Indonesia yang saat ini memasuki fase pesta demokrasi pemilihan calon legislatif baik ditingkat Kota/Kabupaten, Provinsi dan Pusat. Calon legislatif ini merupakan perwakilan dari partai politik yang telah lulus verifikasi untuk maju dalam pertarungan pemilihan calon legislatif. Pemilihan ini sebagai ajang dimana masyarakat memilih calon wakil mereka yang nantinya akan memperjuangkan dan menyuarakan aspirasinya di lembaga legislatif sehingga masyarakat berharap agar semua calon legislatif yang maju dalam pemilihan legislatif merupakan orang orang terbaik yang diajukan partai politik.
Dengan semangat menciptakan pemilu yang beritegritas, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga Independen Negara yang diberi kewenangan untuk menyelengarakan pemilihan umum. telah menetapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 20 tahun 2018 tentang pelarangan calon legislatif dari terpidana koruptor, pelaku kejahatan seksual dan bandar narkoba. Peraturan ini mendapat dukungan dari masyarakat sipil namun beberapa kalangan juga menolak seperti Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dan Bacaleg Mantan Napi Korupsi.
Namun perlu dipahami bahwa PKPU ini telah melalui konsultasi dan rapat bersama dengan Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan lembaga penyelengara Pemilu, termasuk BAWASLU serta telah di uji publikkan. PKPU yang dikeluarkan berdasarkan kewenangan atribusi dari UU Pemilu untuk membuat aturan dan penjabaran UU Pemilu dalam menyelengarakan pemilu. Selain itu, bahwa dalam konsepsi HAM, hak politik dapat dibatasi baik melalui undang-undang atau proses peradilan. Partai Politik sebagai peserta pemilu pun menyepakati peraturan KPU tersebut dengan ditandatanganinya pakta integritas antara partai dan penyelenggara pemilu yakni KPU dan BAWASLU yang diantara isinya tidak akan mencalonkan mantan napi koruptor, pelaku kekerasan seksual dan bandar narkoba.
Penolakan yang dilakukan oleh BAWASLU terhadap peraturan tersebut dapat dilihat dengan sikap dan putusan ajudifikasi BAWASLU yang meloloskan gugatan bacaleg mantan napi koruptor yang sebelumnya telah ditolak oleh KPU karena dianggap tidak memenuhi syarat berdasarkan PKPU No. 20 tahun 2018. BAWASLU meloloskan Bacaleg tersebut dengan alasan bahwa PKPU No. 20 Tahun 2018 bertentangan dengan UU Pemilu dan melanggar hak konstitusioanal warga negara. Putusan tersebut semakin memanaskan perdebatan. Putusan BAWASLU juga dianggap bermasalah karena dalam Pasal 76 ayat 1 UU Pemilu telah mengatur bahwa dalam hal Peraturan KPU diduga bertentangan dengan UU, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA). Ketentuan yang sama diatur dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Sehingga keputusan BAWASLU tersebut dianggap salah sasaran karena koreksi atas PKPU bukan wewenang BAWASLU. Sampai saat ini MA juga belum mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa PKPU bertentangan dengan UU. Seharusnya BAWASLU bersama dengan KPU bekerja bersama untuk menyukseskan penyelengaraan pemilu yang berintegritas dan bersih.
Perdebatan ini sebenarnya tidak perlu lagi terjadi karena aturan tentan pelarangan mantan napi koruptor, pelaku kekerasan seksual dan bandar narkoba sudah ada sebelumnya di PKPU No. 14 tahun 2018 dalam hal ini pencalonan anggota DPD yang tidak pernah mendapat penolakan. Apalagi partai-partai politik peserta Pemilu 2019 telah menandatangani pakta integritas.
Dalam Pasal 4 Ayat 3 PKPU No 20 Tahun 2018 disebutkan, dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka, tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi. Kemudian dalam Pasal 6 Ayat 1 Huruf e diyatakan bahwa pimpinan parpol sesuai tingkatannya menandatangani dan melaksanakan pakta integritas pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ayat 3. Dengan demikian sebenarnya polemik ini tidak akan muncul dan berlarut-larut bila partai-partai politik tidak mencalonkan napi korupsi sebagai caleg atau partai-partai politik segera menarik kembali calon legislatif yang mantan napi korupsi. Dengan begitu, polemik bacaleg mantan napi korupsi akan selesai karena partai politik tak mengajukan bacaleg mantan napi korupsi dan MA tak perlu melakukan uji materi.
Kita berharap bahwa permasalahan ini dapat segera berakhir dan kita besama-sama mengawal proses pemilu serentak ini secara demokratis tanpa mencederai Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bingkai Negara hukum sehingga tercipta Pemilu yang berintegritas dan bersih. oleh karenanya kami dari masyrakat sipil Memnyampaikan beberapa harapan kami , diantaranya :
- Mendesak agar Parpol peserta pemilu 2019 segera menarik semua bacaleg mantan napi korupsi
- Meminta MA segera memutus sengketa tekait PKPU 20 Tahun 2018 agar tercipta kepastian hukum dalam proses penyelanggaran Pemilu 2019
- Meminta Bawaslu RI untuk mengoreksi putusan Bawaslu daerah yang meloloskan caleg napi koruptor, pelaku kekerasan seksual dan Bandar narkoba.
- Menghimbau kepada masyarakat khususnya pegiat demokrasi dan anti korupsi agar terus mengawal terwujudnya Pemilu bersih & berintegritas.
Makassar, 7 September 2018
KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEMILU BERINTEGRITAS
LBH MAKASAAR, ACC SULAWESI, PBHI SULSEL, KONTRAS SULAWESI, LKBH UNSA, KPA SULSEL, LAPAR SULSEL.