Hentikan Pembaruan HGU PT. Lonsum, BPN Sulsel Jangan Jadi Pelayan Korporasi

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menunjukkan watak nya sebagai pelayan Korporasi dengan hendak mencuci tangan atas konflik agraria yang terjadi antara Warga dengan PT. London Sumatera di Bulukumba. Sebelumnya YLBHI-LBH Makassar selaku kuasa hukum warga bersama AGRA Sulsel telah mengajukan dua kali surat keberatan terkait dengan upaya pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) PT. London Sumatera yang menguasai ribuan hektar di tengah situasi minimnya lahan yang dimiliki Petani di Bulukumba.

Surat Keberatan tersebut ditanggapi oleh Kepala Kanwil BPN Sulsel dengan tindakan yang jauh dari Fungsinya untuk bertindak aktif dalam menyelesaikan konflik agraria yang terjadi. Sebaliknya BPN Sulsel berlindung dibalik hukum normatif dengan menegaskan untuk dapat memprioritaskan pembaruan HGU kepada bekas pemegang hak dan mengabaikan konflik agraria yang terjadi.

Alih-alih menjalankan wewenang untuk melakukan penelitian dan memeriksa sebagaimana tugas Panitia B dalam pasal 141 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 18 tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah secara substantif, Kanwil BPN justru hendak cuci tangan dan mengarahkan warga yang berkonflik untuk berkoordinasi langsung dengan perusahaan.

Padahal Panitia B sesuai dengan dengan kewenangannya pada pasal 141 ayat (1) poin b mempunyai tugas untuk meneliti dan mengkaji status tanah, riwayat tanah, dan hubungan hukum antara tanah yang serta kepentingan lain yang berkaitan dengan tanah. Selain itu Panitia B juga mempunyai tugas untuk meneliti dan melakukan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon mengenai penguasaan, penggunaan/keadaaan tanah serta batas bidang tanah yang dimohon. Lebih lanjut Panitia B juga mempunyai tugas untuk mencatat sanggahan/keberatan dan hasil penyelesaiannya. Sehingga berdasarkan aturan ini mestinya terdapat hasil penyelesaiannya dari keberatan yang dilayangkan oleh warga.

Padahal secara normatif dalam Surat Keberatan yang dikirimkan ke BPN telah dilampirkan bukti hak yang menjadi dasar bagi warga untuk melakukan keberatan terhadap Pembaruan HGU yang sedang berlangsung.  Bukti hak warga didasarkan pada, Putusan MahkamahAgung Nomor: 17/Pdt.G/1982/PN.Blk jo No 2553 K/pdt/1997, seluas 500 Hektar (ha); Verifikasi yang telah dilakukan oleh Tim Verifikasi yang dibentuk oleh Bupati Bulukumba berdasarkan Surat Keputusan Nomor:180/IV/2012, tertanggal 11 April 2012, yang berdasarkan hasil laporan dengan luas 2.555, 30 Hektar (ha); Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan oleh BPN Bulukumba, dengan keseluruhan luas wilayah 102 Hektar (Ha).

Jika kita mencermati hasil Tim Verifikasi yang dibentuk oleh Bupati Bulukumba berdasarkan Surat Keputusan Nomor:180/IV/2012, tertanggal 11 April 2012, yang didalamnya terdapat hasil peninjauan  Tim terpadu bersama Kanwil BPN Provinsi Sulsel pada Senin 21 November 2011 yakni ditegaskan bahwa  : (1) ditemukan adanya lokasi tanah bersertifikat Hak Milik di Desa Bontomangiring Kecamatan Bulukumpa secara defacto masuk dalam areal penguasaan PT.PP Lonsum-Indonesia; (2) ditemukan fakta lapangan lokasi hasil eksekusi Pengadilan Negeri Bulukumba berdasarkan Putusan Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi  No 2553 K/pdt/1997 dan berita acara menjalankan putusan Hakim (eksekusi) nomor 17/Pdt.G/1982/PN.Blk yang dimenangkan oleh warga namun secara de facto dikuasai/dikelola kembali oleh PT.PP Lonsum-Indonesia.

Sehingga berdasarkan bukti diatas secara normatif sesuai dengan kewenangannya Panitia B harus menjadikan bukti tersebut sebagai dasar dalam memberikan keputusan terkait dengan hubungan hukum antara tanah yang dimohonkan untuk terlebih dahulu menyelesaikan konflik agraria tersebut sebelum memberikan keputusan memberikan Hak Guna Usaha terhadap perusahaan.

Filosofi HGU harus dikembalikan pada tujuannya sebagaimana amanat Undang-Undang Pokok Agraria bahwa hak menguasai negara tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebahagian, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat. Bahwa tindakan mengabaikan hak warga dan lebih memprioritaskan pengelolaan berbasis pada korporasi sejatinya mengkhianati mandat Undang-Undang Pokok Agraria dan Konstitusi untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan memberikan hak atas tanah pada Petani yang membutuhkan lahan.

Kita mesti mengingat kembali sejarah panjang perampasan lahan yang dilakukan oleh PT. PP Lonsum Bulukumba yang telah meninggalkan banyak masalah bagi kaum tani. Sejak awal  pasca di konversi dari Hak Erpacht di tahun 1961, tindakan perampasan lahan telah mulai massif terjadi dan diperparah pasca pengesahan UU PMA 1967. PT. Perkebunan Sulawesi sebagai anak Perusahaan PT. London Sumatra memperoleh konsesi 6.592,58 Ha dari total keseluruhan yang dimohonkan seluas -+ 7.092, 82 Ha yang sebelumnya bernama NV. Celebes Landbouw Maaschappijh sebagaimana surat Kepmendagri No.39/HGU/DA/76, di atas tanah-tanah petani yang kemudian berlaku surut ke tahun 1968. Selebihnya dikeluarkan di tahun 1974 untuk penduduk/Penggarap (Desa Saptamarga). Pada periode tersebut terjadi tindakan klaim sepihak dan perampasan tanah petani di dusun Balihuko (desa Bontomangiring), Kampung Sampeang (desa Swatani) sudah terjadi.

Selanjutnya perampasan tanah semakin masif pada periode 1978-1979. PT. Lonsum Bulukumba merampas tanah rakyat perkiraan seluas 150 ha di dusun Balihuko Desa Bonto Mangiring, di kampung Sampeang Desa Swatani seluas sekitar 350 ha, dan sekitar 373 ha di Desa Balong Kec. Ujungloe. Tidak berhenti sampai di situ, periode 1980 PT. Lonsum Bulukumba semakin barbar melakukan perampasan lahan hingga tahun 1992. Data yang terhimpung setidaknya dari hasil Tim verifikasi Faktual tahun 2012 menunjukkan perampasan lahan hingga kembali mendapatkan Perpanjangan HGU di tahun 1997 tanpa mengeluarkan tanah-tanah milik warga di 5 Kecamatan (Ujungloe, Herlang, Kajang, Bulukumpa, dan Rilau Ale) dengan 14 Desa (Tamatto, Balleanging, Balon Kec. Ujung Loe; Karassing, Tugondeng Kec. Herlang; Tambangan, Bonto Biraeng, Malleleng, Bontto Rannu, Sangkala Kec. Kajang; Bonto Mangiring, Jojjolo, Tibona, Kec. Bulukumpa; dan Swatani Kec. Rilau Ale) dengan total lahan seluas 2.555,30 Ha yang telah dirampas sebelumnya.

Tentu kita masih ingat pada tahun 2003, 2013 dan 2018 terjadi tindakan pendudukan lahan kembali yang merupakan tindakan aktif warga untuk merebut kembali tanah mereka yang dirampas oleh Perusahaan dan berbuah tindakan kekerasan hingga bermuara pada hilangnya nyawa dan penjara terhadap warga yang berjuang merebut kembali tanahnya. Jika pemerintah dalam hal ini BPN tidak mengambil tindakan aktif untuk menyelesaikan konflik agraria PT. Lonsum dengan warga, bukan hal yang mustahil tindakan kekerasan yang terjadi pada tahun tersebut akan berulang ditahun ini. Hal ini tentu menunjukkan kegagalan negara untuk hadir mengatur hubungan hukum antara warga dengan tanahnya yang berkonflik dengan perusahaan. Sehingga dari hal tersebut dapat dinilai bahwa pemerintah dalam hal ini BPN kehilangan fungsinya untuk mengatur dan melindungi hak rakyat, dan mutlak menjadi pelayan pengusaha.

Berdasarkan situasi tersebut YLBHI-LBH Makassar mendesak agar BPN Wilayah Sulawesi Selatan :

  • Menghentikan proses pembaharuan HGU PT. London Sumatera, oleh karena masih terdapat lahan – lahan milik warga yang tidak dikeluarkan dari wilayah HGU
  • Bertindak aktif dan mengambil inisiatif menjalankan wewenangnya sesuai dengan Undang-Undang untuk melakukan penelitian dan memeriksa secara substantif status tanah, riwayat tanah, dan hubungan hukum antara tanah termasuk menyelesaikan konflik agraria yang terjadi.
  • Memprioritaskan untuk mengeluarkan lahan yang dimiliki oleh warga dalam lahan yang diajukan sebagai lokasi HGU sebagaimana mandat UUPA dan Konstitusi untuk memajukan kesejahteraan umum, dalam hal ini kesejahteraan untuk Petani.

 

Narahubung :

082195244244 (Ahmad – AGRA Sulsel)

081356858409 (Hasbi – YLBHI-LBH Makassar)

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

Foto: LBH Makassar
Permohonan Praperadilan Buruh PT. GNI Korban Kriminalisasi Ditolak, Hakim Jauhkan Korban dari Keadilan
Foto: LBH Makassar
UIN Alauddin Makassar Darurat Demokrasi dan Ruang Aman
WhatsApp Image 2024-10-01 at 12.32
WARGA TOROBULU MENANG! 2 PEJUANG LINGKUNGAN DIPUTUS LEPAS PN ANDOOLO
Skip to content