Makassar, 8 Mei 2014, LBH Makassar bersama beberapa elemen organisasi buruh, perempuan, dan mahasiswa serta NGO, seperti GSBN, KIPAS, KPO PRP, KPI, SP ANGING MAMIRI, SEHATI, PEMBEBASAN, KOMUNAL, SMI, PGR, YLBHM, MMN, FMD-KP SGMK, FPPI, BEM TEKNIK UIM, yang tergabung dalam aliansi SAMURAI (Solidaritas Aksi Masyarakat Untuk Rakyat Indonesia) kembali menggelar aksi di bawah jembatan fly over Makassar. Aksi kali ini dalam rangka memperingati Hari Marsinah, buruh perempuan yang ditemukan telah terbunuh pada 8 Mei 1993 saat sedang memperjuangkan hak-haknya.
Dalam pernyataan sikapnya, SAMURAI menguraikan bahwa 21 tahun sudah lamanya kasus pembunuhan terhadap buruh perempuan Marsinah terjadi, namun hingga saat ini belum ada niatan yang sungguh-sungguh dari pemerintahan negara untuk menuntaskannya. Dari pemilu ke pemilu, dari rezim ke rezim, pemerintahan borjuasi tidak pernah memiliki political will untuk mengusut tuntas kasus Marsinah. Negara masih melanggenggkan Impunitas (kejahatan tanpa penghukuman). Marsinah sebagai aktivis buruh perempuan, terbunuh saat memperjuangkan hak-haknya sebagai buruh yang berhadapan dengan koorporasi, dan negara yang dikuasai oleh para pengusaha secara jelas tidak pernah berpihak pada perjuangan buruh yang berupaya merebut harkat dan martabatnya. Hingga saat ini pun, kekerasan dan tindakan diskriminasi terhadap buruh perempuan masih terus berlanjut. Kaum buruh Indonesia tetap menjadi kelompok sosial yang terpinggirkan, terlebih buruh perempuan.
Perwakilan organisasi buruh yang sekaligus jenderal lapangan, Ratna, dalam orasinya menyoroti pentingnya perlindungan keamanan bagi buruh perempuan. Kasus Marsinah menurutnya adalah salah satu contoh betapa rentannya buruh perempuan saat memperjuangkan nasibnya ketika berhadapan dengan rezim otoriter yang pro kekuasaan modal, dan kekuasaan yang bertendensi partriarkis. Sesungguhnya apa yang dialami Marsinah juga dialami oleh banyak buruh lainnya dan kini jutaan kaum buruh di republik ini juga berada dalam bayang-bayang ancaman yang sama. Bahkan hingga saat ini, buruh perempuan pun masih mendapatkan perlakuan diskriminatif termasuk di tempat kerja mereka sendiri. Kasus pelecehan seksual terhadap buruh perempuan terus terjadi, baik secara verbal, psikis, maupun fisik. Ironisnya, perusahaan maupun negara tidak pernah serius menangani kasus-kasus seperti ini, bahkan lebih parahnya, buruh perempuan yang menjadi korban akan diberhentikan dari tempat kerjanya karena perusahaan menganggapnya telah merusak nama baik perusahaan, sementara negara yang dikuasai para pemodal tidak memberi perlindungan yang memadai. Oleh karenanya pemberian jaminan perlindungan keamanan dari negara bagi buruh perempuan saat ini juga sekaligus menjadi kebutuhan yang nyata di depan mata.
Kemudian perwakilan dari organisasi-organisasi yang tergabung dalam SAMURAI secara bergantian melakukan orasi. Mereka menganggap bahwa setelah lebih 2 dekade perjuangan Marsinah, kaum buruh yang memperjuangkan hak-hak ekonomi dan politiknya, masih berhadapan dengan jalan terjal dan berliku. Perjuangan kaum buruh yang secara kuantitas dan kualitas cukup meningkat dalam beberapa tahun terakhir justru oleh beberapa pihak dianggap ancaman bagi akumulasi modal dan kekayaan mereka. Tak mengherankan bila kaum kapitalis dan para pendukungnya berusaha sekuat tenaga untuk tetap mendominasi kekuasaan negara dan sekaligus melancarkan serangan balasan agar gerakan buruh tidak terus-menerus tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan politik yang mampu menyaingi mereka.
Aksi SAMURAI kali ini juga menyoroti perkembangan kebijakan Kapitalisme di Indonesia yang dijalankan oleh penguasa yang dianggap semakin merugikan kaum buruh. Politik ekonomi kapitalistik yang dibangun rezim Orde Baru semakin telanjang dipraktekkan oleh setiap rezim orde reformasi hasil 3 kali pemilu dan tetap akan berlanjut di rezim hasil pemilu 2014 ini. Serangan membabi buta terhadap gerakan buruh dilakukan sejak pemberlakukan Labour Marketing Flexibility dengan sistem kerja kontrak dan outsourchingnya menyebabkan tidak adanya jaminan kepastian hukum bagi buruh. Selain itu, praktek pemberangusan serikat buruh (union busting) juga semakin merajalela, padahal hak berserikat telah tercantum konstiusi dan diakui secara hukum melalui peraturan perundang-undangan. Meningkat pesatnya gerakan buruh yang sedikit banyak terinspirasi oleh perjuangan Marsinah dan kawan-kawannya di masa orde baru, juga direspon dengan tindakan represi yang nyata. Kriminalisasi terhadap aktivis buruh terus terjadi, belum lagi pelibatan aparat TNI dalam pengamanan aksi-aksi buruh dengan dalih menjaga stabilitas investasi dan perekonomian nasional juga terus berlanjut, serta terror dan intimidasi terhadap gerakan buruh dari kelompok-kelompok paramiliter yang reaksioner dan anti demokrasi juga tidak mendapatkan penyelesaian hukum yang berkeadilan.
Tindakan represif yang dialami buruh di atas melengkapi kekejaman rezim kapitalis yang tidak memberikan perlindungan terhadap pemenuhan hak-hak normatif buruh ketika berhadapan dengan koorporasi. Bahkan saat ini pemerintah juga memberlakukan sistem jaminan sosial yang sebenarnya tidak lebih menggunakan sistem asuransi sosial atau dengan kata lain negara telah diubah menjadi perusahaan asuransi dan buruh harus membayar premi setiap bulannya. Padahal upah buruh Indonesia saat ini sangat jauh dari upah layak. Survey Department of Labour and Employment National Wages and Productivity Commision per 31 Maret 2014, tingkat upah di Indonesia saat ini yaitu 105.96 USD atau sekitar Rp.1,2 juta dan tertingginya sebesar 215.57 USD atau sekitar Rp. 2,441 juta berada di posisi 11 dari 16 negara Asia yang disurvey, bahkan upah di Indonesia masih lebih rendah dari negara tetangga seperti Filiphina, Malaysia, dan Thailand.
Oleh karena itu, SAMURAI berpandangan bahwa secara nyata terdapat kebutuhan bagi kaum buruh untuk membangun pesatuan yang memungkinkan melawan kebijakan-kebijakan rezim kapitalis dan segenap pendukungnya agar tidak semakin menindas buruh. Tentu saja, pesatuan buruh juga harus melibatkan rakyat tertindas secara luas, yang juga mengalami ketertindasan yang sama dari rezim kapitalis di banyak sektor, seperti petani, kaum miskin kota, maupun mahasiswa, pelajar, dan pemuda. Tak heran, selama aksi berlangsung, slogan Buruh Bersatu Bangun Politik Alternatif terus-menerus dipekikkan oleh ratusan peserta aksi.
Menurut SAMURAI, rezim kapitalis militeristik bisa saja menghilangkan sosok Marsinah dari muka bumi, tapi semangat perjuangannya akan tetap hidup dalam diri kaum buruh untuk melanjutkan perjuangan sebagai panggilan kehidupan. Oleh karenanya, menjadi kewajiban bagi kaum buruh dan segenap massa rakyat tertindas untuk tetap menjaga api semangat perjuangan Marsinah agar tetap berkobar dan meluas dengan membangun kekuatan politik alternatif untuk memperjuangkan kemerdekaan sejati bagi kaum buruh dari ketertindasan.
Oleh karenanya dalam aksi Hari Marsinah ini, SAMURAI menuntut agar kasus pembunuhan Marsinah dituntaskan & mendesak agar Marsinah dijadikan pahlawan buruh Indonesia. Menuntut negara agar memberikan jaminan perlindungan keamanan bagi buruh perempuan, mengapuskan sistem kerja kontrak dan Outsourching, mencabut UU BPJS & UU SJSN serta memberikan perlindungan sosial transformatif bagi rakyat dan upah layak bagi buruh. SAMURAI juga menyerukan agar buruh tidak henti-hentinya melawan politik upah murah dan pemberangusan serikat buruh (Union Busting). Mendesak agar represi dan kriminalisasi terhadap gerakan buruh segera dihentikan serta menolak Militerisme.
Di akhir aksi, SAMURAI sekali lagi menyerukan pembangunan gerakan politik alternatif melalui persatuan gerakan buruh dan rakyat tertindas. Aksi Hari Marsinah kali ini ditutup dengan gelaran doa dan mengheningkan cipta untuk mengenang jasa-jasa perjuangan Marsinah dan buruh-buruh lain yang gugur dalam memperjuangkan hak-haknya. [Muh Fajar Akbar]