Senin, 13 Maret 2023, LBH Makassar bersama Konsorsium (PPDI Sulsel, HWDI Sulsel dan KPI Sulsel) dengan dukungan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) kembali melanjutkan agenda proses penyusunan Modul Diklat Paralegal bersama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Pada tahap ini dilaksanakan Focuss Group Discussion (FGD) Penyusunan Modul Pelatihan Paralegal BPHN, dimana para penulis mempresentasikan draf modulnya masing-masing, kemudian ditanggapi oleh para peserta untuk mendapatkan masukan.
BPHN, Sabda, Pekka, Sigab, LBH Masyarakat, Formasi Disabilitas, Pusham UII, ICJ Makassar, PPDI Sulsel, HWDI Sulsel, KPI Sulsel adalah organisasi yang hadir sebagai peserta Ahli dan turut memberikan tanggapan serta masukan.
FGD ini merupaka FGD kedua, dimana 3 (tiga) orang penulis, yaitu Nasiruddin Pasigai (PERADI) dengan materi Bantuan Hukum dan Advokasi, Ade Wahyuddin (LBH Pers) dengan materi Teknik Komunikasi bagi Paralegal dan Julius Ibrani (PBHI) dengan materi Prosedur Hukum dalam Sistem Peradilan di Indonesia.
Sama halnya pada FGD kedua, pada FGD pertama yang diselenggarakan pada 25 November 2022, terdapat 3 orang penulis yang menyelesaikan draf modul mempresentasikan modul masing-masing, dan juga menerima tanggapan dari para peserta.
Penulis yang berpresentasi pada FGD pertama ini yaitu Siti Mazumah (LBH APIK Jakarta) dengan materi Gender, Monoritas dan Kelompok Rentan, Ahmad Fauzi (YLBHI) Keparalegalan dan M. Syafie (PUSHAM UII) dengan materi Hak Asasi Manusia.
Selanjutnya, pelaksanaa FGD III direncanakan akan dilaksanakan pada pekan pertama bulan April 2023, dimana 4 orang penulis akan presentasi dan memperoleh masukan dari peserta.
4 orang penulis yaitu, Muhammad Haedir (LBH Makassar) untuk materi Aktualisasi Peran Paralegal, Awal Muzaki (LBH Masyarakat) untuk materi Teknik Penyusunan Dokumen Pelaporan, Pengaduan dan Kronologis, M. Rizaldi (IJRS) untuk materi Pengantar Hukum dan Demokrasi, dan terakhir Bernita Sinurat (BPHN) untuk materi Struktur Masyarakat.
Penyusunan Modul Pelatihan Paralegal BPHN merupakan upaya untuk memperkuat gerakan bantuan hukum. Paralegal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan bantuan hukum dan menjadi bagian dari sistem bantuan hukum nasional dimana paralegal merupakan perpanjangan dan secara kelembagaan terkoordinasi dengan organisasai bantuan hukum (OBH) sesuai dengan amanat UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Bahkan paralegal telah menjadi aktor kunci dalam pemenuhan akses terhadap keadilan.
Dalam Undang-undang Bantuan Hukum, terdapat amanat untuk menyelenggarakan Pendidikan bagi paralegal. Namun, sejak diundangkan pada tahun 2011, Pendidikan bagi paralegal belum terintegrasi ke dalam program bantuan hukum nasional. Baru pada tahun 2021, Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Permenkumham Nomor 3 tahun 2021 tentang Pralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum yang kemudian mengatur tentang standar kompetensi dan pelatihan paralegal. Namun kendalanya, belum tersedia modul pelatihan yang menjadi panduan dalam pelaksanaan pelatihan.
Pada akhir Maret 2022, tim LBH Makassar bersama tim AIPJ2 berkungjung ke Kantor BPHN yang menghasilkan kesepakatan untuk segera mendorong pembuatan modul pelatihan paralegal sebagaimana amanat Permenkumham No. 3 Tahun 2021.
Pada Agustus 2022, melalui AIPJ2, LBH Makassar bersama BPHN Kembali melakukan pertemuan koordinasi di Kota Makassar dengan mengundang beberapa jaringan untuk mendiskusikan tindaklanjut penyusunan modul pelatihan paralegal.
Salah satu hasil dari pertemuan ini adalah BPHN memberikan Amanah kepada LBH Makassar untuk membentuk Tim Penulis dan Tim Penyusun Modul Pelatihan Paralegal. Hasil lain yang disepakati adalah modul pelatihan paralegal pada setiap materinya terdapat penguatan terhadap isu-isu kelompok rentan (GEDSI-Gender Equality, Disability and Sosial Inclusion).
“Dari kami (BPHN), pada prinsipnya sangat mengapresiasi kerjasama kita.” Kata Habibi, perwakilan BPHN saat memberikan sambutan pada pelaksanaan FGD pertama. Ia melanjutkan, “Penguatan peran Paralegal ini kita tahu bersama, diantaranya bagaimana menguatkan pemahaman mereka (Paralegal) mengenai keparalelan itu sendiri, salah satunya melalui diklat yang saat ini sudah masuk dan sudah ada pedoman juga di kita, kelanjutan dari Permenkumham No. 3 Tahun 2001.”
“Yang kita harapkan ada peran – peran dari teman – teman Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), LBH Makassar dan lain sebagainya untuk bersama ikut menyusun modul pelatihan paralegal yang nantinya akan digunakan oleh, dan kita harapkan seluruhnya ini akan menerima modul yang dibuat bersama – sama ini, ini akan menjadi semacam acuan kita dalam mengajar atau dalam memberikan bahan – bahan terkait dengan pelatihan Paralegal.”
Kendala lain dalam dalam Pemmenkumham No.3 tahun 2021 dan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Paralegal Nomor: PHN-53.HN.04.03 tahun 2021 hanya memuat secara umum isu gender, kelompok rentan dan minoritas pada materi pelatihan paralegal. Maka dari itu, pada pertemuan koordinasi BPHN dan LBH Makassar yang diselenggarakan di Makassar menghasilkan kesepakatan untuk melakukan mainstreaming isu GEDSI melalui pelatihan paralegal yang muatan materi ajarnya membahas secara luas isu GEDSI.
Pentingnya Penguatan pada Isu GEDSI
LBH Makassar sendiri sejak akhir 2018 telah melaksanakan program yang terkait dengan bantuan hukum dan akses keadilan, khususnya bagi kelompok rentan, perempuan, anak dan penyandang disabilitas, dengan dukungan AIPJ2. Salah satu output program yaitu Paralegal Inklusif, yang dihasilkan melalui pelatihan yang menggunakan contoh modul pelatihan pendampingan perkara kelompok rentan. Pasca pelatihan, Paralegal melakukan pendampingan perkara dan telah mendampingi 53 perkara kelompok rentan, 14 diantaranya adalah perkara penyandang disabilitas berhadapan hukum.
Melihat krusialnya peran paralegal dalam program ini maupun dalam kerja-kerja bantuan hukum struktural LBH Makassar secara umum dan khususnya dalam pemberian bantuan hukum bagi kelompok rentan, dihubungkan dengan telah terbitnya Permenkumham 3 tahun 2021, maka terdapat kepentingan bersama untuk segera mendorong penyusunan modul pelatihan paralegal dengan muatan isu GEDSI di dalamnya yang dapat digunakan oleh seluruh lembaga bantuan hukum.
Perlunya Segera Merevisi Undang-undang Bantuan Hukum
Dalam ketentuan Undang-undang Bantuan Hukum, subjek penerima bantuan hukum masih dibatasi hanya kepada orang miskin secara ekonomi. Namun secara praktik LBH Makassar dan OBH maupun organisasi masyarakat sipil lainnya telah memberikan pendampingan/mengadvokasi kelompok rentan (perempuan, anak dan Penyandang disabilitas) khususnya pada isu pemenuhan akses keadilan.
Data dari LBH Makassar dan organisasi masyarakat sipil lainnya menunjukkan jumlah penanganan kasus kelompok rentan berhadapan hukum jumlahnya cukup banyak. Catahu LBH Makassar pada tahun 2020 dan 2021 menunjukkan angka teratas jumalah penanganan kasus kelompok rentan berhadapan hukum, khususnya perempuan anak dan penyandang disabilitas.
Maka, selain diperlukannya memuat isu-isu kelompok rentan pada sistem Pendidikan pelatihan paralegal dalam gerakan bantuan hukum, perlu juga segera mendorong revisi Undang-undang Bantuan Hukum dimana subjek penerima bantuan hukum yang hanya diperuntukkan bagi orang miskin secara ekonomi. Seharusnya, subjek penerima bantuan hukum juga menyasar kelompok rentan. Sama halnya Perda Sulsel Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum yang telah memasukkan kelompok rentan sebagai subjek penerima bantuan hukum.