Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Jokowi-Jusuf Kalla berimbas pada konflik agraria yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Rencana pembangunan tersebut tidak memperhitungkan berbagai aspek negatif yang akan terjadi bila kebijakan tersebut diterapkan. Tapi, dengan alasan untuk kepentingan bersama, prmerintah tetap memaksakan kehendaknya. Akibatnya, banyak terjadi pelanggaran HAM dan konflik horizontal di kalangan masyarakat.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI) telah banyak menerima pengaduan yang bersumber pada konflik agraria. Dalam rangka memperoleh informasi terkait konflik agraria yang berada pada beberapa lokasi di Indonesia, Komnas HAM melakukan kegiatan wawancara atau dialog untuk memperoleh gambaran atau pandangan konflik agraria terkait pembangunan infrasturktur dengan beberapa tujuan, yakni menguraikan tipilogi konflik agrarian, pemetaan actor kunci yang terlibat dalam konflik agrarian dan mengkaji regulasi dalam bidang agrarian yang menghambat pemenuhan, perlindungan dan penegakan HAM.
Pada kesempatan ini, Komnas HAM Sub Komisi Pengkajian dan Penelitian mengadakan dialog di LBH Makassar dengan mengundang perwakilan LBH Makassar sendiri, perwakilan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sul-sel dan perwakilan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Bulukumba untuk melakukan pembahasan terkait permasalahan tersebut (5/06). Dalam permulaan dialog atau wawancara, pihak Komnas HAM meminta untuk menjelaskan bebrapa kasus pembangunan infrastuktur pemerintah yang berdimensi pelanggaran HAM, lanjut pertanyaan dari pihak Komnas HAM terkait beberapa pelanggaran yang terjadi dalam pembangunan proyek dan terakhir permintaan untuk testimoni terkait problem yang ada dan upaya untuk meretas permasalahan tersebut.
Menurut Komnas HAM, proyek pembangunan infrastruktur pemerintah berdimensi pelanggaran HAM. Berdasarkan data, beberapa proyek besar yang menonjol seperti waduk jatigede yang berdampak pada 11.000 KK atau lebih 40.000 jiwa dari 28 desa, yang meliputi 5 kecamatan, di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat dan proyek pembangunan bandara Internasional Jawa Barat dengan luas ±1.800 ha yang mengenai 10 desa dan lahan pertanian masyarakat di kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat atau y6ang terjjadi secara massif adalah terkait proyek revitalisasi pasar-pasar tradisional, pembangunan infrastruktur jalan, serta infrastuktur transportasi kereta api. Terakhir yang menimbulkan gesekan dengan masyarakat dalam pengembangan bandar udara Kulonprogo.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan lahan tersebut, sudah barang tentu akan bersinggung dengan lahan-lahan masyarakat. Hal ini sangat rentan terjadi pelanggaran HAM, baik pada peristiwa penggusurannya hingga dampak ikutan dengan tercerabutnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.
Selain itu, penjelasan yang sama juga dipaparkan oleh LBH Makassar, KPA Sulsel dan AGRA Bulukumba terkait proyek infrastruktur pemerintah yang berimplikasi pada pelanggaran HAM. Dari beberapa pembangunan infrastruktur pemerintah di Sulawesi selatan seperti pembangunan bendungan di beberapa kabupaten (Gowa, Wajo, Takalar), pembangunan PLTA di Seko (Luwu Utara) dan pembangunan PLTU di Taroang Jeneponto, banyak menimbulkan permasalahan yang berdampak pada masyarakat setempat. Seperti hilangnya mata pencaharian warga, ganti rugi yang tidak sesuai, kekerasan, kriminalisasi, hilangnya nilai-nilai budaya masyarakat setempat, masyarakat yang berlawan dianggap makar dan lain sebagainya.
Dari beberapa data kasus tersebut, membuktikan bahwa proyek infrastruktur pemerintah tidak berorientasi jangka panjang dan tidak pula berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Malah hanya menimbulkan kesengsaraan di kalangan masyarakat setempat dengan direnggutnya hak-hak dasar yang seharusnya mereka miliki.