
LBH Makassar menjalin kerjasama dengan LBH Takalar untuk mendirikan Pos Bantuan Hukum di Kab. Takalar. Kerjasama ini dilakukan sebagai upaya perluasan akses layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin dan marginal. Selain LBH Takalar, Paralegal LBH Makassar yang ada di Kab. Takalar juga dilibatkan sebagai pihak dalam kerjasama ini.
Ketua LBH Takalar, Andi Radianto, menyambut baik kerjasama tersebut dan menerima perwakilan LBH Makassar, Edy K. Wahid, sebagai kepala Pos Bantuan Hukum Takalar untuk masa kerja 15 Januari 2018 – 15 Juni 2018. Sebagai langkah awal, dilakukan Focus Group Discussion (FGD) Strategis Penyelenggaraan Pos Bantuan Hukum Takalar pada Senin, 29 Januari 2018. Kegiatan berlangsung dari pukul 09.30 – 14.00 WITA di ruko lantai II kantor LBH Takalar, tepatnya di Jl Diponegro Biringbalang, Kelurahan Bajeng, Kecamatan Patalassang, Kab. Takalar.
Secara seremonial, FGD ini dibuka oleh Andi Maksim selaku Wakil Ketua LBH Takalar. Ia sangat berharap dengan adanya kerjasama ini semakin mempertegas eksistensi LBH Takalar. “Kalau perlu sampai ke pelosok desa kita bikin pos paralegal untuk memudahkan akses layanan bagi masyarakat miskin pencari keadilan,“ pungkasnya.
Ketua LBH Takalar, Andi Radianto, mengharapkan kerjasama ini bisa menjadi momentum untuk merintis jalan bagi LBH Takalar agar dapat bersinergi dengan kebijakan dan program bantuan hukum oleh Pemerintah Daerah Takalar maupun Pemerintah Pusat. Selama ini kami banyak mendampingi kasus – kasus yang bersifat struktural, akan tetapi kami kekurangan SDM (Sumber Daya Manusia) yang memiliki keterampilan menangani kasus – kasus struktural. “Saya berharap LBH Makassar dapat memantik virus Bantuan Hukum Struktural (BHS) di Takalar,” tegas Ketua LBH TA yang 7 (tujuh) tahun pernah mengabdi di LBH Makassar.
“Jadi kapan kami (paralegal) bisa mulai beraksi,” tanya Hamsul penuh semangat disusul oleh tiga kawan paralegalnya bak gayung bersambut. Mereka tampak tidak sabar mengaplikasikan ilmu yang mereka terima pada pelatihan paralegal LBH Makassar. Hamsul, Ihwal, Nutta, Kaswandi dan Vira, dua bulan lalu mengikuti pelatihan paralegal selama 14 (empat belas) hari di Hotel Jolin Makassar.
Edy pun mulai membuka pembicaraan dengan menawarkan dua opsi yang akan dibahas, yakni Konsep Kerjasama Pos Bantuan Hukum Takalar dan strategi kolaborasi. Secara antusias peserta FGD menerima kedua opsi yang ditawarkan. Mereka bahkan menyarankan dalam pertemuan ini, agar disisihkan diskusi mengenai kondisi umum penegakan hukum di Takalar, cerita paralegal tentang kondisi para pencari keadilan di komunitas masing – masing, cerita pendimpingan hukum (litigasi dan nonlitigasi) yang selama ini dilakukan oleh LBH Takalar dan kesiapan LBH Takalar menuju OBH (Organisasi Bantuan Hukum) terakreditasi. Terakhir adalah pembahasan starategi kolaborasi antara LBH Makassar dan LBH Takalar dalam memberikan layanan bantuan bagi masyarakat miskin dan marjinal di Kab. Takalar.
Konsep Kerjasama
Salah satu pertimbangan utama didirikannya Pos Bantuan Hukum Takalar adalah untuk memperkuat kebijakan penyelenggaraan program bantuan hukum Pemerintah Kab. Takalar berdasarkan PERDA (Peraturan Daerah) Kab. Takalar Nomor 1 tahun 2016 tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin. Selain itu, paralegal yang didampingi oleh dua advokat diharapkan terlibat secara aktif agar dapat meningkatkan pengetahuan dan kapasitas hukum mereka.
Advokasi kebijakan dilakukan dengan mendorong perubahan PERDA Takalar berdasarkan hasil kajian tim riset tahun lalu pada 17 Juni – 6 Agustus 2017. Misalnya mengenai penyuluhan hukum dan pemberdayaan masyarakat yang belum diakomodir dalam PERDA tersebut. Sementara untuk mengakses program bantuan hukum dalam PERDA tersebut, LBH Takalar wajib berbadan hukum dan terakreditasi berdasarkan surat keputusan Kementerian Hukum dan HAM RI. Untuk itu, dalam poin kerjasama, LBH Makassar akan melakukan asistensi terhadap LBH Takalar dalam mempersiapkan kelengkapan berkas dan syarat lainnya untuk menjadi OBH yang terakreditasi.
Penegakan Hukum di Takalar
Sebagian besar masyarakat miskin dan marjinal belum mengetahui adanya layanan bantuan hukum secara cuma – cuma, baik yang disediakan oleh LBH Takalar maupun melalui program Pemerintah Daerah Takalar. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi program bantuan hukum di Kab. Takalar. Akibatnya, proses penyidikan sebagian besar dilakukan tanpa pendampingan dari penasehat hukum. Pada akhirnya, calon tesangka tidak dapat memberikan keterangan secara bebas dan berimbang. Penyidik pun dalam menentukan pasal pidana menjadi tidak terkontrol, misalanya dalam kasus narkoba, penyidik kerapkali menerapkan pasal pengedar meskipun faktanya tersangka hanya pemakai. Setelah di pengadilan, barulah terungap fakta yang sebenarnya. Situasi ini jelas merugikan para pencari keadilan.
Di pengadilan Takalar, Majelis Hakim belum bisa menjatuhkan putusan secara objektif. Beberapa kejadian, Majelis Hakim hanya mengutamakan kepentingan dirinya secara subjektif daripada memberikan keadilan bagi para pencari keadilan. Misalnya dalam kasus pembunuhan, hakim rata – rata menjatuhkan vonis 15 tahun hingga 20 tahun. “Majelis Hakim menjatuhkan vonis begitu karena terancam oleh keluarga korban. Sebab disini, kalau kasus pembunuhan pasti keluarga korban ribut/mengamuk,” ujar A. Radianto yang juga ketua Posbakum P.N. Takalar. Sedangkan putusan banding terhadap kasus tersebut di atas adalah rata – rata delapan tahun kebawah.
Kesimpulan & Rencana Tindak Lanjut
Secara umum, masyarakat miskin dan marjinal di Kab. Takalar khususnya petani dan nelayan belum bisa mengakses layanan bantuan hukum secara cuma – cuma. Situasi ini mengakibatkan hak – hak dasar mereka ikut tercerabut. Menjalani proses hukum yang tidak due Process of Law. Di lain pihak, para stakeholder sepeti PEMDA Takalar dan legislatif belum terlalu serius merealisasikan kebijakan terkait bantuan hukum bagi masyarakat miskin dan marjinal. Sementara organisasi masyarakat sipil seperti LBH Takalar belum bisa memaksimalkan peranannya, karena keterbatasan sumber daya manusia maupun anggaran.
Pada bulan pertama, Pos Bantuan Hukum Takalar berencana mendorong penguatan masyarakat dengan melakukan penyuluhan hukum dan pemberdayaan hukum di komunitas paralegal. Pendampingan hukum bagi petani dan nelayan. Advokasi kebijakan dilakukan dalam bentuk lobby ke eksekutif khususnya bagian hukum Pemda Takalar maupun legislatif untuk mendorong perubahan Perda Bantuan Hukum Takalar agar dapat mengakomodir semua hak – hak dasar masyarakat miskin dan marjinal.
Laporan Edy K. Wahid
Kepala Pos Bantuan Hukum Takalar
Comments
No comment yet.