Makassar, 10 Desember 13, dalam rangka memperingati hari HAM (Hak Asasi Manusia) sedunia, sejumlah ativis dari kalangan mahasiswa, pekerja maupun dari kalangan NGO (Organisasi Non-Pemerintah) yang tergabung dalam SOLIDARITAS RAKYAT UNTUK HAM (SORAK HAM), menggelar aksi unjuk rasa di bawah jembatan flay over. Adapun organ-organ yang bergabung dalam aksi tersebut ; Lembaga Bantuan Hukum Makassar (LBH MAKASSAR), Kongres Politik Organisasi Perjuangan Rakyat Pekerja (KPO PRP) Front Mahasiswa Demokratik (FMD), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Komunitas Sehati, Forum Study Issue Strategis Universitas Muslim Indonesia (FOSIS UMI), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Universitas Muslim Indonesia (PMII UMI), AGRA SULSEL, Front Mahasiswa Nasional (FMN), Pembebasan, GMPA, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Makassar (YLBHM ), KSPI, GIPA, dan FPPI. Dalam aksinya, SORAK HAM menggelar orasi ilmiah pemblejetan rezim boneka Sby-Boediono secara bergantian oleh setiap perwakilan organ.
Dalam orasinya terkait HAM, sejumlah perwakilan organ menilai bahwa Negara tidak serius dalam menuntaskan beberapa kasus pelanggaran HAM baik yang terjadi di masa lalu maupun sekarang. Misalnya, terkait pelanggaran HAM masa lalu ; kasus penghilangan paksa aktivis 1998, kasus talangsari 1989, korban penembakan misterius 1982 -1985, peristiwa 1965 – 1966. Sedangkan yang baru – baru saja terjadi seperti kasus penembakan petani STP (Serikat Tani Polongbangkeng) di Takalar dan petani di Bulukumba yang menyebabkan hilangnya nyawa korban.
SORAK HAM juga menilai, pada beberapa sector vital seperti, pengelolaan sumber daya alam, praktek – praktek kekerasan Negara telah menimbulkan konflik pertanahan dan perkebunan dimana Negara cenderung berdiri di depan penguasa modal dengan dalih pengamanan investasi untuk kepentingan ekonomi. Di sector perburuhan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak masih menemui jalan terjal untuk diperjuangkan. Di sector pendidikan, hak atas pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis semakin sulit diwujudkan karena, proyek liberalisasi sektoral terus berlanjut. Di sector perempuan dan anak, tahun ini mengalami peningkatan bahkan dalam penanganannya tidak menunjukkan keseriusan dari pihak pemerintah. Di sector lingkungan, hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, belum dapat perhatian serius dari pemerintah. Kebebasan beragama, dan berkeyakinan juga masih terus terjadi secara berulang-ulang. Pelanggaran HAM juga masih terus terjadi pada kelompok minoritas seperti, lesbian gay, biseksual, transeksual, baik dalam hal kebebasan berorganisasi maupun berekspresi demikian juga yang dialami para penyandang disabilitas.
Dengan rentetan peristiwa pelanggaran HAM yang masih saja merjalela di negeri ini maka, dalam aksi tersebut, massa mengeluarkan somasi dalam bentuk MOSI tidak percaya pada KOMNAS HAM dan menuntut pembubaran KOMNAS HAM karena, mereka menilai KOMNAS HAM sebagai perpanjangan tangan pemerintah semakin jauh dari harapan dan tidak lagi merepresentasikan kepentingan masyarakat sipil.[Edy Kurniawan]