Senin, 18 Juli 2016, sekitar pukul 20.00 WITA, Indra Azwan (57 tahun) tiba di kota Makassar, Sulawesi Selatan, setelah sebelumnya ke Sulawesi Tenggara. Sulawesi Selatan menjadi rute provinsi ke-23 yang telah dilalui oleh Indra Azwan dalam aksi berjalan kaki keliling Indonesia untuk mencari keadilan atas putra tercintanya, almarhum RIfki Andika (12 tahun, kelas 6 SD), korban tabrak lari seorang Perwira Kepolisian, Kompol Joko Sumantri, SH. Alm. Rifki Andika meninggal di hari peristiwa di Rumah Sakit Dr. Syaiful Anwar, Kota Malang. Tak lama setelah peristiwa, Kompol Joko Sumantri menjabat sebagai Kapolsek Bakung Kota Malang, dan sekarang bertugas sebagai Kepala Bagian Sumber Daya Manusia di Polres Blitar.
Upaya hukum atas apa yang menimpa alm. Anaknya dan berdampak pada keluarga Indra Azwan telah dilakukan sejak tahun 1993. Perkara kemudian baru disidangkan, pertama kalinya, di tahun 2006 dan dilanjutkan pada tahun 2008 oleh Pengadilan Militer Kota Surabaya, Jawa Timur melalui Oditur Militer Tinggi III Surabaya. Pengadilan Militer Kota Surabaya melalui amar putusannya No. 8-K/PMT.III/Pol/II/2008 tahun 2008 menyatakan jika perkara tersebut telah kaladuarsa dan terdakwa (Joko Sumantri) dinyatakan bebas dari perkara dan tuntutan hukum.
Upaya hukum kemudian dilakukan oleh Indra melalui Peninjauan Kembali (PK) pada 24 September 2014, dengan nomor 08 PK/MIL/2014. Mahkamah Agung mengeluarkan putusannya pada Desember 2014, namun hingga awal tahun 2016, salinan putusan tersebut tidak dikeluarkan oleh MA dan tidak diterima oleh Indra Azwan. Akhirnya setelah melakukan aksi jalan kaki jelajah Indonesia, pada April 2016, MA mengeluarkan putusannya yang mana menyatakan bahwa peninajauan kembali oleh Oditur Militer Tinggi pada Oditur Militer Tinggi III Surabaya tidak dapat diterima dengan alas an klasik, bahwa yang berhak/ yang dapat mengajukan Peninjauan Kembali adalah terpidana atau ahli warisnya. Putusan MA ini telah menguatkan putusan terdahulu yang membebaskan Joko Sumantri akibat daluwarsa perkara.
Perjuangan Indra Azwan untuk mencari keadilan sudah dilakukan sejak 23 tahun silam. Atas putusan hukum yang tidak berpihak pada keadilan ini, tidak menyurutkan perjuangannya. Sejak 9 Februari 2016, Indra Azwan melakukan aksi jalan kaki keliling Indonesia. Start dari Pulau Sumatera, beliau memulai aksinya dari dari Masjid Baiturrahman, Provinsi Aceh. Setelah dari Sumatera, beliau melanjutkan aksi jalan kakinya di Pulau Jawa dan Kalimantan. Pulau Sulawesi menjadi rute pulau keempat yang dimulai dari Provinsi Sulawesi Tenggara sejak awal Juli 2016.
Selama aksi jalan kakinya, Indra Azwan berhasil bertemu dengan Gubernur maupun pejabat pemerintah daerah setempat. Dalam pertemuannya, Indra Azwan menyampaikan permasalahannya serta pesan-pesan kepada masyarakat atas perkara yang menimpa dirinya dan bagaimana belum berpihaknya hukum bagi masyarakat. Masyarakat masih sulit mendapati keadilan di negeri ini.
Ahli hukum, Prof. DR. Gayus Lumbun, SH menyatakan bahwa perkaratersebut masih bisa dibuka kembali [koran Radar Malang, 19 Mei 2010]. Hal ini dikarenakan selang antara 1993 – 2007, Indra Azwan melalui Oditur Militer Tinggi III Surabaya masih melalukan upaya meminta kejelasan hukum. Terkait perkara kadaluarsa, Prof. DR. Gayus Lumbun, SH menyebutkan masa kaduluarsa berlaku bilamana telah ada sanksi ancaman hukuman (sanksi pidana), yakni untuk sanksi ancaman hukumnya 3 tahun, usia kadaluarsanya adalah 12 tahun; dan sanksi pidana lebih dari 3 tahun, usia kadaluarsa perkara adalah 18 tahun. Sehingga dalam perkara alm. Rifki Andika, anak Indra Azwan, putusan Pengadilan Militer, terdakwa Joko Sumantri dinyatakan tidak bersalah karena perkara telah kaladuarsa, putusan tersebut perlu dicermati ulang.
Aksi jalan kaki keliling Indonesia yang dilakukan oleh Indra Azwan tidak lagi hanya untuk keadilan “kasus tabrak lari-mati” putra sulungnya, alm. Rifki Andika. Namun, juga menjadi perjuangan Indra Azwan menyuarakan banyaknya kasus-kasus yang dialami oleh rakyat kecil dan tidak mendapati keadilan atas kasusnya. Pernyataan “Terima kasih Mahkamah Agung yang Menambah Penderitaan Saya 23 tahun Mencari Keadilan” yang tertulis pada spanduk kecil dan dipasang di dada Indra Azwan selama berjalan kaki, menunjukkan bahwa Penegakan hukum di Indonesia sama sekali belum memberikan rasa keadilan dan keberpihakan pada rakyat. Melalui spanduk itu juga, Indra Azwan, ingin menggugat hati nurani para pemangku kebijakan di Indonesia agar berhenti melakukan aksi tebang pilih dalam mengeluarkan setiap putusan terkait nasib rakyat.
Makassar – Sulawesi Selatan, 19 Juli 2016
Hormat Kami,
Indra Azwan
Pencari Keadilan
Bersama
LBH Makassar, KontraS Sulawes, Walhi Sulawesi Selatan, FIK-Ornop, LBH Pers Makassar
Kontak Indra Azwan
– Hp : 0813 2818 3371
– FB : Hanya Keadilan yang kuinginkan

Comments
No comment yet.