Sebagian besar masyarakat yang hidup dalam kawasan hutan belum mengetahui hak – hak hukumnya sebagai warga negara. Kelemahan pengetahuan akan hak – hak hukum ini membuat mereka sangat mudah dijerat oleh hukum, khususnya hukum yang berlaku di sektor kehutanan. Jika terkena jerat hukum, maka dampaknya akan menjalar pada hak dasar, seperti hak kehidupan yang layak. Sebab mereka yang dijerat akan kehilangan kesempatan untuk menafkahi istrinya dan menyekolahkan anaknya, sebagaimana yang telah dialami oleh Sukardi, Jamadi dan Sahidin. Mereka ditahan selama enam bulan, meskipun pada akhirnya Pengadilan Negeri Watansoppeng menjatuhkan putusan bebas terhadap ketiga petani tersebut.
Sebagai upaya preventif menghindari jerat hukum/kriminalisasi terhadap petani yang hidup dalam kawasan hutan, LBH Makassar secara aktif melakukan proses penyadaran hukum kepada masyarakat. Upaya penyadaran hukum dilakukan dalam bentuk penyuluhan hukum, dilakukan di perkampungan yang terletak di dalam kawasan hutan.
Pada 11 Juli 2018, penyuluhan dilakukan di Kabupaten Soppeng pada dua tempat yang berbeda, yaitu di Kampung Jolle, Desa Umpugeng, Kec. Lalabata dan di Kampung Dappanna, Kelurahan Lalabata Rilau, Kec. Lalabata. Sebelumnya, penyuluhan hukum pernah dilakukan di Kampung Coppoliang, Desa Umpungeng, Kec. Lalabata, Soppeng, pada 12 Februari 2018.
Dalam penyuluhan pada 11 Juli 2018, LBH Makasar melakukannya bersama organisasi jaringan, yaitu, Lembaga Hak Asasi dan Ekonomi Rakyat Indonesia (L-Haerindo) yang diwakili oleh Riko Setiawan selaku sekretaris dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) wilayah Sulsel yang dihadiri langsung oleh koordinator presidium, Rizki Arimbi. Sedangkan LBH Makassar diwakili Edy K. Wahid, Kepala Divisi Tanah dan Lingkungan. Selain penyuluhan, LBH Makassar bersama jaringan juga melakukan mentoring penguatan organisasi petani.
Masyarakat sangat antusias mengikuti penyuluhan, terlihat dari banyaknya masyarakat yang hadir dan secara aktif menyampaikan permasalahannya. Bagi mereka, pengetahuan mendasar tentang hukum sangat penting, bahkan hal ini menjadi kebutuhan pokok, ujar Rasby, ketua Forum Bersama Petani Latemmamala, Soppeng. Sebab kita yang hidup dalam kawasan hutan tidak pernah merasa tenang, selalu dibayangi persoalan hukum dari aktivitas di rumah sampai ke kebun, tegas Rasby. Sejak kampung mereka ditunjuk sebagai kawasan hutan, masyarakat tidak pernah merasakan hak – hak dasarnya, seperti hak atas pengakuan kepemilikan pribadi, perlindungan rasa aman serta jaminan kehidupan yang layak.
Dengan demikian, penyuluhan ini tidak hanya bertujuan menciptakan kesadaran hukum, akan tetapi masyarakat juga didorong untuk memiliki keberanian memperjuangkan hak – hak dasarnya. Olehnya itu, LBH Makassar bersama jaringan L-Haerindo dan KPA Sulsel terus berusaha mengangkat animo masyarakat untuk berorganisasi, sebab hak – hak hukum di dalam kawasan hutan hanya bisa diperjuangkan secara efektif melalui kerjasama dalam bentuk organisasi petani. Organisasi petani kemudian menjadi media untuk memupuk kesadaran hukum masyarakat secara berkesinambungan. Selain itu, organisasi diharapkan dapat mempererat simpul masyarakat bersama jaringan pendamping.**
Soppeng, 11 Juli 2018