Melawan Diskriminasi dan Intoleransi terhadap Perempuan

Aktivis Perempuan Mahardhika akan menggelar program yang bertema “Temu Perempuan Muda Melawan Diskriminasi dan Intoleransi”. Perempuan Mhardhika menyampaikan ajakan kepada organisasi, komunitas dan aktivis mahasiswa perempuan di kampus-kampusuntuk menjadi penyelenggara Temu Perempuan Muda yang bertujuan untuk menyatukan gagasan dalam menghadapi beragam diskriminasi dan intoleransi. Dalam melaksanakan agenda tersebut, Perempuan Mahardika mengunjugi berbagai organisasi ataupun komunitas untuk mengajak terlibat dalam agenda tersebut dan juga melakukan diskusi terkait kekerasan seksual dan yang menjadi Salah satu organisasi tujuan adalah LBH Makassar pada 28 Mei 2018.

Saat ini, banyak dijumpai pemberitaan mengenai diskriminasi dan intoleransi. Salah satunya adalah pelecehan seksual terhadap kaum perempuan. Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, permiontaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual, yang membuat orang merasa tersinggung, dipermalukan atau terintimidasi dan tindakan tersebut mengganggu kerja atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, bermusuhan atau tidak sopan.

Pada pertemuan dengan LBH Makassar yang bertempat di Kantor LBH Makassar , Mutiara Ika yang merupakan Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika dan LBH Makassar berdiskusi mengenai kasus kekerasan seksual yang didampingi oleh LBH Makassar sepanjang tahun 2018 berjalan, mulai dari pelecehan seksual terhadap anak, sampai pada kaum buruh perempuan dan lain sebagainya.

Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, setidaknya terdapat 15 bentuk kekerasan seksual, antara lain perkosaan, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, pem,aksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, pelukaan alat genital perempuan, pelecehan seksual dan lain-lain. Dari sekian banyak bentuk kekerasan seksual yang disebutkan tadi, kebanyakan terjadi dalam konteks dunia kerja dan paling jamak kekerasqan seksual dalam bentuk pelecehan seksual baik dengan Body Contact atau non-Body contact. Dengan kontak contohnya seperti colekan, rabaan,n pelukan yang bernuansa seksual dan lain-lain. Sedangkan non-body contact misalnya siulan, ungkapan yang bernuansa seksual, Bahasa tubuh dengan nuansa seksual, menunjukka organ kelamin yang mengganggu orang lain/perempuan untuk menikmatinya dan lain-lain.

Selain itu, hasil dari riset Perempuan Mahardhika soal kekerasan seksual yang terjadi di sektor perburuhan, khususnya buruh garmen yang bekerja di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, sebagian (56,5%) buruh garmen perempuan pernah mengalami pelecehan seksual, ironisnya angka pelecehan seksual yng tinggi tidak sebanding dengan buruh yang mau melaporkan pengalaman negatifnya, dari 437 korban hanya ada 26 buruh perempuan (5,95%) yang melaporkan pelecehan seksual, rasa malu, rasa takut dan khawatir, kurangnya informasi serta dekonstruksi kesadaran menjadi penyebab buruh garmen perempuan enggan melaporkan pelecehan yang dialaminya.

Tingginya   angka pelecehan seksual terhadap buruh garmen terkait erat dengan pengabaian dan otoritas dari perusahaan atas pelecehan, serta lemahnya atau tiadanya mekanisme penanganan pelecehan seksual. Akibatnya pelaku pelecehan memiliki kebebasan dalam beraksi terlebih adanya ketergantungan relasi kerja, maka urgrnsi penanganan pelecehan seksual tergusur akan pentingnya pencapaian target kerja.

Kesimpulan hasil riset yang dilakukan menemukan pemenuhan hak maternitas buruh garmen perempuan yang bekerja di komplek KBN Cakung ternyata belum sesuai harapan seperti buruh hamil tidak semua mendapatkan keleluasaan untuk bisa tetap bekerja, hasil temuan mendapatkan adanya empat buruh hamil yang terpaksa menyembunyikan kehamilanya demi bisa bekerja lebih, lama di perusahaan,  dan 16 % buruh hamil menghadapi ancaman kehilangan pekerjaan atau keberlanjutan kontrak akibat dari status kehamilan tersebut.

Hak maternitas buruh yang melahirka dan setelah melahirkan sebagaian besar buruh perempuan yang pernah hamil dalam penelitian ini menyatakan mendapatkan cuti melahirkan (82,8%) namun demikian hanya (49,5%) buruh perempuan yang mengakui adanya kesempatan dan fasilitas laktasi ditempat kerjanya. Apabila digabungkan buruh ibu yang mendapatkan cuti melahirkan sekaligus memiliki akses dan fasilitas laktasi ditempat kerja ternyata hanya sebesar 44% kesimpulanya bisa dinyatakan hanya satu dari 2 orang buruh ibu yang terpenuhi hak-hak maternitasnya, hal tersebut menunjukkna adanya pengabaian hak-hak maternitas pada buruh perempuan.

Contoh kasus yang dialami oleh burug garmen itu merupakan salah satu dari banyaknya kekerasan seksual yang terjadi di sector perburuhan. Oleh sebab itu, Perempuan Mahardika Memberikan dorongan dan dukungan sepenuhnya kepada perempuan muda untuk maju dan tampil daalam gerakan perempuan. Bentuk dukungan kongkret oleh Perempuan Mahardhika pada saat ini adalah memfasilitasi inisiatif perempuan muda yang tergabung dalam Jaringan Muda untuk Kesetaraan dalam berbagai bentuk kegiatan.

Berlandaskan dari pada kondisi tersebut, Perempuan Mahardhika akan menggelar kegiatan “Temu Perempuan Muda Melawan Diskriminasi dan Intoleransi” dengan tujuan membangun pergerakan perempuan untuk mewujudkan dunia yang bebas dari segala bentuk kekrasan dan diskriminasi terhadap perempuan, terciptanmya kesetaraan, berjuang demi terwujudnya demokrasi dan kesejahteraan bagi setiap orang.

Bagikan

Kegiatan Lainnya

WhatsApp Image 2024-10-21 at 16.20
LBH Makassar Temui Pjs Walikota Makassar, Pembentukan Gugus Tugas Layanan Pendukung Keadilan Restoratif akan Dipercepat
2024h
LBH Makassar Melaksanakan Pelatihan Mediator Keadilan Restoratif bagi Pemberi Layanan Hukum di Kota Makassar
Urgensi RKUHAP
Urgensi Penguatan Akses Keadilan pada Hukum Acara Pidana dalam Rangka Menyongsong Pemberlakuan KUHP Nasional
Skip to content