MEMPERKUAT ADVOKASI DAN PERLINDUNGAN PEMBELA HAM
PADA ISU KEBEBASAN BERKEYAKINAN, BERAGAMA DAN BERIBADAH
Perlindungan terhadap hak-hak kelompok masyarakat yang minoritas merupakan salah satu indikator pelaksanaan hak asasi manusia di negara mana pun. Meningkatnya kekerasan terhadap kelompok-kelompok agama dan kepercayaan di Indonesia belakangan ini menimbulkan keprihatinan. Meskipun reformasi telah berhasil memperkenalkan perlindungan hak asasi manusia namun dalam prakteknya masih banyak tindakan diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh kelompok-kelompok yang dianggap ‘menyimpang’ dari mainstream dan berujung pada serangan fisik.
Penyerangan dan perlakuan diskriminasi terhadap kelompok agama/kepercayaan yang dianggap ‘menyimpang’ bukanlah hal yang baru dalam sejarah konflik dan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Beberapa peristiwa yang terjadi menunjukkan adanya keterlibatan aparat keamanan dan kelompok agama mayoritas menyerang kelompok agama minoritas. Di luar itu, masih banyak kelompok-kelompok agama dalam masyarakat yang terhambat untuk menjalankan ibadahnya karena larangan-larangan menunjukkan identitas keagamaan dan menjalankan ibadah mereka.
Aparat negara dan kelompok agama bergabung untuk menciptakan situasi yang memungkinkan penggunaan kekerasan terhadap warga sipil yang dianggap mengancam status quo. Institusiinstitusi yang terlibat pun tidak diperiksa dan dihukum. Akibatnya kekerasan terus saja terjadi dan korban tidak mendapatkan perlindungan. Praktek impunitas yang terus menerus ini dialami oleh kelompok-kelompok minoritas agama/kepercayaan secara berkelanjutan. Mereka hidup dalam ketakutan dan tanpa perlindungan untuk bebas menjalankan agama dan keyakinannya atau bahkan untuk hidup dalam masyarakatnya.
Hal diatas tidak hanya dialami oleh penganut dari agama atau kepercayaan yang menjadi sasaran kelompok intoleransi. Mereka yang membela atau melindungi korban pun menjadi sasaran “amuk” dari kelompok intoleran dan bahkan mereka yang secara terbuka membela hak-hak kelompok minoritas agama/kepercayaan dikriminalisasi oleh negara. Berurusan dengan pelanggaran hak asasi manusia terkait dengan kebebasan dan berkeyakinan dapat memunculkan kesulitan dan tantangan, sekaligus dilema yang besar dalam praktek.
Merespon kondisi ini, KontraS dan Protection International menggagas sebuah prakarsa yang bertujuan memperkuat kapasitas para pembela HAM di bidang advokasi Kebebasan Beragama, Berkeyakinan dan Beribadah melalui serangkaian kegiatan training yang berkelanjutan. Di tahap awal kegiatan ini dilaksanakan sebagai basic training bagi para pembela, pendamping dan survivor komunitas korban.
Tindaklanjut dari kegiatan ini diharapkan para peserta training dapat mengoptimalkan pemantauan dan pendokumentasian pelaksanaan HAM yang dijamin oleh UUD 1945 dan aturan-aturan perundang-undangan lainnya di wilayah yang beresiko terjadinya serangan atau bentuk kerentanan lainnya pada isu KBBB.
Sebagian besar sisi kehidupan pembela HAM dan pekerja kemanusiaan berhadapan dengan masalah-masalah perlindungan dan informasi-informasi HAM dalam konteks aktivitas profesinya (monitoring, investigasi, misi pencarian fakta, bantuan-bantuan kemausiaan, dan lain-lain). Perlindungan ini terkait dengan perlindungan terhadap pekerja HAM yang rentan dari ancaman saat melakukan aktifitasnya. Karena itu, bagian ini akan membantu mereka dengan konsep-konsep dasar, pengalaman/skill pemantauan, aspek hukum dan mekanisme yang terkait dengan perlindungan bagi pekerja HAM.
Isu strategis investigasi, pendokumentasian dan advokasi kasus-kasus pelanggaran HAM bergantung pada kemampuan untuk mengumpulkan informasi yang relevan secara independen, objektif dan imparsial, memverifikasi, menetapkan fakta dan menghimpu n buktibukti yang handal tentang pelanggaran tersebut, sebab-sebab, mekanisme kejadiannya, konteks serta tanggung jawabnya. Dalam proses ini, bukti kesaksian (testimonial evidence) dianggap penting untuk menetapkan fakta-fakta dasar tindakan tersebut, termasuk pertanggungjawabannya. Pendokumentasian pelanggaran HAM secara eksklusif sangat tergantung pada apa yang terekam dalam ingatan para korban, saksi dan pihak -pihak lain.
Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan dukungan kepada pembela hak asasi manusia dalam mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya mendokumentasikan kasus KBBB; membantu pembela HAM untuk dapat melakukan sendiri penilaian resiko dan menentukan peraturan serta prosedur keamanan yang sesuai dengan situasi yang dihadapi masing-masing pembela hak asasi manusia; mengkonsolidasikan jaringan pembela HAM di bidang KBBB untuk dapat menentukan strategi dan konsep bersama advokasi kasus KBBB.
Pelatihan ini dilaksanakan pada tanggal 25-29 November 2013. Kegiatan training ini diselenggarakan oleh KontraS bekerjasama dengan Protection International. Kesempatan turut serta dalam setiap sesi training ini hanya diberikan kepada peserta dalam jumlah terbatas untuk memungkinkan tercapainya efektifitas dan efisiensi pelatihan. Peserta training adalah mereka yang selama ini melakukan aktifitas pendampingan, pembelaan dan survivor komunitas korban pelanggaran KBBB dan memiliki kemampuan dasar menggunakan tekhnologi pendukung; seperti mampu mengoperasikan komputer/laptop untuk program windows/exel. Prioritas akan diberikan kepada mereka yang tugas utamanya mencakup pembela dan pendamping komunitas korban KBBB. Peserta yang mengikuti pelatihan tersebut berasal dari LBH Makassar, LBH Buton Raya, juga Kontras Papua, serta perwakilan lembaga yang konsern pada advokasi HAM dari Ternate, Manado, Tentena, Palu, Poso.
Adapun penyajian materi, terbagi atas in class dan out class. Materi selain in class seperti Pembahasan tentang pemahaman HAM dan KONSTITUSI KBB dan proteksi pembela HAM. Sementara materi out class terkait pemantauan dan pendokumentasian HAM. Setelah kegiatan ini, akan dilaksanakan TOT di tahun 2014 dalam rangka memperdalam pengetahuan dan skill pembela HAM dalam pendokumentasian HAM secara lebih protektif.[Muh Fajar Akbar]