Berangkat dari data berbagai lembaga seperti Komnas Perempuan, LPA Sulawesi Selatan dan LBH Makassar yang menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak setiap tahun meningkat membuat Aliansi Remaja Independen (ARI) Makassar berinisiatif membuat kegiatan Makassar Youth Axidutainment 2015 yang digelar pada hari Minggu, 22 November 2015 di Hotel Grand Imawan, Jl. Pengayoman No. 36 Makassar. Mengambil tema “#BeraniLapor: Kenali dan Tangani Kekerasan Seksual Demi Terwujudnya Makassar Aman”, kegiatan tersebut memiliki rangkaian acara antara lain talk show interaktif, focus group discussion, accoustic perfomance, standup comedy dan games yang dihadiri sekitar 100 peserta dari berbagai komunitas dan perguruan tinggi.
Dalam talk show interaktif, turut hadir 3 (tiga) pembicara yaitu Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan (Nur Anti MT), Kanit PPA Polrestabes Makassar (Ismail, SH) dan Staf Bidang Hak Perempuan dan Anak LBH Makassar (Aulia Susantri, SH).
Dalam talk show, Nur Anti menyampaikan bahwa BPPKB Sulsel mencatat usia 0-17 tahun adalah usia yang paling sering menjadi korban kekerasan khususnya kekerasan seksual. Di tahun 2013, sebanyak 460 kasus terjadi sedangkan di tahun 2014 naik menjadi 556 kasus. Oleh karena itu, anak-anak sejak dini harus diberikan pemahaman mengenai bagian-bagian tubuh mana saja yang perlu dilindungi. Ia juga menyampaikan upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mencegah dan menangani kekerasan
seksual diantaranya membuat sekolah percontohan yang aman bagi anak dan bekerja sama dengan beberapa lembaga pemerhati anak dalam memberikan pendampingan kepada korban. Masyarakat yang membutuhkan layanan P2TP2A dapat menghubungi 129. Sementara itu, Kanit PPA Polrestabes Makassar, Ismail mengatakan bahwa KUHAP menjadi salah satu landasan beracara pihak kepolisian dalam menangani kasus-kasus termasuk kasus kekerasan seksual. Ia juga memberikan data penanganan kasus kekerasan seksual di Makassar selama ini. Ternyata hanya 7 buah kasus yang P21 dari sekian banyak laporan yang masuk, 22 kasus dicabut, 20 tidak cukup bukti dan sebanyak 42 kasus yang masih dalam tahap penyelidikan/penyidikan.
Aulia Susantri menegaskan bahwa saat ini belum ada definisi yang komprehensif tentang kekerasan seksual yang dapat dilihat dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Dalam KUHP sendiri kekerasan seksual masih dianggap sebagai kejahatan kesusilaan dan lingkupnya masih terbatas pada perkosaan dan pencabulan. Berdasarkan pengalaman advokasi kasus-kasus kekerasan seksual LBH selama ini, ada beberapa hal yang selalu menjadi hambatan misalnya pihak penyidik yang selalu menitikberatkan pada adanya saksi yang melihat kekerasan seksual tersebut, yang mana telah menjadi rahasia umum bahwa kasus-kasus kekerasan seksual selalu minim saksi yang dimaksud karena kasus-kasus serupa biasanya terjadi di ranah privat dan dilakukan oleh orang terdekat.
Perspektif aparat penegak hukum dan masyarakat juga menjadi hambatan pihak korban untuk mau melaporkan kasusnya. Pihak korban selalu mempersoalkan tentang stigma yang mereka terima ketika kekerasan seksual yang mereka alami diketahui orang lain (reviktimisasi). Sering dijumpai, pertanyaan-pertanyaan

yang dilontarkan penyidik bahkan hakim dalam persidangan memojokkan pihak korban.
Ia menegaskan bahwa setiap orang punya peran untuk menghentikan kekerasan seksual mulai dengan mengetahui jenis-jenis kekerasan seksual yang ada dan melaporkannya jika melihat kejadian tersebut kepada Lembaga Bantuan Hukum dan polsek terdekat. Aulia mengajak peserta untuk mendukung disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Comments
No comment yet.