Rilis Pers

Koalisi OMS Kawal Pemilu Sulsel: Tidak Percaya terhadap Proses Pemilu Sulsel

Tidak Ada Kedaulatan Rakyat dan pemerintah yang dihormati dari pemilu yang curang, teror-intimidatif, politisasi program, dan pengerahan aparat negara.

Pemilu sejatinya merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden serta para wakilnya yang akan duduk di lembaga legislatif (mulai tingkat pusat, provinsi, hingga tingkat kota/kabupaten), yang penyelenggaraannya wajib berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil atau disingkat “Luber Jurdil”, sesuai ketentuan yang diatur dalam UU Pemilu (UU No.7 Tahun 2017 sebagaimana telah diubah berdasarkan Perpu No. 1 Tahun 2022)

Namun pada kenyataan Pemilu 2024 yang tengah berlangsung saat ini tidak demikian adanya, berdasarkan hasil pemantauan dan pengawasan kami, OMS Sulsel Kawal Pemilu 2024 menemukan sejumlah kejanggalan yang mengindikasikan maraknya kecurangan dan melanggar asas-asas Pemilu, terutama pelanggaran terhadap asas bebas, rahasia, jujur, dan adil di hampir setiap tahapan Proses Pemilu 2024 kali ini. Parahnya lagi indikasi pelanggaran atau kecurangan yang terjadi dilakukan oleh Pemerintah, rezim yang sementara berkuasa dengan pola-pola yang bersifat terstruktur dan sistematis, yang akan kami uraikan sebagai berikut:

1) Perekrutan Anggota KPU dan Bawaslu RI, terutama di tingkat Kota/Kabupaten yang sarat konflik kepentingan, tidak transparan dan tidak akuntabel

Berdasarkan laporan yang diterima OMS Sulsel Kawal Pemilu disinyalir beberapa Komisioner KPU dan Bawaslu tingkat Kota/Kabupaten terdapat cacat administrasi dan diduga memiliki afiliasi dengan Partai Politik Peserta Pemilu. Termasuk maraknya isu beberapa calon Komisioner yang mengikuti proses seleksi yang diwajibkan untuk melakukan lobby dan membangun komitmen dengan pihak Parpol peserta Pemilu;

2) Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka (Gibran), Anak sulung Presiden Jokowi sebagai Calon Wakil Presiden. Pola ini sangat jelas berdasarkan kronologi sebagai berikut:

  1. Revisi UU Mk melalui pengesahan UU 7/ 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU 24/ 2003, yang materi perubahannya terkait perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi hingga 70 tahun dengan maksimal menjabat 15 tahun, dan perpanjangan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK dari 2,6 tahun menjadi 5 tahun. Revisi UU MK dinilai cacat formil karena sejak awal tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan tidak memenuhi syarat carry over, naskah akademik buruk, dan pembahasannya dilakukan secara tertutup dan tidak partisipatif dengan waktu sangat singkat, yakni tiga Hal ini tentu sarat dengan konflik kepentingan yang akan mempengaruhi sikap para Hakim MK (yang sementara menjabat) kepada Pemerintah dan DPR (rezim yang berkuasa);
  2. Pernikahan Anwar Usman (ketua MK) dengan Idayati (Adik Presiden Jokowi) pada bulan Mei 2022, Hal ini tentu sarat dengan konflik kepentingan karena mempertemukan tali kekeluargaan antara dua pimpinan lembaga negara Negara yakni Ketua MK (yudikatif) dengan Presiden (Eksekutif), sehingga Anwar Usman harusnya sejak saat itu mundur dari jabatan Ketua MK namun hal tersebut tidak dilakukan.
  3. Anwar Usman sebagai Ketua MK yang menentukan Komposisi Majelis Hakim sekaligus menjadi Hakim Ketua yang memeriksa perkara No. 90/PUU-XXI/2023 yang kemudian merubah ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu, sehingga Gibran Rakabuming Raka (ponakan AU) dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Wakil Presiden.

3) KPU RI yang meloloskan pendaftaran Gibran sebagai Calon Wakil Presiden

Padahal usia Gibran saat itu belum memenuhi syarat yang diatur dalam PKPU No. 19 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sehingga Hasyim Asy’ari (Ketua KPU RI) dijatuhkan sanksi peringatan keras terakhir, dan enam Komisioner lainnya dijatuhkan sanksi Peringatan Keras.

4) Kebijakan Presiden Jokowi yang mencabut kewajiban memundurkan diri bagi Pejabat Negara yang hendak mencalonkan diri dalam Pemilu/Pilkada dan Kewajiban Cuti bagi Pejabat Negara yang hendak melakukan kampanye dalam Pemilu/Pilkada (vide PP 18/2013 jo. PP 29/2014) dengan mengesahkan PP 32/ Tahun 2018 yang kemudian diubah lagi dengan PP 53/2023

Kebijakan ini tentu berdampak terhadap tidak efektifnya penyelenggaraan pemerintahan dan hal ini tentu mempermulus sejumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang sementara menduduki jabatan publik untuk menggunakan jabatannya untuk memenangkan Pemilu yang sementara berlangsung dan dengan masuknya Gibran sebagai peserta Capres-Cawapres dalam Pemilu 2024 ini maka Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan yang berwenang mengangkat dan membawahi Para Menteri dan pimpinan tertinggi aparat penegak hukum (Jaksa Agung dan Kapolri) sehingga diduga keras berpotensi menggunakan kewenangannya untuk melakukan intervensi dalam proses Pemilu 2024 dalam rangka memenangkan Pasangan Nomor Urut 02 (Prabowo – Gibran) lewat kebijakan seperti pengangkatan Pejabat (Pelaksana Tugas) Kepala Daerah Gubernur dan Bupati/Walikota dan pelaksanaan program pemerintah pusat yang sementara jalankan antara lain pemberian Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) melalui Dana Desa serta Program YESS di Kementerian Pertanian.

Indikasi intervensi Presiden Jokowi semakin tampak dengan adanya sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pejabat Negara lainnya (termasuk Bupati dan Walikota bahkan Kepala Desa) yang menyatakan dukungannya dan melakukan kampanye untuk memenangkan Capres-Cawapres 02.

Sejumlah media telah memberitakan dugaan keterlibatan ASN yang mendukung maupun mengkampanyekan secara terbuka Capres-Cawapres tertentu. Di Sulsel, Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten Takalar dan Penjabat Bupati Enrekang diduga kuat mengkampanyekan pasangan Capres-Cawapres tertentu.

Di Sultra, pejabat Bupati Muna Barat juga menyatakan dukungan untuk calon DPD dan Capres tertentu pada kegiatan perayaan ulang tahun kabupaten. Pejabat Bupati Sorong membuat nota kesepahaman dalam mengupayakan dukungan kepada Capres-Cawapres tertentu. Padahal berdasarkan peraturan perundang-undangan mewajibkan kepada ASN dan Aparat Negara lainnya untuk bersikap netral dalam Pemilu. Hasil temuan OMS Sulsel Kawal Pemilu, menemukan sejumlah Kepala Desa di diarahkan oleh oknum pejabat pemerintah kabupaten untuk memenangkan capres-cawapres tertentu.

Di sisi lain beberapa Kepala Daerah yang merupakan anggota Parpol pengusung Pasangan Capres-Cawapres lain terkesan ketakutan dan tidak berani untuk menyatakan dukungan dan kampanye untuk kemenangan Pasangan Capres-Cawapres yang diusung oleh Partainya, atau bahkan mengalami intimidasi sehingga secara diam-diam (tertutup) mengarahkan jajarannya untuk memenangkan Pasangan Capres-Cawapres yang sesuai kepentingan Presiden Jokowi.

5) Kebijakan Presiden Jokowi yang tiba-tiba menaikkan tunjangan kinerja bagi Pegawai Bawaslu dua hari menjelang Pemungutan Suara

Kebijakan ini ditetapkan oleh Presiden Jokowi melalui PP 18/2024 tertanggal 12 Februari 2024. Hal ini diduga akan mempengaruhi sikap para pegawai Bawaslu RI mulai tingkat pusat hingga tingkat kecamatan yang seharusnya menggunakan kewenangannya untuk mengawasi dan menindak dengan tegas berbagai tindakan pelanggaran dan kecurangan pemilu, sebagaimana dapat dilihat bagaimana sikap Bawaslu yang cenderung tidak tegas terhadap berbagai dugaan pelanggaran dan/atau kecurangan yang terjadi selama proses pemilu 2024 ini baik sebelum lahirnya kebijakan tersebut sebagaimana telah kami paparkan di atas, maupun pasca kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Presiden Jokowi yakni dugaan pelanggaran/ kecurangan pada pada masa pemungutan suara dan perhitungan suara yang berlangsung sejak kemarin hingga hari ini, yang selanjutnya akan kami uraikan secara rinci di bawah ini.

6) Berbagai Dugaan Pelanggaran dan/atau Kecurangan pada Hari Pemungutan Suara dan Perhitungan Suara, yang ditemukan oleh OMS berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, antara lain:

  1. Waktu pencoblosan yang terlambat dimulai dari waktu yang telah ditetapkan sebelumnya namun penutupan tetap pada jadwal yang telah ditentukan.
  2. Adanya temuan surat suara yang telah tercoblos di Makassar, Maros, dan Gowa
  3. Adanya Kotak Suara yang tidak tersegel;
  4. Teknis registrasi saat pemungutan suara di TPS tidak diumumkan secara detail, yang berdampak beberapa pemegang hak pilih yang terdaftar dalam DPT dan memperoleh Undangan, namun tidak dapat menggunakan hak suaranya karena adanya penolakan dari Panitia/ KPPS setempat;
  5. Tidak adanya transparansi terkait jumlah DPT disetiap TPS sebelum dilakukan penghitungan suara;
  6. Adanya temuan oknum KPPS mengarahkan pemilih untuk memilih paslon capres cawapres tertentu;
  7. Beberapa TPS tidak memiliki kelengkapan rekapitulasi form C, sehingga perhitungan hasil pemungutan suara dapat dimanuplasi;
  8. Jumlah hasil perhitungan suara tidak dituliskan sesaat setelah pemungutan suara dilakukan perhitungan dan dilakukan pada dini hari, hal ini berdampak terhadap beberapa saksi memutuskan untuk meninggalkan TPS sebelum selesainya penulisan hasil penghitungan di Form C;
  9. Banyak TPS yang tidak aksesibel bagi pemilih yang berkebutuhan khusus (lansia dan disabilitas);
  10. Kesalahan penulisan jumlah angka hasil perhitungan suara di Form C;
  11. Penginputan angka hasil perhitungan suara ke aplikasi “Sirekap KPU RI” tidak valid dan lebih menguntungkan paslon tertentu. Padahal pembuatan Aplikasi ini menggunakan dana publik yang seharusnya memberikan informasi yang valid dan benar kepada Publik.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, Koalisi OMS Sulsel Kawal Pemilu yang sejak tahun 2021 hingga saat ini aktif mengawal dan memantau proses pemilu 2024 yang sementara berjalan dengan tujuan agar Pemilu 2024 berjalan sesuai asas Luber-Jurdil dan agar Pemilu ini menghasilkan pemimpin negara yang bersih, kompeten dan berintegritas, dengan ini menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Meminta Jokowi untuk mundur dari jabatan Presiden RI atas berbagai pelanggaran konstitusi, hukum dan etika, dan sikap terang-terangan tidak netral yang membuat pemilu tahun 2024 berjalan buruk dan penuh dengan kecurangan.
  2. Mendesak KPU RI dan Bawaslu RI untuk menghentikan proses penghitungan suara karena dihasilkan dari proses kecurangan dan intervensi kekuasaan.
  3. Mendesak KPU dan Bawaslu RI untuk menggelar Pemilu Ulang yang jujur tanpa intervensi presiden dan kekuasaan.
  4. Mengajak seluruh koalisi masyarakat sipil di berbagai daerah untuk bersikap terhadap massifnya kecurangan, politisasi program pemerintah dan intimidasi pada pemilu 2024.

Makassar, 16 Februari 2024

KOALISI ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS) SULSEL KAWAL PEMILU 2024

(Fik Ornop Sulsel, LBH Makassar, ACC Sulawesi, YPMP Sulsel, YASMIB Sulawesi, KIPP Sulsel, PerDIK Sulsel, Balla Inklusi Sulsel, LRPKM Sulsel, SP-AM, Walhi Sulsel, KPA Sulsel, Lapar Sulsel, AJI Makassar, YMC Sulsel, LML Sulsel, PBH PERADI Makassar, YPL Sulsel, YBS Palopo, Kontras Sulawesi, KPI Sulsel, Yapta-U, AGRA Sulsel, YMH Sulsel, Wadjo Institute, ICJ Makassar, LP2K Sulsel, Yapta-U, LBH APIK Sulsel, KontraS Sulawesi, KPI Sulsel, AGRA Sulsel).

 

Narahubung:

  1. Yasmib Sulsel (Rosmiaty Azis – 08124136679)
  2. LBH Makassar (Muhammad Haedir –085341016455)
  3. FIK ORNOP SULSEL (Samsang Syamsir – 081355290311)
  4. KIPP Sulsel (Salman Azis – 085299307770)
  5. WALHI Sulsel (Muhammad (Al Amin – 082293939591)
  6. KIPP Sulsel (Haswandy Andy Mas – 081355399855)
  7. ACC Sulawesi (Ali Asrawi Ramadhan – 082393381991)
  8. YPMP Sulsel (Aflina MUstafainah – 081342317804)

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

WhatsApp Image 2024-09-11 at 19.07
RDP Konflik Polongbangkeng Takalar Vs PTPN Ungkap Fakta Perampasan dan Habisnya HGU Perusahaan
penggusuran tenant
Kontrak Belum Berakhir, UNHAS Mengusir Para Pedagang Secara Sepihak
Aksi takalar 2
Tolak Perpanjangan HGU PTPN XIV: Petani Polongbangkeng Duduki Kantor Bupati Takalar
Skip to content