Makassar, 18 September 2024. PN (inisial), seorang warga Polewali Mandar (Polman) meninggal di dalam tahanan Polres Polewali Mandar usai ditangkap bersama 2 orang lainnya, di Kecamatan Tapango. Dilansir di Kompas online, PN ditangkap tanpa bukti atas tuduhan mencuri kakao. PN diduga menjadi korban penyiksaan yang mengakibatkan korban meninggal usai tiga hari ditahan di Polres Polman dengan kondisi tubuh penuh luka lebam.
N (inisial), salah satu anggota keluarga yang ditangkap dan ditahan di ruang tahanan yang sama dengan korban, menyaksikan langsung rangkaian kekerasan yang dialami korban, seperti memukul, menendang, bahkan menyeret korban.
Berdasarkan pantauan media dan pengaduan langsung oleh kerabat korban, peristiwa ini bermula saat korban ditangkap tanpa bukti permulaan bersama 2 orang lainnya oleh penyidik Polres Polewali Mandar. Korban kemudian dibawa ke ruang tahanan Polres Polman.
Selama tiga hari ditahan, Korban diduga kuat mengalami berbagai rangkaian kekerasan dan penyiksaan oleh anggota Polisi Polres Polman, hingga meninggal dunia. Ibu korban yang pada waktu itu juga berada di Polres Polman, sempat mendengar teriakan korban meminta tolong dari dalam sel.
“Kasus semacam ini telah banyak terjadi di tubuh Polri, dan sangat sulit untuk diusut karena adanya kultur impunitas yang menggerogoti tubuh Polri,” tegas Muhammad Ansar selaku Kepala Bidang Advokasi LBH Makassar.
Atas peristiwa keji ini, LBH Makassar mendesak Kapolres Polman dan Kapolda Sulawesi Barat untuk melakukan proses penyelidikan dan penyidikan secara terbuka terhadap para pelaku. Tidak hanya terkait dugaan pelanggaran etik Polri, LBH Makassar meminta pelaku diproses secara pidana.
Menurut kami kasus ini tidak bisa dipandang sebelah mata, apalagi ini menyangkut nyawa. Ini termasuk pelanggaran HAM, sehingga kasus ini mesti usut dan pelaku segera ditindak tegas,” jelas Hutomo Mandala Putra, selaku Koordinator Bidang Hak Sipol LBH Makassar.
Adanya kasus dugaan penyiksaan ini, semakin menunjukan adanya problematika secara struktural dan kultur buruk yang ditubuh Polri, slogan yang dilontarkan acapkali kepada korban selaku oknum tentu sudah tidak relevan, artinya kita secara bersama dituntut agar menemukan satu cara pandang baru terhadap institusi polri yang sudah membusuk.
“Kultur buruk aparat kepolisian selama ini yang melanggengkan impunitas ditubuh Polri. Semakin mengkhawatirkan bagi penegakan HAM dan masalah ini adalah masalah struktural. Kasus ini harus disorot oleh publik agar, penegakan hukum dan HAM bisa benar-benar terwujud,” tambah Hutomo.
Perlu ditegaskan bahwa Anggota Polri tunduk pada kekuasaan Peradilan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa anggota Polri merupakan warga sipil yang tidak termasuk sebagai subjek hukum militer. Sehingga, ketika terdapat anggota Polri yang melakukan tindak pidana, maka dapat diproses lewat peradilan umum.
***
Narahubung: 0851-7448-2383 (Pusat Informasi Resmi – LBH Makassar)