Makassar 10/2/2015 – Semakin banyaknya kasus-kasus berdimensi Hak Asasi Manusia (HAM), terutama kasus kekerasan aparat keamanan, yang ditangani oleh LBH Makassar membutuhkan peningkatan kapasitas para Pengabdi Bantuan Hukum (PBH) terkait metode-metode advokasi yang efektif dan efisien, dalam penanganannya. Oleh karena itu, LBH Makassar melaksanakan kegiatan mentoring penanganan kasus-kasus HAM dengan menghadirkan aktivis KontraS, Alam.
Menurut Alam, dalam advokasi kasus-kasus HAM, kerja-kerja non litigasi memiliki prioritas yang sangat besar. Mulai dari kerja-kerja investigasi, sampai kampanye untuk pembangunan opini, agar kasus-kasus tersebut mendapatkan atensi publik secara luas, harus dilaksanakan secara komprehensif. Sehingga, kerja-kerja non litigasi tersebut memiliki sasaran untuk memudahkan kerja-kerja litigasi.
Dalam melakukan kerja-kerja advokasi, lembaga seperti LBH Makassar dituntut mampu menjaga kredibilitasnya, karena kekuatan LBH dalam mempertahankan kepercayaan masyarakat dan sekaligus mempertahankan posisi tawar terhadap negara, sangat tergantung pada kecakapan menjaga kredibilitas dalam kerja-kerja advokasinya. Oleh karena itu, kerja-kerja advokasi kasus HAM harus detail dan data-data yang dikumpulkan lewat investigasi harus mampu terverifikasi dengan baik dan dipertanggungjawabkan kepada publik. Alam mencontohkan, kemampuan (alm) Munir dalam melakukan kerja-kerja investigasi kasus-kasus HAM yang sangat taat pada prinsip-prinsip akuntabilitas dan responsibilitas.
Bila ada kasus-kasus HAM, pengabdi bantuan hukum harus mampu melakukan investigasi yang holistik. Oleh karena itu, demi kemudahannya, pemantauan HAM harus dilakukan secara terus-menerus, dan tidak hanya terbatas pada kasus per kasus. Penting pula dalam advokasi HAM untuk mengidentifikasi dan “merekam“ pola-pola yang digunakan oleh para pelanggar HAM, sehingga memudahkan bagi advokasi-advokasi selanjutnya. Selain itu, penting pula mengikuti perkembangan pada level institusi negara, seperti lahirnya regulasi-regulasi baru serta kecakapan dalam memanfaatkan kewenangan lembaga-lembaga negara seperti Komnas dan LPSK. Dalam hal ini, Alam juga membagikan pengalamannya saat melakukan beberapa kerja investigasi seperti kasus penanganan “teroris” oleh Densus 88 di Poso, Sulawesi Tengah.
Namun menurutnya, dalam menjalankan kerja-kerja advokasi terutama non litigasi, pemulihan fisik dan psikologi terhadap PBH yang ditugaskan harus mendapat perhatian oleh organisasi, misalnya pemberian tugas-tugas investigatif harus diatur dengan pembatasan range waktu dan pengaturan oleh organisasi terkait jaminan perlindungan keamanan bagi investigatornya.
Diskusi berlangsung hangat karena ada beberapa kasus yang selama diadvokasi oleh LBH Makassar, baik kasus kekerasan aparat kepolisian, perempuan dan anak, dan lain-lain, yang dinilai mendapatkan tantangan yang cukup berat di lapangan.
Dalam waktu yang tidak lama lagi, LBH Makassar juga akan merilis dokumen terkait kasus-kasus berdimensi HAM, terutama yang berkaitan atau melibatkan aparat kepolisian, baik yang diduga sebagai kriminalisasi terhadap warga sipil maupun laporan-laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian di wilayah hukum Polda Sulselbar. [A. Muh. Fajar Akbar]