Rilis Pers

Koalisi Advokat untuk Kebebasan Pers dan Berekspresi: “Memidanakan Jurnalis Mengubur Demokrasi”

Pers Rilis Koalisi Advokat untuk Kebebasan Pers dan Berekspresi

(YLBHI-LBH Makassar | SAFEnet | LBH Pers)

 

Tim Penasihat Hukum Jurnalis Muhammad Asrul, Ajukan Kebaratan (Eksepsi) terhadap Dakwaan Jaksa

“Memidanakan Jurnalis Mengubur Demokrasi”

 

Sidang perkara Muhammad Asrul jurnalis media online www.berita.news menjalani sidang kedua di Pengadilan Negeri Palopo secara Elektronik dengan agenda Pembacaan Nota Keberatan (eksepsi) terhadap surat Dakwaan Jaksa Penutut Umum (JPU). Selasa, 23/3/2021.

Pada persidangan sebelumnya, Asrul didakwa  dengan pasal berlapis yakni: menyiarkan berita bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) UU RI No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Tindak Pidana ujaran kebencian Pasal 28 ayat (2)  atau Tindak Pidana Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat 3 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.  Karena berita dugaan korupsi yang dituliskannya di media online www.berita.news yang berjudul “Putra Mahkota Palopo Diduga “Dalang” Korupsi PLTMH dan Keripik Zaro Rp11 M”, tertanggal 10 Mei 2019.

Atas Dakwaan tersebut Tim Penasihat Hukum terdakwa menyampaikan Nota Keberatan (eksepsi) dengan Judul “Memidanakan Jurnalis, Mengubur Demokrasi” dengan pokok-pokok keberatan menyatakan:

Pertama, Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dipersoalkan adalah pemberitaan yang dimuat oleh Terdakwa, sehingga jelas perkara tersebut merupakan sengketa pemberitaan atau sengketa jurnalistik, sehingga Pengadilan Negeri Palopo secara absolut tidak memiliki kewenangan memeriksa dan mengadili karya jurnalistik, karena kewenangan memeriksa dan memutus perkara jurnalistik atau sengketa jurnalistik ada pada Dewan Pers Republik Indonesia berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Pelapor mempermasalahkan terkait pemberitaan yang dibuat Terdakwa, sedangkan Terdakwa telah memuat Hak Jawab tertanggal 09 November 2020  dengan judul “Ini Klarifikasi dan Permintaan Hak Jawab Farid Kasim Judas” dan Surat Dewan Pers nomor 187/DP-K/III/2020 tertanggal  04 Maret 2020 Perihal Jawaban Dewan Pers atas surat yang diajukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa, telah menegaskan pada poin a menyebutkan Berita yang dimuat oleh Berita.news, sebagaimana dimaksud dalam surat tersebut merupakan produk jurnalistik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik

Kedua,  Bahwa sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum baik dalam dakwaan KESATU, KEDUA maupun KETIGA maka tempat perbuatan (Locus delictie) yang didakwakan yaitu di Makassar maka seharusnya Pengadilan yang berwenang mengadili perkara a quo adalah Pengadilan Negeri Makassar bukan Pengadilan Negeri Palopo. Hal itu sesuai pasal 84 ayat 1 KUHAP, menyebutkan “Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya” konstruksi pasal tersebut menjelaskan (locus delictie) semestinya diperiksa dan diadili pada wilayah hukum pengadilan yang berwenang dalam hal ini Pengadilan Negeri Makassar, bukan Pengadilan Negeri Palopo.

Bahwa lagipula Perkara a quo didasarkan pada laporan Polisi Nomor: LPB/465/XII/2019 Ditreskrimsus tanggal 17 Desember 2019  yang dibuat  dan kemudian dilakukan penyelidikan/penyidikan dengan memeriksa saksi-saksi oleh Kepolisian Daerah  Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) yang berkedudukan hukum di Kota Makassar. Bahwa begitupula Terdakwa pernah ditahan oleh Penyidik Polda Sulsel di Rutan Polda Sulsel di Kota Makassar berdasarakan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP-Han/02/I/Ditreskrimsus Tanggal 29 Januari 2020 diperpanjang dengan surat Penetapan Perpanjangan Penahanan dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor:08/P.4.4/Eku.1/02/2020. Tanggal 17 februari 2020 di Rumah Tahanan Polda Sulsel di Kota Makassar, sehingga terdapat cukup alasan bahwa Pengadilan Negeri Makassar lah yang berwenang secara relatif untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Bahwa JPU keliru melimpahkan berkas perkara a quo untuk diadili di Pengadilan Negeri Palopo dengan dalil sebagaimana diuraikan dalam dakwaannya yang menyatakan bahwa “…berdasarkan  Pasal 84 ayat (2) KUHAP (sebagian besar saksi lebih dekat dengan Pengadilan Negeri Palopo) maka Pengadilan Negeri Palopo yang berwenang memeriksa dan mengadilinya

Bahwa Penerapan ketentuan Pasal 84 ayat (2) karena sebagian besar saksi lebih dekat dengan Pengadilan Negeri Palopo tidak dapat diterapkan karena Muhammad Asrul selaku Terdakwa dalam perkara a quo bertempat tinggal atau berdomisili di Kota Makassar sehingga Pengadilan Negeri yang berwenang secara relatif adalah Pengadilan Negeri Makassar sebagai  Pengadilan Negeri tempat di mana terdakwa bertempat tinggal.

Ketiga, Bahwa Dakwaan JPU tidak dapat diterima oleh sebab terdapat cacat prosedural (error in prosedural) karena kepolisian dan kejaksaan tidak menjalankan nota kesepahaman dengan Dewan Pers terkait koordinasi penanganan kasus sengketa pemberitaan, yakni mengangkangi mekanisme koordinasi dengan pihak Dewan Pers sebagaimana telah diatur dalam pasal 5 ayat (2) Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2/DP/MOU/II/2017.  Begitupun  Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan RI No. 01.DO.MoU/II/2019 Tentang Koordinasi Dalam Mendukung Penegakan Hukum, Perlindungan Kemerdekaan Pers Dan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Serta Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia. Kepolisian dan Kejaksaan meneruskan proses hukum terdakwa tanpa memperhatikan adanya Surat Dewan Pers Nomor 187/DP-K/III/2020 tertanggal  04 Maret 2020 Perihal Jawaban Dewan Pers Akibatnya segala proses pemeriksaan Terdakwa cacat prosedural (error in prosedural).

Keempat, Dakwaan JPU tidak cermat, jelas dan lengkap dalam menguraikan unsur-unsur tindak pidana. Bahwa dalam menguraikan Dakwaan Kesatu Unsur “menerbitkan keonaran di kalangan rakyat” menunjukkan perbuatan menyiarkan berita bohong yang dilakukan pelaku harus menimbulkan akibat tertentu, yaitu akibat berupa terbitnya keonaran di kalangan rakyat. Unsur ini menunjukkan bahwa Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 merupakan suatu delik dengan perumusan material atau delik materill. Delik materill adalah delik yang “titik beratnya pada akibat yang dilarang, delik itu dianggap selesai jika akibatnya sudah terjadi.

Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal  XIV dijelaskan bahwa “Keonaran adalah lebih hebat dari pada kegelisahan dan mengoncangkan hati penduduk yang tidak seditikit jumlahnya. Kekacauan memuat juga keonaran”. Bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Onar berarti kegemparan; kerusuhan; keributan; yang baru dapat diatasi setelah Polisi bertindak.

Bahwa dari uraian tersebut JPU tidak menguraikan dengan jelas dan lengkap yakni unsur menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat karena tidak terdapat uraian yang jelas dan lengkap terkait tentang keadaan yang merupakan akibat dari perbuatan terdakwa yang berupa keonaran di kalangan masyarakat yakni keadaan yang lebih hebat dari pada kegelisahan dan mengoncangkan hati penduduk yang tidak seditikit jumlahnya. Kekacauan memuat juga keonaran atau adanya kegemparan atau kerusuhan atau keributan yang baru dapat diatasi setelah polisi bertindak.

JPU juga tidak jelas cermat dan lengkap dalam menguraikan unsur kebencian atau permusuhan terhadap individu dalam Dakwaan Kedua Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) Undang – Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penuntut Umum dalam dakwannya tidak menguraikan dampak atau akibat seperti apa yang diakibatkan oleh postingan Terdakwa. Unsur kebencian atau permusuhan tidaklah pantas dinilai akibatnya berdasarkan asumsi-asumsi, namun harus dinilai berdasarkan fakta apa yang terjadi.

Begitupula dalam Dakwaan Ketiga Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) Undang – Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terkait unsur memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. JPU hanya menjabarkan “Atas pemberitaan tersebut saksi korban FARID KASIM JUDAS , SH.MH merasa nama baiknya dan kehormatannya tercemar, keluarganya merasa malu” dan tidak menjelaskan lebih lanjut tentang unsur – unsur penghinaan dan pencemaran nama baik secara lebih jelas terkait dengan berita yang diduga disebarkan oleh Terdakwa.

Berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP maka dakwaan yang diuraikan dengan tidak cermat, jelas dan lengkap batal demi hukum.

Kelima, Dakwaan JPU mengandung Error In persona karena salah menarik pihak, mengingat pertanggung jawaban suatu pemberitaan berada di bidang redaksi bukan pada Wartawan yang melakukan peliputan sebagaimana dalam pertanggunggjawaban pidana yang dilakukan oleh pers yang menganut sistem fiktif dan suksesif. Fiktif karena meskipun tindak pidana ini diduga dilakukan oleh wartawan namun mereka tidak dapat dikenakan dugaan terjadinya tindak pidana, karena hal tersebut sudah diambil alih oleh penanggungjawab, sedangkan suksesif dimaknai dapat diwakilkan.

Dalam hal ini Pemimpin Redaksi www.berita.news / Direktur Utama PT. Aurora Media Utama yakni Sdr. Al Ulla Azhar sebagai Penanggung jawab bidang redaksi.

Berdasarkan uraian keberatan Tim Penasehat Hukum Terdakwa menilai Dakwaan kepada Jurnalis Muhammad Asrul  bertentangan dengan UU Pers dan akan mengubur demokrasi. Oleh karena itu meminta kepada majelis hakim untuk:

  1. Menerima seluruh keberatan (eksepsi) Penasihat Hukum Terdakwa Muhammad Asrul;
  2. Menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Palopo tidak berwenang secara absolut mengadili perkara a quo karena perkara a quo adalah Sengketa Pers yang penyelesaiannya ada di Dewan Pers;
  3. Menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Palopo tidak berwenang secara relatif karena locus delictie berada di Kota Makassar;
  4. Menyatakan Surat Dakwaan No. Reg Perkara PDM- 32/Palopo/03/2020 Batal Demi Hukum atau setidak-tidaknya Tidak Dapat Diterima
  5. Menyatakan Sidang Perkara Pidana No. 46/Pid.Sus/III/2021/PN.Palopo atas Nama Terdakwa Muhammad Asrul tidak dapat dilanjutkan;
  6. Membebaskan Terdakwa dari segala Dakwaan;
  7. Memulihkan harkat martabat dan nama baik Terdakwa;
  8. Membebankan biaya perkara pada Negara.

 

Koalisi Advokat untuk Kebebasan Pers dan Berekspresi

Tim Penasehat Hukum Terdakwa

 

Narahubung:

Abdul Azis Dumpa (LBH Makassar/085299999514 )

Ade Wahyuddin (LBH Pers/085773238190)

Muhammad Arsyad (SAFEnet/0811866711)

 

 

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

penggusuran tenant
Kontrak Belum Berakhir, UNHAS Mengusir Para Pedagang Secara Sepihak
Aksi takalar 2
Tolak Perpanjangan HGU PTPN XIV: Petani Polongbangkeng Duduki Kantor Bupati Takalar
penangkapan-anak
Seorang Anak Turut Ditangkap Saat Pembubaran Aksi Unjuk Rasa Di Makassar
Skip to content