(Executive Summary Catatan Akhir Tahun LBH Makassar 2017)
Gelombang tuntutan Reformasi tahun 1998 menjadi tonggak sejarah yang amat penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Momentum ini atas rangkaian aksi demonstrasi yang melibatkan hamper seluruh elemen rakyat Indonesia yang diawali aksi-aksi mahasiswa dan aktivis masyarakat sipil lainnya yang kemudian mendapat dukungan dari unsur pimpinan parlemen (DPR dan MPR).
Reformasi,Indonesia pada tahun 1998 yang ditandai ditandai dengan tumbangnya rezim orde baru dibawah pimpinan Jend. TNI Soeharto yang menjabat Presiden selama kurang lebih 30 Tahun (1967-1998). Reformasi 1998 merupakan suatu gerakan yang bercita-cita mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum. Dimana situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tidak terkendali, rakyat menjadi semakin kritis menyatakan pemerintah Orde Baru tidak berhasil menciptakan kehidupan masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera. Oleh karena itu, munculnya gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaharui tatanan kehidupan bermasyarakat – Sejarah Singkat Reformasi di Indonesia, berbangsa dan bernegara. Penegakan Supremasi hukum dan Pemerintahan yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) adalah dua tuntutan penting dari 6 agenda Reformasi 1998 yang hingga saat ini atau tahun ke-19 Reformasi berjalan masih belum tercapai.
Tahun demi tahun, berbagai kasus korupsi mulai dari tingkat aparatur desa hingga jajaran Pemerintahan pusat semakin massif terjadi. Berbagai kasus-kasus pelanggaran HAM baik dibidang Hak Sipil dan Politik maupun dibidang Ekonomi, Sosial dan Budaya terus saja terjadi di Negara ini. Termasuk di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Penegakan Supremasi Hukum yang bersih dari KKN atau Judicial Corruption yang turunannya menghasruskan terjadinya Reformasi di Institusi Penegak Hukum (Peradilan) masih gagal sehingga penegakan hukum belum dapat berdiri tegak memberantas berbagai bentuk Kejahatan besar atau axtra ordinary crime seperti Korupsi, Narkoba dan Pelanggaran HAM yang kian massif tersebut. Perlawanan terhadap kasus-kasus Korupsi dan perang terhadap kasus Narkoba hingga saat ini hanya sebatas slogan pencitraan dari para pimpinan lembaga Negara terkait.
Betapa tidak, dalam kurung waktu setahun (2017) LBH Makassar mencatat dari total 191 Kasus yang ditangani[1], terdapat 48% atau sebanyak 92 Kasus Struktural yang berdimensi publik dan dugaan pelanggaran HAM, dengan rincian: sebagai berikut :
- 9 Kasus Pencaplokan wilayah kelola rakyat (hak atas tanah dan Lingkungan hidup).
Kasus konflik pertanahan (Sumber Daya Alam) terjadi diberbagai sector yakni pertanian/perkebunan/ tanah hunian rakyat seperti kasus pembebasan lahan pembangunan bendungan Karalloe di Kab. Gowa, kasus tanah bara-barayya Kota Makassar yang melibatkan Kodam VII Wirabuana (sekarang Kodam XIV Hasanuddin) , Konflik lahan kehutanan yang terjadi dan Kasus penambangan pasir laut wilayah pesisir di Kab. Takalar yang diperuntukkan pembangunan reklamasi kawasan pesisir pantai losari Makassar[2]. dari beberapa kasus konflik lahan tersebut, cenderung masih menggunakan pola kriminalisasi terhadap rakyat yang berjuang mempertahankan hak-haknya tas wilayah kelolahnya[3]
- 6 kasus pelanggaran hak atas pendidikan,
- 3 Kasus Identitas Hukum dan 1 kasus pelanggaran hak atas pelayanan hak dasar lainnya.
- 12 Kasus Pelanggaran Hak Konsumen, yang pelakunya didominasi oleh Perusahaan Property dan Lembaga Finance.
- 13 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan 7 Kasus KDRT
Dari 14 orang korban yang datang mengadu dan dilakukan wawancara mendalam, terdapat 13 orang mengalami kekerasan diawal pernikahan mereka dan berlanjut di tahun tahun berikutnya dan satu orang mengalami kekerasan setelah 18 tahun membina bahtera pernikahan. Rata-rata usia perkawinan para pencari keadilan diatas 10 hingga 20 tahun perkawinan; Ada 10 Perempuan yang mengalami kekerasan juga bekerja dan ikut membantu perekonomian keluarga terdiri dari 2 orang berwiraswasta; 7 orang berstatus karyawan swasta; 1 orang PNS; Namun hanya 4 orang yang tidak bekerja. Meskipun mereka juga bekerja namun tetap mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini sangat berbeda dengan hasil laporan catatan akhir tahun perkembangan kasus KDRT pada tahun 2016 dimana perempuan yang datang mengadu dan menjadi korban KDRT rata-rata adalah ibu rumah tangga dan memiliki ketergantungan ekonomi kepada pasangannya[4].
- 13 Kasus Kekerasan terhadap Anak,
Berdasarkan kasus yang diterima dalam medio Januari hingga Desember 2017, tercatat 13 kasus kekerasan terhadap anak dengan total korban sebanyak 15 anak, diluar anak korban kebijakan diskriminatif. Lima kasus merupakan kekerasan seksual dengan korban sebanyak 6 anak, 6 kasus Penelantaran anak dengan korban sebanyak 8 anak, serta 2 kasus kekerasan pendidikan[5].
- 7 Kasus Kekerasan Fisik oleh Aparat
Masih didominasi oleh aparat Kepolisian yakni 4 Kasus. Modus praktek kekerasan aparat tahun 2017 banyak yang dilakukan dengan pola penyiksaan yang diawali diawali dengan Penangkapan 1) Sewenang-wenang tanpa surat penangkapan, dibawah ke tempat sepi lalu dipaksa mengakui melakukan kejahatan yang tidak dilakukan dengan cara: 1) dipukul dengan tangan kosong secara bertubi-tubi, 2). Ditenang dan diinjak, 3) Kepala ditutup dengan kantong plastik lalu disiram Air hingga kesulitan bernafas. 3) Diancam dengan senjata Api, 4) ditembak[6].
- 1 Kasus Kebebasan Berekspresi
Dalam hal ini terkait tidak diberikannya izin dan pembubaran paksa oleh oknum aparat kepolisian terhadap kegiatan Porseni Bissu dan Wariah Se-Sulawesi Selatan yang terjadi pada tanggal 19 Januari 2017 di Kab. Soppeng.
- 1 kasus Kode Etik Aparat,
- 15 Kasus pelanggaran hak-hak Buruh/ Pekerja,
Dari 15 kasus tersebut, masih didominasi dengan pola PHK dan Kriminalisasi terhadap upaya perjuangan buruh dalam menuntut pemenuhan hak. Dari 15 Kasus tersebut, terdapat 6 Pemutusan Hubungan Kerja, (PHK), 8 (delapan) Perselisihan hak. Dari 6 kasus PHK tersebut ada satu kasus yang cukup menarik tentang buruh/pekerja PT. Surya Madistrindo 4 (anggota serikat) dilaporkan secara pidana dan di gugat secara keperdataan[7].
Selain dari kasus yang ditangani, LBH Makassar dalam catatan akhir tahun ini juga menyoroti kinerja institusi penegak hukum dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Khususnya terkait penanganan kasus-kasus Korupsi dan Narkoba mengingat keduanya tergolong sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary Crime) yang memiliki dampak yang luas terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal mana dalam konteks kasus Korupsi yang ditangani oleh Pengadilan, khususnya Pengadilan Negeri Makassar yang meningkat yakni terdapat 134 Kasus dan terdapat 9 Kasus yang diputus bebas yang beberapa diantaranya mendapat perhatian publik, salah satu kasus yang dimaksud adalah kasus sewa lahan (Negara) Buloa, yang merupakan proyek pelabuhan nasional yang dianggap telah merugikan negara sebesar 530.000.000,- (Lima Ratus Tiga Puluh Juta Rupiah) dan melibatkan pejabat Asisten I Pemkot Makassar, MUH. SABRI yang dinilai oleh sejumlah kalangan terdapat beberapa kejanggalan.
Demikian halnya dengan penanganan kasus Narkoba, yang juga sangat menonjol ditangani oleh Polda Sulselbar dan jajarannya serta BNN Provinsi Sulsel dan BNN Kabupaten. Namun demikian, LBH Makassar menilai bahwa upaya pemberantasan kasus-kasus Narkoba oleh institusi aparat penegak hukum belum serius. Mengingat penanganan kasus Narkoba cenderung masih tebang pilih serta diduga terjadi berbagai pelanggaran hukum acara dan kode etik yang berindikasi kuat telah terjadi dugaan praktek Mafia Peradilan (Judicial Corruption) yang setidak-tidaknya terdapat 5 Kasus penanganan kasus Narkoba yang berdasarkan pengamatan LBH Makassar dinilai “bermasalah”. Selain itu, masih terdapat sejumlah oknum Kepolisian yang terlibat langsung dalam penyalahgunaan dan peredaran Narkoba yang menurut catatan LBH Makassar terdapat 16 orang yang juga tidak jelas kelanjutan proses hukumnya alias mengendap[8].
Atas dasar tersebut di atas, maka LBH Makassar dalam Catatan Akhir Tahun 2017 ini, memberikan judul “Kusamnya Wajah Penegakan Hukum, HAM dan Demokrasi. Tanda Agenda Reformasi Makin Terlupakan” Judul ini sekaligus hendak mengajak kepada seluruh elemen bangsa untuk kembali menggelorakan cita-cita dan harapan kita semua terhadap berbagai agenda Reformasi yang merupakan agenda dan cita-cita bersama seluruh rakyat Indonesia yang belum dituntaskan oleh Pemerintahan yang berkuasa baik ditingkat Pusat, Provinsi maupun Kota/Kabupaten.
Berdasarkan uraian data tersebut di atas, LBH Makassar diakhir tahun 2017, mengeluarkan sejumlah rekomendasi sebagai berikut :
- Sektor Agraria (Konflik SDA dan Pertanahan)
- Hentikan segala bentuk Kriminalisasi terhadap Petani dan Nelayan sedang memperjuangkan hak atas wilayah kelolahnya.
- kepada Presiden RI untuk segera membentuk Badan Khusus Kepresidenan untuk menyelesaikan Konflik-konflik Agraria.
- Sektor Perlindungan Anak dan Perempuan
- Kepada Kepolisian RI untuk segera meningkatkan kapasitas dan perspektif anggota Kepolisian khususnya jajaran Reskrim dalam penanganan kasus-kasus kelompok rentan seperti Perempuan, Anak dan Disabilitas;
- kepada DPR RI RUU untuk segera mensahkan Penghapusan Kekerasan Seksual.
- Sektor Reformasi Peradilan
- Kepada Kepolisian RI untuk segera meningkatkan kapasitas (Perspektif HAM dan Perilaku Humanis) serta profesionalisme bagi anggota Kepolisian dan konsisten menerapkan Ketentuan dan Prosedur Penanganan Kasus yang sesuai Standar Hak Asasi MAnusia;
- Kepada Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan Kapolri untuk lebih memperketat dan memaksimalkan Pengawasan terhadap kinerja dan perilaku staf/ anggota di jajaran institusinya masing-masing dan bertindak tegas terhadap oknum yang melakukan pelanggaran hukum, peraturan disiplin, perilaku dan kode etik;
- kepada Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian untuk kembali memperkuat peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap perilaku aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim).
- Sektor Buruh dan Miskin Kota
- Mendesak kepada Presiden untuk mencabut PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan
- Mendesak kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota/ Kabupaten untuk mengoptimalkan kinerja Dinas Ketenagakerjaan terkait kewenangan pengawasan, dan penegakan hukum dibidang ketenagakerjaan;
- Mendesak kepada Pemerintah Kota Makassar untuk menghentikan praktek swastanisasi dan pungli di sektor perparkiran;
- Mendesak kepada Pemerintah Kota Makassar menepati janjinya untuk membentuk Tim Gabungan untuk mengawal proses penempatan pedagang Kaki lima pada gedung baru di kawasan Makassar Mall
Demikian, catatan Akhir Tahun LBH Makassar tahun 2017.
Makassar, 29 Desember 2017
Hormat Kami,
Tim Penyusun Catatan Akhir Tahun 2017
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar
[1] Dari 197 kasus yang masuk di LBH Makassar. Rincian Jenis Kasus dan berbagai jenis masalah hukum yang ditangani, bentuk layanan dan profil penerima layanan/ pencari keadilan, dapat dibaca secara rinci pada lembar lampiran Grafik Layanan Bantuan Hukum LBH Makassar Tahun 2017.
[2] Detail kondisi kasus-kasus terkait hak atas tanah, dapat dibaca pada Catatan Akhir Tahun bidang Tanah & Lingkungan LBH Makassar.
[3] Idem.
[4] Detail modus, profil korban dan bagaimana proses hukumnya kasus-kasus KDRT, kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, dapat dibaca pada Catatan AKhir Tahun Bidang Hak ANak dan Perempuan LBH Makassar.
[5] Idem
[6] Modus, profil korban dan bagaimana proses hukumnya kasus kekerasan fisik oleh Aparat, dapat dibaca secara detail pada Catatan AKhir Tahun Bidang Hak SIpil dan Politik LBH Makassar.
[7] Modus, profil korban dan bagaimana proses hukumnya kasus-kasus yang dialami oleh kaum, dapat dibaca secara detail pada Catatan AKhir Tahun Bidang Hak Buruh dan Miskin Kota – LBH Makassar
[8] Detil vonis bebas Kasus Korupsi dan data kasus narkoba yang “bermasalah” dapat dibaca secara detail dalam Catatan AKhir Tahun Bidang Anti Korupsi & Reformasi Peradilan LBH Makassar.