Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP) dan Confederation of Lawyer of Asia and Pacific (COLAP) telah mengadakan konferensi tingkat Nasional dan Internasional di Universitas Mahasaraswatri (UNMAS), Denpasar, Bali, pada 2-4 Agustus 2018. Dalam konferensi tersebut, LBH Makssar turut mengutus delegasi untuk menjadi anggota SPHP. Kopnferensi tersebut diikuti oleh Mahasiswa Fakultas Hukum UNMAS, SPHP, Advokat, Akademisi, serta Perwakilan Organisasi Pengacara di Asia (Confederation of Lawyer of Asia and Pacific-COLAP) dan Global (International Association of Democratic Lawyers-IADL) yang juga merupakan Narasumber dalam konferesnsi tersebut. Jumlah perwakilan yang dari berbagai negara yang merupakan anggota COLAP dan IADL berjumlah 13 negara, yakni Indonesia, Filipina, Jepang, Vietnam, Korea Utara, Korea Selatan, Francis, New York, India, Pakistan, Banglades, Nepal dan Italy.
Konferensi Nasional yang dilaksanakan SPHP bertujuan untuk membentuk Pengurus sementara SPHP guna mempersiapkan perencanaan Kongres yang akan dilaksanakan secepatnya. Tujuannya adalah untuk kembali mengaktifkan SPHP yang sempat “Mati Suri”. Pengaktifan kembali SPHP dilatrbelakangi oleh satu perspektif hukum dan system peradilan yang terus dapat menjunjung tinggi keadilan dan penegakan HAM. Sangat dibutuhkan hadirnya satu organisasi massa demokratis yang sanggup mengkonsolidasikan dan menyatukan para pakar hukum, praktisi, akademisi dan mahasiswa hukum yang memiliki perspketif pengabdian pada masyarakat dan solidaritas Internasional. Suatu organisasi yang sanggup menjadi sekolah sekaligus alat perjuangan bagi para penegak hukum dan advokat rakyat. Sebagai media pengabdian kepada masyarakat yang secara konsisten akan terus melakukan analisa kritis dan ilmiah atas undang-undang dan peraturan yang bertentangan dengan kepentingan dan kehendak rakyat. Sebagai promotor system hukum dan peradilan yang adil dan sebagai perumus peraturan dan undang-undang yang sanggup melindungi kepentingan rakyat dan menjamin penegakan HAM.
Kondisi di atas disebabkan oleh kebijakan dan program pembangunan pemerintah yang liberal,dalam bungkus globalisasi, telah terintegrasi dalam seluruh rencana pembangunan pemerintah disetiap sector, baik disektor agraria dan masyarakat pedesaan, industry dan perburuhan, pendidikan dan lapangan pekerjaan, perdagangan dan sector-sektor lainnya. Celakanya, hampir seluruh program tersebut bergantung pada modal dan teknologi asing, sehingga sebagian besar dari hasilnyapun dikuasai oleh pemilik modal. Pada saat yang bersamaan, pelaksanaan seluruh program tersebut justeru memperdalam kemiskinan dan selalu disertai dengan berbagai tindak kekerasan, kriminalisasi dan pelanggaran HAM yang terus merugikan rakyat.
Sedangkan Konferensi Internasional yang diselenggaralan oleh COLAP dilatarbelakangi oleh Campur tangan Pemerintah Amerika Serikat (AS) di Asia-Pasifik yang menjadi ancaman nyata atas hak rakyat, kedaulatan nasional dan keamanan kawasan. Dalam kedok bantuan militer, penanganan konflik dan bencana, ataupun perjanjian-perjanjian militer bersama seperti perjanjian kerjasama pertahanan, pelatihan bersama dan lain sebagainya, adalah untuk mempermudah jalannya dalam melakukan eksport senjata dan deploy militer, pembangunan pangkalan dan pengamanan perbatasan.
Di Asia-Pasifik, seluruh hal tersebut utamanya ditujukan untuk memperkuat dominasi dan hegemoninya di kawasan. Terutama dalam mempromosikan berbagai agenda neoliberal dan memaksakan kekuatan politik dan militernya untuk melindungi kepentingan atas penguasaan sumberdaya alam dan manusia, serta untuk menjamin penguasaan laut atas rute perdagangan dari Samudera Hindia ke Pasifik.
Berbagai Negara di Asia-Pasifik juga telah terlibat dalam perselisihan territorial, seperti halnya kasus China dan Negara-negara Asia Tenggara dalam sengketa laut China selatan. Dalam hal ini, deploy militer ke Laut Cina Selatan dan intervensi oleh negara-negara lain di daerah tersebut, semakin mengarah pada pelanggaran perdamaian dan keamanan kawasan. Hal ini bahkan jelas melanggar mekanisme PBB, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea-UNCLOS) sebagai usaha dalam menyelesaikan sengketa, yang harus saling menghormati kedaulatan, penghormatan HAM dan kebebasan dalam menentukan nasib sendiri.
Dalam aspek perlindungan dan penegakan HAM, terang bahwa hak asasi manusia setiap orang terkait erat dengan ham lainnya. Akan tetapi hak asasi manusia secara fundamental juga terancam karena kemiskinan, kekerasan, kejahatan, terorisme, penyakit berbahaya, dan polusi serta perubahan iklim.
Kegagalan negara dalam menciptakan peluang ekonomi dan mata pencaharian bagi masyarakatnya, menyebabkan kemiskinan yang mengancam kesejahteraan, keamanan dan perdamaian. Penguasaan tanah skala luas di negeri-negeri berkembang, baik untuk perkebunan besar dan perhutanan, serta pengerukan sumberdaya alam oleh industri-industri ekstraktif, juga menghasilkan konsentrasi kekayaan oleh segelintir orang dan kemiskinan massal, juga mengganggu perdamaian dan memicu konflik.
Diatas seluruh kenyataan tersebut, mengingat tingginya kemiskinan masyarakat Asia Pasifik, meningkatnya ancaman terhadap perdamaian dan stabilitas serta pelanggaran HAM, maka seperti halnya Deklarasi Universal dan instrumen HAM internasional lainnya, setiap orang memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan dan melindungi HAM. Sangat dibutuhkan dan mendesak hadirnya satu perspektif hukum dan system peradilan yang dapat menjunjung tinggi keadilan dan penegakan HAM.
Sangat penting bagi pengacara progresif, akademisi dan mahasiswa hukum, serta pembela HAM lainnya untuk memainkan peran aktif dalam mempromosikan dan memajukan perspektif tersebut dan perspektif mengabdi pada masyarakat dan solidaritas Internasional. Hal ini juga sebagai upaya untuk menghentikan banyaknya kasus intimidasi, pelecehan, penangkapan, kriminalisasi, penyiksaan, pembunuhan dan penghilangan paksa, yang dialami oleh banyak pembela HAM di Asia Pasifik, termasuk terhadap pengacara, hakim dan lain sebagainya.
Sangat penting bagi pengacara progresif, akademisi dan mahasiswa hukum, serta pembela HAM lainnya untuk memainkan peran aktif dalam mempromosikan dan memajukan perspektif tersebut dan, perspektif mengabdi pada masyarakat dan solidaritas Internasional. Hal ini juga sebagai upaya untuk menghentikan banyaknya kasus intimidasi, pelecehan, penangkapan, kriminalisasi, penyiksaan, pembunuhan dan penghilangan paksa, yang dialami oleh banyak pembela HAM di Asia Pasifik, termasuk terhadap pengacara, hakim dan lain sebagainya.
Berdasarkan situasi dan harapan tersebut, Confederation of Lawyers in Asia and Pacific (COLAP) bersama Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP) akan menyelenggarakan Konferensi Internasional Hukum Kedaulatan Laut “Zona Perdamaian Pasifik Barat”.