan dan Bupati Kab. Takalar segera mengambil tindakan untuk menghentikan pengrusakan lahan warga yang dilakukan oleh PT. PN XIV yang dikawal oleh oknum aparat Brimob Polda Sulselbar.
  3. Pimpinan PT. PN XIV – Pabrik Gula Takalar segera menghentikan aksi pengrusakan tanaman masyarakat, membayar ganti rugi tanaman yang rusak serta mengembalikan tanah warga yang telah dirampas sejak tahun 1978 – 1981.
  4. Kapolda Sulselbar mesti segera menarik personil pengaamanan (Brimob) yang telah mengawal aksi perusakan tanaman, dan membuat warga terintimidasi dan menciptakan kondisi yang tidak kondusif di Polongbangkeng, Kab. Takalar.
  5. Wakapolri mesti segera melakukan pemeriksaan atas adanya pengerahan pasukan pengamanan dari Polda Sulselbar dan tindakan oknum aparat Brimob Polda Sulselbar yang ikut mengawal pengrusakan lahan warga Polongbangkeng dan menciptakan kondisi yang tidak kondusif.

————-sekian————

Kurniawan Sabar (Manajer Kampanye Eknas WALHI)
081241481868

Sumber : walhi.or.id

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

WhatsApp Image 2025-02-07 at 12.00
Ditemukan Bukti Pemalsuan Keterangan, Warga Bara-Baraya Resmi Melaporkan Dugaan Tindak Pidana Pemalsuan oleh Nurdin Dg. Nombong dkk
WhatsApp Image 2025-01-22 at 17.54
Tuntut Transparansi Dana, Pemerintah Desa Justru Mengkriminalisasi Warga Lampuara
web
Bencana Longsor Kembali Terjadi, Pemkab Luwu dan PT. Masmindo Dwi Area Abai Patuhi Aturan Larangan Aktivitas Penambangan di Wilayah Rawan Bencana
Skip to content