Sulawesi Corruption Watch (SCW) mengadakan kegiatan Seminar dan Pelatihan Anti Korupsi di Hotel Agri, Bulukumba. Kegiatan ini digelar dengan tujuan untuk mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi dan mendorong partisipasi publik untuk memonitoring dan mengawasi pemberantasan korupsi di daerah. Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan ini adalah KPK RI, Ombudsman RI, ICW, LBH Makassar, ACC Sulawesi dan LKBH Makassar.
Kegiatan ini mengusung tema “Efektifitas Pemberantasan Korupsi di Daerah Daerah Melalui Peran Serta Masarakat”. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 23 – 25 April 2015 dimana kegiatan ini dibagi menjadi dua sesi. Pada sesi pertama Kamis, 23 April 2015 diisi dengan Seminar Anti Korupsi dengan pembicara dari KPK RI, Ombudsman RI dan Indonesia Coruption Wacht (ICW) dan sesi kedua diisi dengan Pelatihan Anti Korupsi dengan jumlah peserta sekitar 30 orang dari pihak Pemkab Bulukumba, Perwakilan Tokoh Masyarakat, Perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Mahasiswa yang berasal dari Bulukumba, Sinjai dan Bantaeng. Dalam pelatihan ini ada beberapa materi yang dibawakan salah satu diantaranya yakni Teori dan Aplikasi Hukum Pidana dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dibawakan oleh Koordinator Bidang Anti Korupsi dan Reformasi Peradilan LBH Makassar, Muhajir.
Materi dimulai sekitar pukul 13.30 wita dan sebagai pengantar dari materinya, Muhajir mengatakan bahwa korupsi merupakan sebuah fenomena yang kompleks yang bisa dilihat dari berbagai perspektif seperti perspesktif politik, sosiologi, agama, hukum dan lain sebagainya sehingga bukan hanya orang hukum yang bisa bicara mengenai korupsi tetap siapapun bisa. Begitupun dengan pendekatan dalam mengatasinya, bisa lewat pendekatan hukum, pendekatan budaya dan juga pendekatan yang lain. Karena panitia pelatihan memberikan materi terkait hukum pidana penanganan Tipikor, sehingga dalam memamaparkan materinya, Muhajir lebih banyak memaparkan terkait korupsi dilihat dari perspektif hukum dengan pendekatan hukum dalam melawannya. Dalam perspektif hukum, korupsi dilihat sebagai sebuah kejahatan yang luar biasa dan untuk melawannya harus menggunakan perangkat hukum dengan karakteristik khusus yang penanganannya dengan cara-cara yang luar biasa. Aparat penegak hukum harus diberi kewenangan yang luar biasa untuk menindak para koruptor meskipun tantangan terbesar itu justru berasal dari aparat penegak hukum itu sendiri. Muhajir mengatakan gimana caranya memberantas korupsi kalau masih banyak praktek-praktek mafia peradilan oleh aparat penegak hukum itu sendiri.
Muhajir juga memaparkan tentang penanganan kasus-kasus korupsi oleh aparat-aparat penegak hukum yang masih tebang pilih, tidak dilakukannya penahanan terhadap tersangka korupsi dan berlarut-larutnya proses hukum ditingkat penyidikan oleh aparat penegak hukum. Selain itu vonis ringan juga masih mewarnai vonis Pengadilan Tipikor terhadap para terdakwa korupsi sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap para koruptor. Dalam penanganan tipikor, pendekatan hukum seolah tidak berdaya untuk melawannya. Jika dilihat, KPK sudah berhasil menuntaskan beberapa kasus korupsi yang besar, namun kenyataannya masih saja terjadi kasus-kasus korupsi termasuk korupsi skala kecil. Jadi persoalan korupsi di Indonesia bukanlah terletak dari ketiadaan perangkat hukum atau struktur hukum, melainkan pada budaya hukum masyarakat, pemerintah dan aparat penegak hukum yang kurang sehingga pendekatan budaya dalam melawan korupsi juga tak kalah pentingnya lewat pendidikan untuk membangun dan memperkuat sikap anti korupsi masyarakat, pemerintah dan aparat penegak hukum, tutupnya.