Info Kegiatan

Omnibus Law CILAKA: Merusak Lingkungan, Menindas Rakyat

Gerak Buruh dan BEM Fisip Universitas Hasanuddin (Unhas) gelar diskusi dengan tema “Dampak Umnibus Law Membaca Masa Depan Indonesia” di Taman Sospol Unhas, Senin, 17 Februari 2020.

Diskusi ini dihadiri oleh Muhammad Haedir (Wadir LBH Makaasar), Ade Yulia Pratama (pengurus DPP GSBN), Aswin Baharuddi, S.Ip. M.A (Akademisi) dan Muh. Syahfizwan (FMK Makassa) sebagai Narasumber, serta mayoritas Mahasiswa yang menjadi peserta diskusi.

Onibus law adalah sebuah rancangan utama yang sebenarnya akan memperkokoh posisi pemerintah pada saat ini. Dimana pada pasca tahun 2019 pemerintah gagal total mencanangkan beberapa RUU yang di tolak keras oleh elemen Mahasiswa dan Masyarakat dengan Isu Sentral “Reformasi Dikorupsi”.

Ini adalah sebuah bukti bagaimana pemerintah saat ini sudah terang-terangan mencederai Hak Asasi MAnusia dan juga nilai Demokrasi.

Pemerintah pada prinsipnya hari ini dengan Omnibus Law, mempertegas posisinya untuk tidak berpihak pada rakyat, tapi berpihak pada pengusaha besar atau investor yang dibela mati-matian.

Persoalan kajian Undang-undangnya, ada beberpa hal yang menjadi catatan penting. Misalanya dalam undang-undang Omnibus Law beberapa izin dalam pembangunan usaha/industri dihapus. salah satunya izin lingkungan.

Izin lingkungan itu sangatlah penting dalam kontrol masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan. Kontrol, bukan sekedar kontrol tetapi alat masyarakat unruk mencegah kerusakan lingkungan. Sebab salah satu syarat utama dalam pendirian perusahaan perlu adanya izin lingkungan.

“Sebelum adanya izin lingkungan ada yang namanya Analisis mengenai dampak lingkungan atau biasa di sebut AMDAL. Itulah syarat utama sebelum diterbitkannya izin, sekarang ini baru akan dihilangkan pada Omnibus Law dan beberapa izin juga kan di hilangkan, salah satunya izin mendirikan bangunan, sementara izin ini adalah satu objek yang biasa di perkarakan di pengadilan jika adanya bangun runtuh lalu mengenai masyarakat di sekitarnya. Izin lingkungan, izin mendirikan bangunan itu bukan sekedar bicara soal tata ruang, tapi juga berbicara soal dampak lingkungan, dan setelah dihilangkannya izin-izin ini, maka tidak akan ada lagi kekuatan untuk me-riview itu semua”, pungkas Haedir.

Ade Yulia Pratama, sapaan akrap Bima, Pengurus DPP GSBN ini pun menuturkan bahwa “RUU ini memang betul-betul CILAKA. Cukup banyak aturan yang akan dihilangkan. Cuti haid, cuti melahirkan yang diataur dalam undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan akan dihilangkan”.

Saat ini partisipasi perempuan di dunia kerja itu sangat kecil, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ditahun 2018 menunjukan persentasi pekerja perempuan dipasok tenaga kerja itu dari 2015 sampai 2018 cuman 37,78% – 38,2%, jadi rentang tiga tahun itu tidak ada peningkatan, sebab masih banyak perempuan yang takut masuk kerja, karna tidak adanya perlindungan terhadap pelecehan seksual.

Sebagaimana yang telah ratifikasi UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Perlindungan perempuan, Ini pun akan dihilangkan. Jika kita lihat pula persentasi dijalankannya pun sangat minim. Lalu bagaimana mungkin setelah dicanangkannya Omnibus Law akan semakin merajalelanya kekerasan seksual di perusahaan ataupun dunia kerja, sekaligus juga dengan diskriminasi upah.

 

Kampus Merdeka dan Omnibus Law Melancarkan Praktek Penindasan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nadiem Mukarim meluncurkan program kebijakan untuk perguruan tinggi, yang bertajuk Merdeka Belajar: Kampus Merdeka.

“Wacana Kampus Merdeka dengan Omnibus Law merupakan suatu hal yang punya relasi sangat dekat dalam artian, mereka saling menopang pada agenda-agenda kedepannya dimana Indonesia harus menghadapi Market-driven dimana jumlah tenaga kerjanya cukup besar. Terutama para mahasiswa pun akan merasakan dampak kedepannya jika tidak menolak keras Omnibus Law ini,” pungkas Muh. Syahfizwan.

Kampus Merdeka ini sebenarnya diwujudka semata-semata untuk kepentingan investasi semata, jika dilihat kembali dari konsep Kampus Merdeka itu, bagaimana memudahkan kampus untuk jadi PTN BH dengan syarat kampus harus menjalin kerja sama dengan mitra perusahaan, organisasi nirlaba dan insitusi multilateral.

Seperti halnya yang di ungkapkan Aswin Baharuddi, “sistem pendidikan Kampus Merdeka ini didesign ada jeda semester yakni di tiga semester terakhir.  Semua terdiri atas delapan semester di mana lima semester itu dianalogikan seperti kolam renang, di sana lah mahasiswa belajar untuk berenang dan sisa tiga semester itu adalah lautan bebas untuk kemudian dilepas sebagai sarjana. Mahasiswa hanya punya dua pilihan, Silahkan Survive atau silahkan tenggelam”.

Bagikan

Kegiatan Lainnya

Urgensi RKUHAP
Urgensi Penguatan Akses Keadilan pada Hukum Acara Pidana dalam Rangka Menyongsong Pemberlakuan KUHP Nasional
PKH-
Petani Polongbangkeng Takalar Mengadakan Pendidikan Hukum Kritis, Memperkuat Pengetahuan Merebut Kembali Tanah Yang dirampas PTPN
pelatihan-1024x717
LBH Makassar, LBH Masyarakat dan BPHN Menggelar Pelatihan, Mempersiapkan Fasilitator untuk Diklat Paralegal
Skip to content