Gagalnya Implementasi UU TPKS: PGRI, Polri dan SLB Laniang tidak Berpihak kepada Korban Siswi Disabilitas

Makassar, 17 Januari 2025. Pada Selasa tanggal 12 November 2024 pasca diketahuinya fakta bahwa seorang siswi di SLB Laniang mengalami kekerasan seksual, korban beserta keluarganya telah berupaya menemui pihak sekolah dan berhasil bertemu dengan terduga pelaku setelah dihubungi oleh kepala sekolah karena korban menunjuk tas milik terduga pelaku yang berada di dalam ruangan guru.

“Pihak keluarga hanya meminta pengakuan dari terduga Pelaku atas tindakan pelecehannya terhadap korban. Hanya saja ia (pelaku) berdalih dan tidak mengakui perbuatannya. Saat itu kepala sekolah juga terkesan berupaya membela pelaku yang merupakan guru di sekolah tersebut,” ungkap HN yang merupakan keluarga korban.  

Sepekan pasca pelaporan ke Polrestabes Makassar, pihak Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan memanggil keluarga korban untuk bertemu. Setibanya di Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, ada Kepala Sekolah tempat HN mengajar sedang menunggu. Pertemuan antara HN dan Kepala Bidang SLB dibatalkan karena HN datang didampingi oleh kuasa hukumnya. 

“Kepala Sekolah menyampaikan bahwa ibu kabid SLB hari ini tidak bisa bertemu dengan keluarga korban namun cukup saja bertemu denganya (kepsek). Kami pun menyampaikan bahwa jika tujuan pemanggilan keluarga korban ini adalah untuk membahas soal musibah yang ditimpa oleh keluarga korban, maka itu bukan tupoksi bapak kepsek untuk menjelaskan itu kepada kabid, namun jika tujuannya dipanggil karena akan ada intervensi dari Dinas Pendidikan terkait kasus maka ini lain soal,” jelas HN 

  

Berdasarkan beberapa rentetan tindakan-tindakan dari instansi pendidikan yang mengarah pada keberpihakan mereka ke pelaku KS selaku guru di SLB Laniang ini, semakin memperjelas bahwa adanya keberpihakan dari Sekolah dan Dinas Pendidikan yang bertingkah seolah-olah tidak membenarkan perbuatan tersebut dan cenderung mengintervensi keluarga korban.

Proses pertemuan yang kami harapkan bisa menghasilkan adanya itikad baik dari pelaku justru mengalami kebuntuan dan kami memilih untuk melaporkan kejadian ini ke kepolisian,” tutur HN yang merupakan keluarga korban,” ungkap rasa kecewa HN. 

Kasus kekerasan seksual ini menyita perhatian publik, beberapa orang tua menanggapi bahwa betapa disesali kejadian ini yang kemudian terjadi di lingkup sekolah, mengkhusus pula pada terduga pelaku merupakan guru/ tenaga pengajar di sekolah luar biasa. Rasa prihatin tentu saja muncul dari orang tua, ini juga menjadi penilaian buruk terhadap sekolah yang gagap dalam menghadapi kasus kekerasan seksual. 

“Dengan melihat tindakan serta sikap birokrasi SLB, tidak ada yang bisa menjamin bahwa siswa akan mendapatkan rasa aman. Kasus ini bukan kasus privat, birokrasi SLB, alih-alih menginvestigasi malah justru tidak bersikap netral. melindungi pelaku itu lebih kejam ketimbang memikirkan nasib ratusan siswa di SLB Laniang, makanya bersikap dan berpihak pada satu orang guru adalah tindakan yang tidak masuk akal,” hardik Ambara Dewita Purnama selaku pendamping hukum.

Campur Tangan PGRI

Setelah pihak PGRI melayangkan Surat Permohonan Penangguhan Penahanan bagi pelaku dengan alasan masih dibutuhkan tenaganya sebagai pengajar dan yang bersangkutan merupakan tulang punggung keluarga. Pada Minggu tanggal 12 Januari 2025 kemarin, PGRI secara terang-terangan mendampingi pihak keluarga pelaku kembali berupaya menemui keluarga korban dengan tujuan adanya ruang untuk berdamai. 

“Berdasarkan arahan dari penyidik kasus yang menangani laporan kami, pihak PGRI meminta bertemu agar kami sepakat damai. Alasannya karena anak-anak pelaku rindu dengan bapaknya. Sementara kami menunggu permohonan maaf dari pihak pelaku yang ternyata tidak disampaikan sama sekali.” Ujar HN pasca bertemu dengan pihak keluarga pelaku

Pertemuan yang difasilitasi oleh pihak PGRI ini juga diselipkan ancaman jika keluarga korban tetap melanjutkan upaya hukum, maka pihak SLB Laniang akan menuntut atas keributan yang ditimbulkan oleh keluarga korban karena kejadian ini.

“Ini menjadi gambaran miris bagi masa depan pendidikan, mengingat perwakilan PGRI dengan seragam dinasnya duduk bersebelahan dengan keluarga pelaku bertatap muka dengan keluarga korban membicarakan soal perdamaian. Mereka jelas mengesampingkan peserta didiknya sebagai korban yang merupakan seorang anak perempuan dengan disabilitas ganda dan mengedepankan kepentingan nama baik institusi.” tegas Ambara

Hal yang lain, Birokrasi SLB Laniang harus berbenah. Belajar dari kasus tentu adalah jalan terbaik yang patut ditempuh. Jika ditelisik lebih jauh, mandat UU TPKS nyatanya tidak membumi hingga ke kuping Kepala SLB Laniang. Ketiadaan standar penanganan kasus kekerasan seksual menjadi evaluasi penting bagi SLB Laniang, termasuk fasilitas seperti CCTV juga tidak terpenuhi di lingkup sekolah.

“SLB Laniang adalah sekolah swasta, orang tua siswa membayar untuk mendidik anak-anak mereka. Artinya seluruh kebutuhan yang berkaitan dengan kepentingan siswa itu harus dipenuhi. Berangkat dari kasus KS ini, hak atas rasa aman wajib untuk dipenuhi,” tegas Mirayati Amin. 

Lagi, Polisi Gagap Menanggapi kasus Kekerasan Seksual

Pihak Kepolisian yang menangani kasus KS Disabilitas SLB Laniang, dinilai lamban dalam menjalankan tugasnya sebagai Penyidik kasus KS tersebut. Unit PPA Polrestabes Makassar melimpahkan berkas Perkara ke Kejaksaan Negeri Makassar pada tanggal 12 Desember 2024 namun dikembalikan oleh Kejaksaan pada tanggal 18 Desember 2024, setelah berkas dikembalikan penyidik tidak langsung menyampaikan kabar tersebut pada keluarga korban ataupun Penasehat Hukumnya.

“Setelah melewati proses yang sangat berlarut, kami berasumsi bahwa penyidik tidak memiliki keseriusan dalam menanggapi kasus seperti ini. Pasca berkoordinasi dengan jaksa, berkas yang dikembalikan hingga kini belum diproses atau sama sekali tidak ada komunikasi balik ke pihak kejaksaan,”  tegas Mirayati Amin. 

Hari Senin tanggal 06 Januari 2025, Penyidik kasus KS SLB Laniang, menghubungi Keluarga Korban terkait pengembalian berkas perkara oleh Kejaksaan Negeri Makassar. Penyidik menyampaikan bahwa dikembalikannya berkas perkara oleh Kejaksaan dikarenakan belum lengkapnya berkas perkara yang dikerjakan oleh penyidik. Namun yang menjadi pertanyaan adalah saat pertemuan tersebut penyidik membebankan kepada keluarga korban terkait saksi yang masih kurang dan saksi ahli yang tidak berkompeten pada saat mendampingi korban KS Disabilitas.

Jika kita merujuk pada Pasal 112 KUHAP ayat (1) dan ayat (2), menekankan bahwa Penyidik berwenang memanggil saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa karena berkaitan dengan kasus tersebut dan jika saksi tidak berkenan hadir maka akan dipanggil sekali lagi dengan perintah petugas untuk membawanya, juga ditekankan pada Pasal 37 Perkapolri No. 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana. Jadi seharusnya penyidik tidak membebankan untuk menghadirkan saksi kepada keluarga korban apalagi sampai mengatakan bahwa jika saksi tidak bisa dihadirkan maka pelaku akan ditangguhkan penahanannya karena dari pihak PGRI sudah dua kali memasukkan surat penangguhan penahan. 

Saat kami bertemu dengan Jaksa yang menangani kasus KS Disabilitas Laniang untuk berkoordinasi terkait kejelasan kasus ini, Jaksa menyampaikan bahwa memang ada beberapa berkas yang kurang saat Penyidik melimpahkan berkas pada tanggal 12 Desember 2024 lalu, namun yang menjadi kendala adalah Penyidik tidak pernah sama sekali berkoordinasi kepada Jaksa terkait kasus yang sedang ditangani baik itu secara lisan maupun bersurat untuk mengetahui secara detail hal-hal apa saja yang masih kurang dan musti dilengkapi. Maka dengan dikembalikannya berkas perkara tersebut menunjukkan Penyidik tidak serius dalam menangani kasus KS Disabilitas Laniang ini.

“Kami tidak kaget, ini menjadi catatan buruk bagi aparat kepolisian dalam menangani kasus kekerasan seksual. Menjadi PR besar kita dan kepada publik bahwa ini harus diperjuangkan agar APH memiliki sensitivitas dan keberpihakan kepada korban, atau setidaknya patuh pada mandat UU TPKS,” tegas Ambara. 

Narahubung: 

Ambara Dewita Purnama – 0852-4284-4949

Mirayati Amin – 0853-4258-9061

Bagikan

Rilis Pers Lainnya

WhatsApp Image 2025-01-22 at 17.54
Tuntut Transparansi Dana, Pemerintah Desa Justru Mengkriminalisasi Warga Lampuara
web
Bencana Longsor Kembali Terjadi, Pemkab Luwu dan PT. Masmindo Dwi Area Abai Patuhi Aturan Larangan Aktivitas Penambangan di Wilayah Rawan Bencana
1a75a4bf-6599-4dcf-a1de-1437ac2719a4
Warga Pinrang Tegaskan Tolak Tambang dalam Rapat Koordinasi Pemeriksaan Substansi Formulir UKL-UPL sebagai Proses dalam Persetujuan Lingkungan Hidup
Skip to content