Makassar, 7 Agustus 2024. Beberapa hari terakhir, Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) menoreh catatan hitam. Tentu ini menjadi sebuah prestasi buruk yang merupakan perbuatan tercela di lingkup akademis. Rentetan protes yang digaungkan oleh Mahasiswa berbalas dengan pukulan, tendangan dan penangkapan terhadap Mahasiswa yang melakukan aksi protes.
Cuplikan kekerasan bukan pertama kali, periodik pembungkaman setidaknya kita bisa capture sejak Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Kampus UINAM mengalami kenaikan drastis. Melalui perpanjangan kaki dan tangan Hamdan Juhannis sebagai Rektor bersama jajarannya, secara jelas kebijakan yang keluar telah memangkas semangat intelektualitas di ranah akademis.
Tindakan anti demokrasi kembali terulang. Pada 5 Agustus 2024, Aliansi Mahasiswa UINAM kembali melakukan aksi protes atas Surat Edaran Rektor Nomor: 259/Tahun 2024 tentang Ketentuan Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Lingkup UIN Alaudin Makassar dan Surat Keputusan DO Mahasiswa.
“Kebijakan ini menunjukan adanya upaya pembatasan kebebasan berpendapat mahasiswa bahkan semakin mempersempit ruang gerak mahasiswa sendiri yang dijamin konstitusi. Bisa kita lihat dalam ketentuan huruf (c) dari Surat edaran ini, yang mewajibkan Mahasiswa mengantongi izin terlebih dahulu baru bisa melaksanakan aksi. Bisa saja nanti sewaktu-waktu Mahasiswa tidak diberi izin untuk aksi dengan alasan-alasan tertentu oleh Birokrasi Kampus,” tegas Hutomo PBH LBH Makassar
Fakta lapangan, tindakan represif ini memiliki keterkaitan antara aparat kepolisian dengan birokrasi kampus. Sejak dimulainya aksi kampus II di Jalan Hj. Yasin Limpo hingga ke Kampus I di Jalan Alauddin, Satpam Kampus ikut terlibat mengintimidasi Mahasiswa yang terlibat aksi protes.
Tindakan tersebut disusuli oleh satuan Polrestabes Kota Makassar. Massa aksi berjumlah sekitar 40 orang yang diantaranya 4 orang perempuan dibubarkan pada sekitar pukul 14.45 WITA. Satu orang Mahasiswa mengalami luka berdarah. Sementara 27 orang Mahasiswa diringkus ke Kantor Polrestabes Makassar.
Sebelumnya, mahasiswa UINAM telah melakukan aksi yang dimulai pada hari Rabu, 31 Agustus 2024 secara berturut-turut. Pada aksi sebelumnya, birokrasi kampus selalu menunjukan arogansinya dengan tidak mengindahkan tuntutan mahasiswa, bahkan mengerahkan kekuatan Satpam kampus untuk memukuli para Mahasiswa yang menyampaikan aspirasi.
“Tidak masuk akal, Mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi harus melewati berbagai urusan administrasi. Wajar saja ada aksi protes, hak Mahasiswa sedang direnggut” ujar Ian Hidayat selaku tim hukum LBH Makassar.
Kekerasan Aparat Terhadap Massa Aksi
Dalam pantauan LBH Makassar, Mahasiswa ditendang, dicekik, dipukul, bahkan dikeroyok sebelum diangkut ke dalam mobil kepolisian. Sekitar pukul 20.00 WITA, 27 mahasiswa diperiksa secara terpisah. Berdasarkan koordinasi dengan petugas yang ada, 27 mahasiswa diduga melanggar tindak Pidana Pasal 192 KUHP.
Beberapa Mahasiswa memberikan kesaksian dan menjelaskan perlakuan tidak senonoh Aparat Kepolisian:
AM selaku Koordinator Mimbar, salah satu massa aksi dipukul di bagian wajah. Padahal ia tidak melawan aparat keamanan yang tidak berseragam. Saat itu kepalanya langsung dipiting lalu dipukul sebanyak tiga kali. Hal itu membuat wajahnya berdarah.
F salah seorang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, mengalami kekerasan di bagian lutut kanan. Ia mengalami tendangan yg dilakukan oleh orang tidak dikenal. Tindakan ini dialami pada saat Polisi datang lalu hendak membubarkan massa aksi. Padahal saat itu ia tidak melawan Polisi yang akan menangkapnya. Lutut tersebut sampai saat ini masih terasa keram, karena lututnya pernah dioperasi pada tahun 2021. Ia juga mengalami demam akibat efek dari tendangan pada lutut bekas operasi tersebut.
AZF merupakan Mahasiswa Saintek, ia mengalami pemukulan pada bagian wajah dan badan. Saat ia hendak diangkut ke mobil pick up Jatanras, dia dipukul pada bagian wajah menggunakan tangan, hingga membuat wajahnya mengalami memar. Selain itu, ia juga ditendang pada bagian badan saat ia dalam kondisi yang tidak melawan, dia dipegang oleh 3 orang aparat Polisi yang menggunakan seragam lengkap.
LR, Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora. Mengalami pemukulan di bagian rahang dan dada. Di bagian rahang ia dipukul menggunakan tangan saat Polisi hendak membubarkan massa aksi. Saat ia berlari masuk berlindung di Kampus, ia dikejar oleh Polisi lalu kemudian saat menemui jalan buntu, LR spontan mengangkat tangan tanda menyerahkan diri. Namun salah satu dari 3 orang Polisi yg mengejar kemudian menendang dada LR hingga ia kemudian terjatuh. Setelah terjatuh ia kemudian kembali dihantam di bagian rahang.
Saat LR diperiksa oleh Polisi, LR mengalami pemukulan. Ia ditanya oleh Polisi, siapa yg mengajak untuk aksi, kemudian ia menjawab atas kehendaknya. Karena Polisi tidak senang dengan jawaban LR, ia dipukul di bagian wajahnya.
F seorang Mahasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum mengalami pemukulan di bagian kepala menggunakan pentungan besi saat sudah berada di atas mobil pick up Jatanras. Setelah itu ia kemudian kembali dipukul dua kali di bagian wajah oleh Polisi yg berseragam lengkap. F mengalami pemukulan saat HP nya diminta oleh Polisi.
Semua ponsel milik massa aksi disita secara paksa, termasuk belasan motor diangkut dan dibawa ke Polrestabes.
Berdasarkan pengakuan mahasiswa yang diperiksa, saat aksi berlangsung lalu lintas tetap berjalan lancar. Juga polisi yang bertugas telah melakukan rekayasa lalu lintas, massa aksi juga telah memasukkan surat pemberitahuan aksi, tidak ada tindakan yang berakibat pidana oleh massa aksi. Meski begitu, kepolisian tetap membubarkan secara paksa aksi. Bahkan, sampai melakukan kekerasan terhadap massa aksi.
Polrestabes Makassar harusnya membaca dengan jelas dan teliti Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia (UU) Nomor 9 Tahun 1998 (9/1998) tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, bahwa:
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
- melindungi hak asasi manusia;
- menghargai asas legalitas;
- menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
- menyelenggarakan pengamanan.
Tindakan pembubaran paksa aksi, pemukulan, dan berbagai jenis tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Polrestabes Makassar merupakan bentuk tindakan pelanggaran Hak Kebebasan Menyampaikan Pendapat. Tindakan buruk kepolisian juga menjadi alat pemukul dari Kampus UINAM yang merusak prinsip dan nilai demokrasi.
Pasca Penangkapan, Ancaman Kekerasan Akademik Menghantui
Beredar video klarifikasi yang menampilkan wajah Rektor UINAM, Hamdan Juhannis. Dalam video tersebut, ia menjelaskan terkait soal Surat Edaran yang menurutnya bertujuan untuk menertibkan kegiatan unjuk rasa yang ingin dilakukan oleh Mahasiswa UINAM, dan tidak akan mencabut surat edaran 259/Tahun 2024 tersebut.
LBH Makassar menilai aturan ini tentu membatasi kebebasan Mahasiswa dalam menyampaikan pendapat atas kebijakan yang kontra terhadap kepentingan Mahasiswa, sekaligus bertolak belakang dengan aturan yang berlaku.
Celakanya, pasca mengalami tindakan penangkapan yang dilakukan oleh Polrestabes Makassar, sejumlah Mahasiswa yang diringkus mendapatkan Surat Panggilan oleh Birokrasi Kampus. Tertera dalam Surat yang dilayangkan oleh Dewan Kehormatan Universitas – UINAM, dengan No. B-273/Un.06/Kp/06/08/2025 dalam hal Pemanggilan.
Bahwa terdapat Surat Penyampaian Laporan tertanggal 2 Agustus dengan no B-2729/Un.06/PP/00.09/08/2024 perihal adanya Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Islam yang melakukan aksi demonstrasi di Gedung Rektorat UINAM pada tanggal 31 Juli 2024.
Tertulis dalam surat bahwa Mahasiswa yang terlibat dalam aksi, dipanggil untuk dimintai keterangan guna kelengkapan proses tindakan lanjut sidang kehormatan.
Termasuk awak Jurnalis Kampus Washilah, juga mendapatkan tindakan intimidasi. Mereka dipanggil untuk memberikan klarifikasi terkait pemberitaan yang telah diterbitkan melalui kanal Media Mahasiswa Washilah.
“Kami bingung kenapa keberatan atas pemberitaan yang kami rilis, seharusnya mekanisme Hak Jawab itu bisa ditempuh bukan malah memanggil dengan cara intimidatif. Hal yang lain, berita yang dimaksud sama sekali tidak ada sangkut paut dengan Kampus, hanya mewartakan tindakan penangkapan Mahasiswa UINAM pada senin lalu,” ujar Rahmat.
Ini adalah permasalah bersama, selang beberapa hari kemudian (6/8), Kampus Universitas Negeri Yogyakarta mengalami hal serupa, aspirasi berbalaskan tindakan pemukulan. Alih-alih mengedepankan semangat intelektualitas kampus hari ini, jelas bukanlah ruang akademis.
***
Bahu-membahu dan melawan!
Hamdan Juhannis sedang menggali kuburan bagi Demokrasi di Kampus UINAM