LBH Makassar bersama Konsorsium melaksanakan Konsolidasi Forum Advokasi Layanan Peradilan Inklusi bagi Penyandang Disabilitas di Kabupaten Bulukumba yang ke-9 pada Rabu 8 November 2023 yang bertempat di Ruang Pola Sekretariat Daerah Kabupaten Bulukumba. Konsolidasi Forum ini dipandu oleh Haswandy Andy Mas, Advicer Program LBH Makassar.
Pelaksanaan Konsolidasi ini memfokuskan pada pendiskusian prosedur penyediaan layanan bagi disabilitas berdasarkan Perbub Nomor 115 Tahun 2021 tentang Pemenuhan Hak Atas Keadilan dan Perlindungan Hukum bagi Penyandang Disabilitas dengan mendorong lahirnya Standard Operating Procedure (SOP). Belum adanya mekanisme penyediaan layanan di internal Penyedia Layanan menyulitkan advokasi Penyandang Disabilitas berhadapan hukum.
Beberapa informasi refleksi terkait hambatan-hambatan advokasi pemenuhan akomodasi yang layak disampaikan oleh peserta forum ini. Manager program LBH Makassar pada Program AIPJ2, Fajar Akbar mengatakan bahwa dibutuhkan koordinasi stakeholder yang lebih rapi, karena mekanisme mengajukan layanan rehabilitasi sosial anak korban kekerasan dan layanan lainnya masih cukup kabur. Hal ini guna Advokat atau Pendamping paham karena banyak praktek di suatu wilayah lain ketika diajukan rehabilitasi sosial anak korban kekerasan di Dinkes dan RSUD menolak karena tidak melalui Aparat Penegak Hukum (APH).
Kendala lain juga terkait dengan pendamping disabilitas, karena secara kapasitas untuk mendampingi disabilitas berhadapan dengan hukum tidak sama dengan kerja pendampingan secara umum, termasuk penerjemah.
Terkait perkembangan situasi di tingkat nasional, masih dalam proses mengadvokasi PERMA penanganan perkara disabilitas, kejaksaan sudah lahir pedoman akomodasi yang layak disabilitas, dan juga Mahkamah Agung sudah memiliki SOP pelayanan disabilitas.
Agustin menyatakan sejak 2018 sampai sekarang ada 10 korban kasus disabilitas, dewasa 7 orang dan anak sebanyak 3 orang. Adapun hambatan yang dihadapi dalam hal pendampingan kasus disabilitas adalah layanan psikolognya, karena harus dibawa ke Makassar untuk diperiksa. Sedangkan pihak kepolisian yang diwakili Kanit PPA menanggapi terkait korban kekerasan bagi penyandang disabilitas, bahwa kepala unit siap untuk penanganan kasus yang sedang berjalan saat ini.
Ketua pengadilan Negeri Bulukumba menyampaikan bahwa hampir semua instansi atau lembaga publik telah memiliki petunjuk atau pedoman dalam hal penanganan bagi penyandang disabilitas, di pengadilan misalnya, sudah ada standar dari Dirjen (Badilum) terkait dengan aksesibilitas penyandang disabilitas. Namun yang menjadi hal penting adalah bagaimana melakukan perlindungan hukum berdasarkan hukum bagi penyandang disabilitas. Selain itu, Ketua Pengadilan juga memberikan contoh SOP mengenai penanganan kasus korban disabilitas.
Dinas Sosial juga turut menjabarkan bahwa perlu peningkatan sumber daya manusia dalam hal pendampingan penyandang disabilitas, karena dalam Perbup menjelaskan bukan hanya aspek pendampingan hukum semata, tapi harus dilihat bahwa Disabilitas adalah kelompok rentan.
Asnarti Said Culla, Wakil Direktur RSUD Sulthan Dg. Radja Bulukumba mengatakan bahwa bidang kesehatan siap dalam berkomunikasi dan membantu jika korban terkendala dalam pemeriksaan. Selain itu harus dilihat terlebih dahulu bagaimana pelaksanaan Perbup ini, bahwa tidak cukup untuk satu instansi yang mengawal persoalan disabilitas, tetapi kerjasama menyeluruh yang tentu harus ada yang menjahit sehingga menjadi satu kesatuan utuh.
Fajar Akbar menambahkan beberapa catatan dari konsolidasi forum ini. Pertama, penguatan isu inklusi disabilitas terhadap ASN sangat dibutuhkan. Secara formal, SOP bukan hal sulit untuk dirancang, tapi kita butuh ruhnya untuk implementasinya. Kedua yaitu koordinasi, kita bisa buat jalur koordinasi yang spesifik melalui SOP, tetapi butuh peningkatan kapasitas lagi. Dibutuhkan perencanaan aksi yang lebih konkrit. Ketiga, bahwa Sekolah Luar Biasa (SLB) siap berkontribusi menjadi mitra untuk kebutuhan layanan disabilitas dengan membuat MoU antara instansi yang membutuhkan layanan dengan SLB.